webnovel

Two Side (The Blue Bird Murder)

Jakarta sedang dihantui oleh tragedi pembunuhan berantai yang dilakukan oleh seorang pembunuh yang dijuluki "The Blue Bird" karna ciri khasnya yang selalu meninggalkan sebuah kertas origami berwarna biru berbentuk burung. Pada kertas-kertas origami tersebut berisikan teka-teki yang sengaja diberikan pembunuhnya guna membantu para Kepolisian menemukan dirinya. Vivian Ananta Detektif terbaik di pihak kepolisian ditugaskan untuk menangani kasus tersebut. Namun Vivian merasa Blue Bird selalu lengkah didepannya oleh karna itu Vivian merasa dirinya saja tidaklah cukup, iapun lalu bekerjasama dengan Rian Afrizal. Detektif swasta terbaik di Indonesia. Mampukah mereka berdua bekerjasama guna menangkap The Blue Bird Murder tersebut?.

Milsscar82 · Horror
Not enough ratings
22 Chs

Pertemuan

Setelah mengetahui kematian Gubernur bisa saja berhubungan dengan dirinya dan juga bisnis yang ia jalankan Mario pun mulai merasa terusik akan hal itu, selain menyuruh Daniel yang merupakan bawahan kepercayaan untuk menggali informasi lebih perihal pembunuhan yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta tersebut, Mario pun juga mulai mengontak salah satu Detektif kenalannya yang ia sangat percaya dapat membereskan masalah ini, dan bahkan Mario pun sangat yakin bahwa, detektif kenalannya itu, tak akan menolak kerjasama yang akan ia usulkan itu. Detektif itu adalah Rian Alfarizi, detektif swasta terbaik seantero negeri ini.

Pada awalnya memang Mario tidak terjun langsung untuk membantu Rian menyelesaikan kasus ini, dan hanya memberikan beberapa informasi penting yang mana ia sampaikan kepada Jonathan, si pemilik cafe imagine cafe.

Namun karna keadaan yang semakin mendesak, membuatnya mulai bertindak lebih serius lagi, yang mana akhirnya Mario memutuskan untuk menemui langsung Rian Alfarizi, detektif swasta nomor satu di Indonesia, dengan caranya menelponnya langsung pada malam hari.

Pertemuan pun diadakan dikediaman miliknya sendiri, keesokan harinya, disebuah Mension yang bahkan jauh lebih besar dari milik Rian, yang bahkan nampak seperti sebuah istana jika dilihat dari luar.

Mansion milik Mario itu sendiri memiliki lorong-lorong yang cukup panjang dan memiliki beberapa ruangan yang banyak dan cukup luas. Mansion miliknya memang sengaja dibuat dengan banyak ruangan serta lorong-lorong yang panjang, agar mempermudah proses bisnis yang mereka kerjakan. Mansion sekaligus tempat kerja, itulah yang diusung oleh keluarga Mario, khususnya dimasa kepemimpinan George Mario ini.

Keesokan harinya.

Saat itu waktu menunjukan pukul 09 lewat 35 menit, dan Rian dengan semua keberaniannya pun mendatangi Mansion Mario tersebut. Ia datang tanpa mengajak siapa pun bersamanya, itu dikarenakan jika saja hal tersebut berjalan buruk, maka hanya dirinya saja lah yang akan menanggung semua itu.

Rian datang mengenakan sebuah Jumpsuit berwarna hitam dengan mengunakan celana jeans berwarna biru tua dengan sepatu sket berwarna putih yang selalu ia pakai. Ia tak mengenakan pakaian formal meski bertemu dengan seorang bos mafia sekali pun. Ia bahkan tak takut jika saja mereka akan tersinggung akan hal itu. Karna menurut Rian, ia hanya akan menggunakan pakaian yang menurutnya nyaman saja. Itulah salah satu prinsipnya. Dan dengan begitu santai tanpa terlihat sedikit keraguan diwajahnya, Rian masuk memasuki Mansion milik keluarga Mario tersebut.

