webnovel

Tycoon's Lover

Saat berusia 8 tahun, Lin Xiang kehilangan orang tuanya yang tewas dalam kecelakaan lalu lintas. Saat pemakaman orang tuanya, dia bertemu dengan Gu Changdi yang baru saja kehilangan ayahnya dan sama-sama tewas dalam kecelakaan lalu lintas. Lin Xiang tidak pernah tahu, pertemuannya dengan Gu Changdi kala itu akan membuat mereka terhubung di masa depan. Melalui Gu Changdi, Lin Xiang mengetahui fakta tentang identitas mendiang ayahnya. Perlahan Lin Xiang pun menemukan identitas jati dirinya. Gu Changdi, seorang taipan muda yang terkenal arogan, kejam, dan tidak punya hati. Namun, mereka tidak tahu bahwa Gu Changdi hanya akan berlaku kejam pada orang-orang yang mengusik kehidupannya, termasuk kehidupan bidadari hatinya, Lin Xiang. Dengan segala kekuasaan yang dia miliki, apapun akan Gu Changdi lakukan untuk melindungi Lin Xiang dan orang-orang terdekatnya. Mulai dari mengusut dalang pembunuhan ayahnya, hingga mengungkap jati diri Lin Xiang.

cloverqua · Urban
Not enough ratings
54 Chs

Cinta yang Tulus

Hening.

Baik Lin Xiang maupun Gu Changdi sama-sama terdiam menikmati suasana tenang yang memberikan kelegaan bagi mereka.

Lin Xiang larut dalam pikirannya sendiri. Ia teringat kembali kejadian sebelum dirinya berakhir di rumah sakit seperti sekarang. Bak rekaman kaset yang rusak, ucapan bibinya terus berputar dalam kepala Lin Xiang.

"KAU ITU ANAK HARAM DAN PEMBAWA SIAL!"

Kontrol diri Lin Xiang seketika lenyap.

"Lin Xiang ...." Gu Changdi menyadari ada yang tidak beres kala merasakan tangan gadis itu gemetar hebat. Ia terperanjat setelah melihat wajah Lin Xiang tampak pucat pasi dengan napas tak beraturan.

"Lin Xiang, ada apa? Mana yang sakit?! Katakan padaku!"

Lin Xiang menggelengkan kepalanya, kemudian meremas rambutnya dengan kasar.

"A-Aku ... anak haram ... dan pembawa sial ... aku ...."

Gu Changdi terkejut mendengar racauan Lin Xiang yang tampak kehilangan fokus. Tanpa membuang waktu lagi, pria itu naik ke atas ranjang Lin Xiang.

Gu Changdi membawa gadis itu ke dalam dekapannya. Kalimat-kalimat penenang terus keluar dari bibir Gu Changdi untuk menenangkan emosi Lin Xiang yang mulai terisak.

"Gu Changdi ... aku ...."

"Ssssh! Lupakan." Gu Changdi terus mengusap punggung Lin Xiang dengan lembut dan penuh kehati-hatian. "Semua yang dikatakan bibimu tidak benar. Kau bukan anak haram ataupun pembawa sial."

Lin Xiang menatap tak percaya pada Gu Changdi. Kondisinya kembali melemas karena pikiran buruk yang menguasai kepalanya.

"Kau ... tidak jijik padaku?"

Gu Changdi tersenyum seraya membelai wajah Lin Xiang. "Kenapa aku harus jijik padamu?"

"Bibi bilang aku anak ha—"

Mata Lin Xiang berkedip-kedip setelah bibir Gu Changdi menyapu lembut bibirnya.

"Sudah kubilang, kau bukan anak haram seperti yang dikatakan bibimu. Lagipula, aku tak pernah mempermasalahkan bagaimana latar belakang keluargamu." Gu Changdi kembali mendaratkan satu kecupan manis, kali ini di kening Lin Xiang. "Karena kau adalah segalanya bagiku."

Tes!

Air mata Lin Xiang perlahan menetes. "Kau ... tidak akan pergi meninggalkanku?" tanyanya memastikan.

"Eum."

"Kau ... akan selalu berada di sisiku?"

Gu Changdi tersenyum, ia menyerukkan kepalanya di leher Lin Xiang. "Iya, aku akan selalu berada di sisimu. Selamanya ...."

Lin Xiang merasa hatinya jauh lebih tenang. Meski dia belum memahami bagaimana perasaannya terhadap Gu Changdi, ia tidak bisa menolak rasa nyaman ketika bersama pria itu. Terlebih setiap kali mengingat apa saja yang sudah dilakukan pria itu terhadapnya.

"Kami menjualmu kepada Gu Changdi ...."

