15 Chapter 14

Keesokan paginya, keluarga Monika berkunjung ke rumah mereka. Monika disibukkan sendiri dimulai memasak, merapikan kamar untuk mama dan papanya. Sejak Rina, sang pembantu tidak bekerja lagi.

Kegiatan rumah, Monika lah yang mengerjakan semua. Hingga saat ini Nico tidak tahu bahwa Rina tidak bekerja lagi, Nico hanya tahu kalau Rina pulang kampung untuk melihat keluarga atau mengambil cuti selama dua minggu.

Untung kebiasaan Monika melakukan pekerjaan rumah adalah keahliannya, walaupun mempekerjakan Rina karena ada nenek Gwen di rumah.

Sesekali Monika melihat jam dinding tertempel di atas kulkas telah menuju pukul setengah sepuluh. Sebentar lagi Nico, mama, dan papa sampai.

Tak lama kemudian, Monika pun mendengar suara pintu mobil, dan suara seseorang yang tidak asing di telinganya.

"Hayoo ... panas sekali hari ini. Untung saja kamu tepat waktu tiba di stasiun. Kamu tahu di stasiun bau keringat sangat menyengat banget, sampai Mama mau muntah, benarkan, Pa!" cuap-cuap Santi, adalah Mama Monika, sekaligus Mama mertua Nico.

Nico cukup senyum, tidak terbiasa membalas obrolan mama mertuanya. Dia pun mengangkat tas ke kamar. Sementara Santi dan Yanto ( Papa Monika) menuju ke dapur karena aroma masakan telah tercium oleh mereka.

Setelah selesai meletakkan tas milik orangtua Monika. Nico langsung ke kamar untuk membersihkan dirinya.

Sedangkan Monika baru saja selesai memasak, segala hidangan di depan meja penuh dengan delapan menu aneka macam masakan berbeda-beda. Tentu tidak akan lupa menu berkuah seperti sup obat, sup sayur asin, dapat di ganti dengan menu lainnya.

Santi menuju dapur hidangan lauk tersedia begitu rapi dan cantik. Monika melepas celemeknya. Nico juga baru saja selesai mandi, dan terlihat sangat segar di wajahnya ikut menyusul ke dapur untuk berkumpul.

🌿

Di sinilah meja makan telah hadir oleh keluarga besar pihak wanita, yaitu kedatangan orangtua Monika. Menikmati makan siang dalam suasana diam.

Nico dan Monika tidak mengeluarkan sepatah kata pun dari bibir mereka, suasana begitu canggung tanpa pembahasan yang bisa dimulai pembukaan untuk kedua orangtua Monika.

"Omong-omong, kamu mempekerjakan pembantu di sini, kan? Terus, di mana nenek Gwen? Mama dari tadi tidak melihat nenek Gwen apalagi pembantu muda itu?" Pertanyaan pertama keluar dari suara Santi.

Monika terdiam sejenak, setelah suasana di meja makan hening beberapa menit. Lalu, Monika sesekali melirih suaminya, Nico malah santai dengan piringnya.

"Kenapa? Kenapa diam? Apa yang terjadi? Ke mana nenek Gwen? Di mana pembantu yang selalu kamu manjakan itu?" Lagi, pertanyaan Santi mengulang seakan-akan menantu dan anak di interogasi oleh polisi, tertangkap basah telah menculik barang.

"Nenek Gwen sementara tinggal di rumah tante Rika. Katanya dia sudah lama tidak menginap di sana. Sedangkan, Rina ... dia ... berhenti kerja," jawab Monika pelan, lalu melanjutkan makanannya.

Nico tertahan dengan gigitan daging ayam, Monika dapat merasakan rahang gigi suaminya. Setelah dia menjawab bahwa Rina tidak bekerja lagi. Monika siap menerima konsekuensi jika Nico memarahinya.

"Loh? Kenapa? Apa alasan dia berhenti kerja? Terus, nenek Gwen, kalian titip ke tante Rika? Alasan apa itu? Kalian benar-benar manusia tidak tahu di untung?! Begini cara kalian menjaga orangtua? Kalian tau nenek Gwen itu, sudah lansia. Seharusnya kalian menjaga dia dengan baik. Dengan mudah kalian menitipkan dia ke sana, alasan dia rindu? Kalian tau bagaimana sifat-sifat tante Rika setelah kalian menitipkan dia ke sana?" Santi berpidato panjang lebar tepat di meja makan.