Sesaat setelah Rian memasuki Mansion tersebut, Rian sudah disambut oleh beberapa orang berbadan besar dengan setelan Jas hitam dan kemeja putih, serta celana hitam yang mereka kenakan, yang menatapnya dengan tatapan tajam memperhatikan dirinya. Lalu dua orang dari mereka pun berjalan dengan sangat tegap seraya memasukan tangannya kedalam jasnya ia pun datang menghampiri Rian.

Disaat Laki-laki berbadan besar itu menghampiri Rian, disitulah keraguan-ragunan mulai timbul didalam hatinya, Ia mulai curiga dan sedikit takut kepada orang-orang yang tepat berada dihadapannya sekarang. Ia takut ia akan ditembak saat itu juga.

Lalu dengan suara lantangnya pria berbadan besar disebelah kiri Rian mengatakan. "Biar kami antar ke tempat pertemuan." Ucap Pria berbadan besar itu.

Rian pun mencoba untuk tetap tenang meski pada saat itu detak jantungnya berdegup sangat kencang, pikirannya pun melayang kemana-mana, bahkan instingnya seakan mengatakan bahwa ia harus segera pergi dari tempat itu. Ingin rasanya ia segera pergi dari tempat yang mengerikan tersebut.

Namun tekadnya membuatnya tetap bertahan, tekadnya itu berhasil membuat wajahnya tidak berekspresi ketakutan sama-sekali bahkan justru sebaliknya, mimik wajah Rian menunjukan ketenangan.

Melihat Rian yang begitu santai, Pria berbadan besar yang berada disebelah kirinya pun akhirnya mengeluarkan tangannya yang ia masukan ke dalam Jasnya tadi. Lalu tanpa mengatakan sepatah kata apa pun, Rian lalu mengikuti mereka berdua yang berjalan terlebih dahulu beberapa langkah darinya.

Kemudian mereka bertiga memasuki lift yang berada jauh diujung lorong Mansion tersebut. Lalu salah seorang yang mengantar Rian itu memencet lantai paling atas Mansion itu, yaitu lantai 28.

Saat berada di dalam lift jantung Rian justru semakin berdegup semakin kencang, selain karna ia takut terjadi sesuatu yang tidak ia inginkan, ia juga begitu ingin mengetahui sosok seseorang yang berbicara padanya ditelpon pada malam hari. (George Mario pada malah hari sebelumnya sempat menelpon Rian guna membahas perjanjian pertemuan ini.)

Lift lalu terbuka, wajah Rian seketika mulai terlihat tegang dan pucat, ketenangan yang ia tunjukan sebelumnya telah sirna seketika setelah ia melihat sebuah ruangan yang berada tepat dihadapannya itu, karna di lantai paling atas tersebut hanya ada satu ruangan, yang mana bisa terlihat sangat jelas dari lift tempat Rian berdiri saat itu. "Jadi disitulah tempatnya." Pikir Rian saat itu.

Ia pun menghelakan nafas, sebelum keluar dari lift tersebut, ia juga tak lupa berdoa dan berharap sesuatu yang baik akan menghampirinya.

Setelah sampai didepan pintu ruangan itu, Rian kembali menenangkan dirinya agar tak terlihat mencurigakan dimata sia pun orang yang berada didalam sana. Pintu pun dibuka. Rian lalu dikejutkan dengan sesosok orang yang sedang duduk di bangku dengan berpangku tangan tersenyum menunggu kedatangannya.

Saking terkejutnya Rian, sampai-sampai ia tak bisa menahan ekspresi wajahnya itu, karna betapa terkejutnya Rian saat mengetahui orang yang berada dibalik telfon tersebut adalah seseorang yang berwajah sangat tampan, berbadan proposional, dengan gaya rambut klimis. Ia juga berpakaian sangat begitu rapih, dengan mengunakan Tuksedo berwarna coklat serta dibalut dengan kemeja putih didalamnya. Begitu jauh dengan apa yang ia bayangkan selama ini. Terlebih lagi ternyata orang itu adalah orang yang sering Rian lihat ketika ia mengunjungi Imagine Cafe.