Satu ingatan itu kembali menyeruak dalam memori kepala Lin Xiang. Namun, dia mencoba menyangkalnya. Ada keinginan yang kuat dalam diri Lin Xiang untuk mempercayai pria itu.

"Terima kasih ... untuk segalanya ...."

Gu Changdi terdiam saat menyadari tak ada pergerakan dari Lin Xiang. "Lin Xiang ...." rasa panik sempat menghinggapinya, sebelum Gu Changdi mendengar dengkuran halus beberapa detik selanjutnya.

Helaan napas lega keluar dari bibir Gu Changdi. Pria itu mengusap wajah Lin Xiang dengan penuh kelembutan, lantas mendaratkan satu ciuman teramat manis di bibir mungil gadis itu.

"Terima kasih sudah bertahan untukku." Gu Changdi beralih mencium kening Lin Xiang. "Aku mencintaimu."

***

Kondisi Lin Xiang dari hari ke hari berangsur-angsur membaik. Kabar ini jelas membahagiakan bagi semua orang, kendati untuk sementara waktu Lin Xiang masih harus memakai kursi roda.

"Nona membutuhkan sesuatu?"

Lin Xiang tersenyum melihat keberadaan Meimei di sampingnya. Ya, gadis itu memang sudah ditunjuk sebagai pelayan pribadi Lin Xiang.

Inilah yang membuat Lin Xiang senang sekaligus rindu pada seseorang yang banyak membantunya semasa dia tinggal di mansion.

"Aku ingin ke kamar mandi."

"Tunggu sebentar. Saya akan memanggil Feng Yan untuk Anda," tutur Meimei dengan cepat langsung keluar meninggalkan kamar rawat Lin Xiang. Gadis itu melongo dibuatnya, lantas menggeleng kecil atas kesigapan Meimei.

"Nona ...."

Lin Xiang terkesiap mendengar suara bass yang belakangan ini selalu ada untuknya. "Meimei berlebihan. Aku hanya ingin ke kamar mandi."

"Tapi saya sudah ditugaskan untuk menjaga Anda, Nona." Feng Yan tersenyum ramah, kemudian membantu Lin Xiang duduk di kursi roda yang segera diantar oleh Meimei.

Setelah Lin Xiang selesai dengan urusannya, Feng Yan yang memang sudah berjaga di depan pintu kamar mandi kembali membantu gadis itu berbaring di atas ranjang. Ia tak punya pilihan membopong tubuh Lin Xiang, sebelum ketahuan oleh tuannya.

"Kalau Gu Changdi melihat ini, dia pasti mengamuk."

Celetukan jahil dari belakang membuat Feng Yan melompat kaget. Ia segera berdiri dan membungkuk sopan ke arah Su Rongyuan.

"Sa-Saya hanya membantu Nona berbaring di ranjang, Nyonya. Tolong jangan salah paham," tutur Feng Yan takut.

Tawa Su Rongyuan pecah. "Aku hanya bercanda, Feng Yan. Kenapa wajahmu ketakutan seperti itu? Anakku bukan monster. Kau tidak perlu takut padanya."

Jawaban spontan Su Rongyuan membuat Lin Xiang tertawa kecil, begitu pun Meimei. Sedangkan Feng Yan hanya tersenyum kikuk sembari mengusap tengkuknya.

"Bagaimana keadaanmu, Sayang?" tanya Su Rongyuan setelah duduk di tepi ranjang.

"Sudah merasa lebih baik, Bibi."

Wajah Su Rongyuan berubah cemberut. "Berapa kali aku harus mengingatkanmu? Panggil aku Ibu. Kau adalah calon menantuku," tegasnya dengan bibir mencebil imut. Kontras dengan usianya yang sudah mencapai setengah abad.

Giliran Lin Xiang yang tersipu malu. Ia melirik sekilas pada Meimei dan Feng Yan. "Bisakah kalian tinggalkan kami sebentar?" pintanya dengan lembut dan sukses mengundang rasa penasaran Su Rongyuan.

"Ada yang ingin kau bicarakan denganku?" tanya Su Rongyuan tanpa menunda waktu lagi. Ia sempat menangkap raut kegelisahan di wajah Lin Xiang.

"Ibu tahu sesuatu tentang paman dan bibiku?"

Seketika wajah Su Rongyuan berubah marah. "Untuk apa lagi kau menanyakan mereka? Mereka sudah ditahan di dalam penjara," tuturnya spontan lantas buru-buru membekap mulutnya karena baru saja kelepasan bicara.

"Penjara?" Lin Xiang memekik kaget. "Paman dan bibiku ada di penjara?!"

Su Rongyuan merutuki kebodohannya yang terpancing emosi hingga membocorkan keadaan paman dan bibi Lin Xiang. Padahal dia sudah diperingatkan oleh Gu Changdi untuk tidak membahas mereka.