Suasana kembali hening, tak ada satu patah pun yang bisa membalas kalimat-kalimat wanita paruh baya ini.

🌿

Setelah makan siang selesai, Monika menyelesaikan semua piring-piring kotor. Sedangkan Nico  berkumpul dengan papa mertuanya di ruang keluarga. Lalu, Santi mengelap meja dan ikut membereskan dapur yang berantakan itu.

Santi adalah sosok wanita tua, suka dengan kebersihan. Selesai mengerjakan semuanya. Monika memilih ke kamar untuk bersihkan diri. Dia tidak sempat untuk mandi tadi.

Duan puluh lima menit kemudian, Monika turun dari kamarnya. Kemudian ikut bergabung dengan keluarga tercinta. Meskipun dia sedang tidak ingin mengajak ribut.

"Kalian sudah tahu, kan? Kunjungan Mama sama Papa ke sini, apa?" Santi kembali membuka pembahasan di rumah ini.

Tak ada yang bersuara, Santi menghela lalu menutup majalah buku di pangkuannya. Sedangkan Yanto malah sibuk dengan televisi. Walau suara televisi sangat kecil.

"Heh! Sebenarnya kalian berdua ini kenapa sih? Setiap kali Mama dan Papa akan datang ke rumah ini. Sikap kalian seperti anjing dan kucing?! Ada masalah apa? Pekerjaan? Rumah tangga?" cecar Santi kali ini suaranya sedikit besar.

Santi adalah wanita yang penuh jiwa emosi, beda dengan Yanto, sosok pria tua yang pendiam, namun tidak banyak bicara walau situasi sedang memanas.

"Tidak, kok, Ma! Monik cuma bingung mau bahas apa?" sambungnya bersuara.

Santi mendengus kemudian melirih menantu laki-lakinya. Ya, entah kenapa Santi lebih suka lihat sikap Nico walau pertama bertemu memaksa putrinya menikah dengannya. Kesan dari sepasang suami-istri ini tak ada yang cocok.

Cuma Santi tidak ingin di coreng oleh saudara-saudara lain soal putrinya tidak menikah-menikah. Siapa yang bisa tahan cemoohan mulut, kekayaan, kesuksesan. Santi merasa hidupnya telah gagal menjadi seorang orangtua.

"Jadi, kapan kalian program kehamilan? Sampai kapan kalian menunggu? Mama tidak mau dengar alasan sibuk pekerjaan, banyak proyek, bazar dan lain - lain. Kalian seharusnya sudah pikir secara logis, terus obat yang Mama beri buat kamu sering kamu minum? Atau kamu abaikan?"

Monika tidak menjawab, tetapi dia akan menjawab walau dia harus ragu, "Monik ..."

"Aku yang suruh dia berhenti minum!" Nico memotong, Santi mengernyit maksud dari menantunya.

"Kenapa? Kamu tidak ingin punya anak?" Santi bertanya untuk Nico.

"Bukan!"

"Terus?"

"Memang cara minum ramuan rempah-rempah, akan bisa hamil cepat? Segalanya putrimu minum, jika Tuhan belum berikan apa yang mau dipaksa? Akan ada waktunya dia hamil tanpa harus meminum obat-obat aneh itu?!" terang Nico menjelaskan alasan kepada mama mertuanya.

Santi bungkam, tidak dapat menjawab. "Ya, Mama sudah tidak sabar menggendong cucu dari putriku, apa itu salah? Kata teman Mama minum ramuan rempah-rempah itu manjur ...."

"Manjur, benar, Ma! Fisik orang-orang beda-beda. Ada yang cepat karena kesuburan tubuhnya. Semakin di minum bukan sehat, tetapi buat tubuh dia semakin lemah. Ini rumah tangga ku. Jadi, Mama tidak perlu repot-repot menanyakan soal kehamilan dia kapan, akan ada waktunya, dia punya anak!" sambung Nico berbicara.

Santi bangkit dari duduknya, lalu memilih masuk ke kamar setelah diceramahi oleh menantunya sendiri. Yanto malah duduk tenang sambil nonton pertandingan olahraga.

****

Up, gaje.

Maaf gk nyambung.

Silakan vote buat yg merasa mau baca!

avataravatar
Next chapter