Orang itu selalu berada di pojok sebelah kanan persis di samping jendela Cafe. Bahkan saking seringnya Rian melihatnya, Rian sampai tau apa saja yang ia selalu pesan. Laki-laki itu selalu memesan Hot Cappucino beserta Red Falvet setiap ia mengunjungi Cafe tersebut.

Pria itu kemudian berdiri dari tempat duduknya. Ia pun terlihat cukup tinggi ketika ia berdiri. Orang itu benar-benar terlihat seperti sosok pria idaman para wanita. "Sudah lama sekali aku ingin menemuimu Rian." Cetus Pria itu senyum.

Rian pun merasa keheranan, alis matanya pun tertarik keatas, dahinya mengkerut dan bola matanya seakan membentuk sebuah tanda tanya, lalu jari telunjuk sebelah kirinya menunjuk wajahnya yang sedang kebingungan itu seraya berkata. "Aku ?" Tanyanya bingung.

Laki-laki berambut klimis itu lalu datang menghampiri Rian, Rian begitu canggung ketika melihat Laki-laki itu menghampirinya, yang bahkan jalanya saja terlihat begitu elegan. Di mata Rian, Ia benar-benar terlihat seperti seorang bangsawan.

Laki-laki itu pun tersenyum menyeringai seraya mengulurkan tangannya ke arah Rian. "George Mario," sahut Laki-laki itu memperkenalkan dirinya kepada Rian. "You can call me Mario." Lanjut Laki-laki itu menegaskan.

Namun sebelum Rian menjabat tangan Mario, Rian memandangi tatapan matanya. Rian menatap matanya dengan sangat tajam selama beberapa detik. Setelah itu Rian mulai menjabat tangan Mario dengan erat seraya berkata. "Rian Al-Farizi," ucap Rian memperkenalkan dirinya. Lalu Rian kemudian tersenyum menyeringai ke arah Laki-laki tersebut. "Aku yakin semua orang tau itu." Ucap Rian seraya kemudian melepas genggaman tangannya.

Lalu kemudian Mario tiba-tiba saja mengangkat tangan kanannya, lalu kemudian ia menunjuk pintu keluar yang tepat berada tepat didepan matanya itu. Wajahnya terlihat begitu serius, suaranya pun lantang saat ia mengatakan. "Sekarang aku minta kalian semua keluar !" Ucap Mario kepada seluruh bawahannya yang berada di ruangan itu.

Tak lama setelah Mario memerintahkan mereka untuk keluar, mereka semua pun patuh, dan segera keluar dari ruangan itu secara teratur dengan diakhiri oleh orang terakhir yang keluar dari ruangan itu menutup rapat-rapat pintu ruangan itu yang mana disana hanya menyisakan Mario bersama dengan Rian yang sedang saling berhadap-hadapan.

Mari pun kembali duduk di kursinya yang empuk itu. Ia duduk seraya melebarkan kedua tangannya dan berkata. "Buatlah dirimu nyaman, senyaman mungkin Rian."

Dikarenakan semua orang yang berbadan besar dan lengkap dengan perlengkapan ala body guard telah keluar semua, berkat perintah dari Mario, Rian pun akhirnya bisa bernafas lega, ia merasa bahwa sesuatu yang buruk tidak akan terjadi kepadanya untuk saat ini. Terlebih ketika Mario menyuruhnya untuk membuat dirinya nyaman senyaman mungkin di tempat itu.

Kali ini rasa canggung dan takut Rian sudah sepenuhnya menghilang, jantungnya yang sedari tadi berdegup cepat pun mulai kembali stabil. Wajahnya sudah mulai terlihat tenang, dan gelagatnya pun juga sudah mulai seperti ia yang biasanya. Ia langsung duduk di kursi yang berada tepat dihadapan Mario, ia lalu duduk dan langsung menyenderkan dirinya disana.

