webnovel

Tycoon's Lover

Saat berusia 8 tahun, Lin Xiang kehilangan orang tuanya yang tewas dalam kecelakaan lalu lintas. Saat pemakaman orang tuanya, dia bertemu dengan Gu Changdi yang baru saja kehilangan ayahnya dan sama-sama tewas dalam kecelakaan lalu lintas. Lin Xiang tidak pernah tahu, pertemuannya dengan Gu Changdi kala itu akan membuat mereka terhubung di masa depan. Melalui Gu Changdi, Lin Xiang mengetahui fakta tentang identitas mendiang ayahnya. Perlahan Lin Xiang pun menemukan identitas jati dirinya. Gu Changdi, seorang taipan muda yang terkenal arogan, kejam, dan tidak punya hati. Namun, mereka tidak tahu bahwa Gu Changdi hanya akan berlaku kejam pada orang-orang yang mengusik kehidupannya, termasuk kehidupan bidadari hatinya, Lin Xiang. Dengan segala kekuasaan yang dia miliki, apapun akan Gu Changdi lakukan untuk melindungi Lin Xiang dan orang-orang terdekatnya. Mulai dari mengusut dalang pembunuhan ayahnya, hingga mengungkap jati diri Lin Xiang.

cloverqua · Urban
Not enough ratings
54 Chs

Kecurigaan Lin Xiang

Lin Xiang menyadari suasana di mansion Gu seketika berubah setelah kedatangan Li Heinan. Makan siang bersama yang dia harapkan penuh canda tawa sebuah keluarga, nyatanya justru didominasi dentingan suara sendok-garpu yang beradu dengan piring makanan.

"Kau mau tambah lagi lauknya, Heinan?"

Sejak Li Heinan muncul di mansion Gu, hanya Su Rongyuan yang bersikap baik padanya. Kendati ada kecanggungan di antara keduanya, Su Rongyuan tetap berusaha bersikap ramah terhadap Li Heinan.

"Terima kasih, Bibi," sahut Li Heinan. Mengabaikan tatapan Gu Jinglei dan Gu Changdi, ia menunggu Su Rongyuan mengambilkan tambahan lauk dan kembali menikmati makan siangnya.

"Kapan kau pulang, Kak?"

Agaknya keputusan Su Rongyuan untuk bersikap ramah kepada Li Heinan berhasil memecahkan keheningan di ruang makan.

Gu Changdi perlahan mulai membuka suaranya setelah terdiam cukup lama. Bukan tanpa alasan dia bersikap waspada. Gu Changdi hanya terlalu kaget dengan kepulangan Li Heinan yang terkesan mendadak dan tanpa kabar.

"Aku tiba di Beijing sekitar jam 11 siang tadi," jawab Li Heinan jujur. "Kenapa? Kau tidak suka melihatku pulang?"

"Tidak, bukan seperti itu, Kak." Gu Changdi menggeleng cepat. "Aku terkejut karena kau pulang tanpa memberi kami kabar terlebih dahulu."

Li Heinan tersenyum penuh arti. "Kau pun sama saja, Changdi. Sudah memiliki calon istri dan sebentar lagi akan menikah, tapi tidak memberitahuku," ucapnya dengan nada dibuat seolah merajuk.

Gu Changdi dan Su Rongyuan tertawa kecil, sedangkan Lin Xiang menundukkan kepala dengan wajah merah padam.

Reaksi yang berbeda terlihat dari Gu Jinglei. Pria berusia 70 tahun itu masih bertahan dengan aksi bungkam dan hanya menatap sekilas ke arah Li Heinan. Ia memilih fokus pada santapan makan siangnya, seolah enggan memperhatikan cucu tertuanya tersebut.

"Bagaimana kabar Kakek?"

Pertanyaan itu membuat Gu Jinglei menoleh.

"Kakek tidak merindukanku? Sejak aku datang, Kakek sama sekali tidak mengajakku berbicara," kata Li Heinan sengaja memasang wajah memelas.

"Ck, salahmu sendiri yang terlalu lama berada di London!" jawab Gu Jinglei sekenanya dengan nada ketus.

Li Heinan tertawa lepas, begitu pun Gu Changdi dan Su Rongyuan. Gu Jinglei yang semula bungkam, akhirnya ikut tertawa.

"Senang bisa melihatmu pulang, Li Heinan." Gu Jinglei menyunggingkan senyuman, "Kau bisa menginap di sini kalau kau mau. Pasti lelah setelah perjalanan jauh dari London."

"Terima kasih atas tawaranmu, Kakek. Sayang sekali, setelah ini aku akan pergi menemui ayah dan Ibu. Aku yakin mereka sudah menungguku," jawab Li Heinan menolak secara halus.

Gu Jinglei mengangguk-angguk, lalu mengambil gelas dan meneguk minumannya secara perlahan. "Kapan-kapan, bawa orang tuamu ke sini. Sudah lama sekali kita tidak berkumpul untuk makan malam bersama."

"Baik, Kakek. Akan kusampaikan pada orang tuaku." Li Heinan melirik Lin Xiang yang sedari tadi hanya menyimak obrolan mereka. "Gu Changdi, kau belum mengenalkan calon istrimu padaku."