"Kenapa mereka ada di penjara?"

"Kau masih bertanya?" Su Rongyuan yang memang tidak bisa lagi menahan emosinya terpaksa membongkar semuanya. "Mereka sudah melakukan kekerasan padamu, melukaimu secara fisik, dan hampir saja membunuhmu."

Lin Xiang terdiam. Ia sendiri tidak mengelak bagaimana perlakuan paman dan bibinya yang kelewat kejam dengan tindakan kekerasan.

"Bagaimanapun mereka yang sudah membesarkanku sejak orang tuaku meninggal," lirih Lin Xiang.

Su Rongyuan tersenyum sinis. "Kau yakin mereka tulus membesarkanmu? Mereka bahkan mengkhianati kepercayaan yang sudah diberikan Gu Changdi."

Lin Xiang mengernyit. "Apa maksud ucapanmu, Ibu?"

Su Rongyuan menarik napas panjang-panjang, "Dengarkan aku, kau boleh saja tidak percaya tetapi aku tidak pernah berbohong pada siapapun. Gu Changdi ... dia yang sudah membiayai kehidupanmu sejak orang tuamu meninggal."

"A-Apa?"

"Dialah yang sudah menanggung semua biaya kehidupanmu, termasuk biaya pendidikanmu." Su Rongyuan terdiam sejenak. "Sangat disayangkan paman dan bibimu justru menyalahgunakan pemberian Gu Changdi untukmu. Mereka justru menggunakan lebih dari setengah biaya kehidupanmu untuk kebutuhan mereka sendiri. Termasuk biaya pendidikanmu hingga jenjang perguruan tinggi."

Lin Xiang tampak tidak percaya. "Tidak ... itu tidak mungkin ...."

"Apa kau tidak menyadari gaya hidup mereka?" Su Rongyuan mencoba meyakinkan Lin Xiang.

"Tidakkah kau merasa mereka sering bergaya hidup glamour? Padahal sudah jelas mereka tidak memiliki pekerjaan apapun. Pamanmu yang suka bermain judi dan mabuk-mabukkan, sementara bibimu gila belanja. Setelah uang pemberian dari Gu Changdi habis, mereka menyuruhmu untuk bekerja keras. Tidakkah kau menaruh curiga pada mereka?"

Lin Xiang menggeleng. "Aku tak pernah berpikir hal buruk tentang mereka. Karena aku menganggap mereka sudah membesarkanku selama ini. Mereka satu-satunya keluarga yang kumiliki."

Su Rongyuan menghela napas. Ia tidak habis pikir dengan kepribadian Lin Xiang yang sedikit polos dan naif.

"Tapi aku rasa mereka tak pernah menganggapmu bagian dari keluarga mereka," Su Rongyuan menggeram emosi. "Mana ada anggota keluarga yang tega memukuli keponakannya sendiri? Bahkan nyaris membunuhnya ...."

Kenyataan itu bagai tamparan telak bagi Lin Xiang.

Pendapat Su Rongyuan benar, sama halnya dengan pendapat yang sudah diutarakan Zhang Yiyi dan Shen Wanwan sejak lama. Tak dapat dipungkiri jika dia pun sangat kecewa atas perlakuan mereka. Terlebih setelah mengetahui satu fakta tentang Gu Changdi yang selama ini membiayai hidupnya.

"Aku tidak peduli dengan apa yang sudah mereka katakan soal Gu Changdi, tetapi kau harus percaya padaku." Su Rongyuan mengusap lembut wajah Lin Xiang, menghapus cairan bening yang mulai membasahi wajah calon menantunya tersebut. "Aku adalah ibunya. Kau tahu, belum pernah aku melihat Gu Changdi memperhatikan seorang gadis sampai seperti ini. Bahkan ketika gadis itu masih berusia 8 tahun."

Lin Xiang terkesiap mendengar penjelasan Su Rongyuan. "Apa sebelumnya kami sudah pernah bertemu?" tanyanya memastikan.

Su Rongyuan tersenyum. "Soal itu hanya Gu Changdi yang bisa menjawabnya. Aku tidak punya hak untuk mengatakannya, tetapi aku bisa meyakinkan sesuatu padamu."

Lin Xiang menunggu Su Rongyuan melanjutkan ucapannya.

"Putraku ...," Su Rongyuan tersenyum, "Dia sangat mencintaimu."

Kalimat terakhir yang diucapkan Su Rongyuan membuat jantung Lin Xiang berdebar-debar. Seperti ada ribuan kupu-kupu yang beterbangan dalam perutnya.

Cinta ....

'Benarkah dia sangat mencintaiku?'

TO BE CONTINUED