Lin Xiang terkesiap mendengar kalimat Li Heinan, sedangkan Gu Changdi hanya tersenyum lebar. "Kupikir tadi kau sudah berkenalan dengannya, Kak."

"Memang sudah, tapi kau belum memperkenalkan secara resmi padaku," jawab Li Heinan dan disambut tawa Gu Changdi.

"Baiklah." Gu Changdi memandangi Lin Xiang yang duduk di sampingnya, kemudian merangkul bahu gadis itu dengan mesra. "Kuperkenalkan padamu, Kak. Dia calon istriku, Lin Xiang. Cantik sekali bukan?"

"Ya, kuakui dia memang cantik sekali." Li Heinan menatap Lin Xiang lamat-lamat. "Apa kau sungguh-sungguh bersedia menikah dengan adik sepupuku?"

"Hei! Apa maksud pertanyaanmu itu, Kak?!"

Selanjutnya terdengar gelak tawa memenuhi ruang makan.

Lin Xiang hanya tersenyum tipis, sambil memandangi interaksi mereka dangan sorot mata sulit diartikan. Ia merasa situasi ini tidak tercipta secara natural. Ada bumbu kebohongan yang mendominasi keakraban orang-orang di sekelilingnya tersebut.

***

Masih memakai kursi rodanya, Lin Xiang menikmati pemandangan taman belakang mansion melalui balkon kamar. Momen semacam ini selalu Lin Xiang gunakan untuk merenungkan diri. Ada banyak hal yang memenuhi isi kepalanya selama beberapa hari terakhir. Mulai dari statusnya yang sudah dikenal publik sebagai calon istri Gu Changdi—meski belum secara resmi—hingga kedatangan Li Heinan yang diketahui merupakan kakak sepupu Gu Changdi.

Lin Xiang benar-benar penasaran bagaimana sosok Li Heinan.

"Nona Lin Xiang?"

Lamunan Lin Xiang buyar ketika mendengar suara lembut milik Meimei.

"Airnya sudah siap, Nona." Meimei tersenyum hangat. Ia baru saja selesai menyiapkan air mandi untuk Lin Xiang.

"Terima kasih," Lin Xiang berpikir sejenak. "Boleh aku bertanya sesuatu padamu?"

Meimei mengangguk. "Tentu, Nona. Apa yang ingin Anda tanyakan?"

"Berapa lama kau bekerja di sini?"

Meimei sempat menautkan kedua alisnya. Sedikit bingung dengan arah pembicaraan mereka. "Kurang lebih sekitar 5 tahun, Nona."

Mata Lin Xiang membelalak lebar. "Itu artinya kau sudah bekerja di sini sejak umur 14 tahun? Kau seumuran 'kan denganku?" tanyanya tak percaya.

"Iya, Nona. Saya memang sudah mengikuti ibu saya sejak kecil. Tuan Gu Jinglei dan Nyonya Su Rongyuan sangat baik sekali pada kami. Semenjak ibu saya jatuh sakit, saya diperbolehkan menggantikan beliau untuk melanjutkan pekerjaan di sini," tutur Meimei.

Mata Lin Xiang tanpa sadar mulai berkaca-kaca. Selama ini dia mengira hanya dirinya saja yang mengalami hidup berat sejak usia belia. Nyatanya ada orang lain yang bernasib sama.

Bahkan selain Meimei, mungkin di luar sana juga ada yang lebih berat menjalani kehidupan.

Lin Xiang bersyukur nasibnya sekarang jauh lebih beruntung dibandingkan sebelumnya.

"Nona, kenapa Anda menangis?" Meimei panik ketika melihat cairan bening mulai menuruni pipi Lin Xiang. "Saya minta maaf jika ada yang salah dengan ucapan saya, Nona."

"Tidak, Meimei." Lin Xiang tersenyum seraya mengusap kedua matanya, "Aku hanya salut padamu. Di usiamu yang masih muda, kau rela menggantikan ibumu untuk bekerja di sini. Sementara banyak di luar sana, gadis yang seumuran dengan kita tengah fokus menempuh pendidikan di bangku perkuliahan atau bahkan justru asyik menghambur-hamburkan uang hasil kerja keras orang tua mereka. Kau hebat, Meimei."

"Nona ...," Meimei terharu mendengar pujian yang dilontarkan Lin Xiang.

"Sudah, kau jangan ikut menangis," Lin Xiang mengusap wajah Meimei yang entah sejak kapan sudah banjir air mata. "Masih ada hal lain yang ingin kutanyakan padamu."

Meimei buru-buru mengendalikan diri dan menatap Lin Xiang dengan senyuman, "Soal apa, Nona?"

"Kau pasti tahu tentang Li Heinan, kakak sepupu Gu Changdi."

Meimei mengangguk.

"Bisakah ... kau ceritakan sedikit tentang kepribadian Kak Heinan?" tanya Lin Xiang.

Ada kerutan samar muncul di kening Meimei. Namun, dia mencoba tetap berpikir positif soal pertanyaan Lin Xiang. Mungkin saja nona mudanya itu ingin mengenal sosok anggota keluarga lainnya sebelum resmi menyandang status sebagai istri Gu Changdi.

TO BE CONTINUED