Ia kemudian memejamkan matanya menikmati kursi yang sangat empuk itu, lalu ia memutar-mutarkan kursi itu bersamaan dengan dirinya. "Ah..., nyaman sekali kursinya."Ucap Rian yang terlihat begitu menikmati kursi itu. Ia bahkan merasa bahwa ia tak pernah merasakan kursi seempuk itu selama ini.

Kemudian Rian membuka matanya, lalu menatap Mario dengan penasaran seraya menanyakan sesuatu kepadanya. "Kau membeli kursi ini dimana ? Kursi ini benar benar fantastik!" Pujinya seraya tersenyum penasaran.

Meski pun pertanyaan tersebut terkesan tidaklah penting dan juga tidak ada sangkut pautnya dengan tujuan pertemuan mereka di Mansion milikinya itu, Mario dengan bijaknya masih menjawab pertanyaan Rian itu dengan begitu serius. "Aku memesannya langsung dari kenalanku di Italia, Kursi tersebut memang dibuat senyaman mungkin agar tamu-tamuku merasakan kenyamanan saat membicarakan hal-hal penting denganku," jawab Mario santai. "Karna kenyamanan menimbulkan hubungan yang baik." Tambahnya memberikan penguat alasan.

Rian kemudian melihat ke sekelilingnya, memperhatikan setiap sudut ruangan itu. Lalu seketika matanya berbinar-binar, kepalanya mengangguk-angguk lalu ia membuka mulutnya selebar-lebarnya seraya berkata. "Wow... , aku baru sadar, bahwa kau memiliki tempat yang begitu keren, Mario." Cetus Rian kagum.

Mario memejamkan matanya dan mengucapkan. "Terimakasih," kepada Rian dengan begitu menghayatinya. Lalu seraya menopang dagunya menggunakan tangannya ia menanyakan sesuatu kepada Rian. "Omong-omong apa yang kau butuhkan dari ku Rian ?." Tanya Mario penasaran.

Setelah mendengarkan pertanyaan dari Mario, Rian pun tersadar dari kekagumannya itu. Lalu wajahnya pun berubah menjadi begitu serius, alis matanya tertarik keatas lalu bola matanya menatap tajam kearah Mario, lalu ia pun tiba-tiba memajukan posisi duduknya seolah-olah benar-benar ingin menerkam Mario.

Rian pun mengeluarkan sebuah catatan dari dalam kantung Sweater yang ia kenakan itu, ia lalu menaruh catatannya itu tepat dimeja Mario. "Kurasa aku mungkin bisa tau siapa the blue bird." Serunya dengan suara yang begitu lantang.

Mario pun seketika terkejut mendengarkan hal itu, ia lalu mengambil catatan itu seraya memandangi Rian. Ia kemudian menatap Rian dengan senyuman menyeringai. Ia benar-benar kagum dengan kemampuan Rian. Mario merasa tidak salah jika ia bekerja sama dengan seorang seperti Rian, ia juga yakin jika Rian bisa menyelesaikan kasus ini, terlebih jika mereka bekerjasama. Begitulah pikirnya.

Mario pun mulai membaca catatan milik Rian tersebut, yang mana itu merupakan rangkuman yang telah Rian buat semalaman sebelum ia datang ketempat pertemuan saat itu.

Disaat Mario membaca catatan milik Rian tersebut, Rian pun menjelaskan kepadanya tentang apa saja yang ia ingin Mario bantu.

Rian membesarkan matanya, dan berbicara dengan nada suara tinggi. "Untuk itu aku membutuhkan bantuanmu Mario, untuk mencarikan aku seseorang," ucap Rian serius. Mario melirik tajam kearah Rian, ia tak berekspresi apa pun selain melirik kearah Rian dengan tajam. "Seseorang yang bekerja di kepolisian dan memiliki kemampuan forensik yang cukup baik, aku yakin pembunuhnya merupakan orang yang memiliki koneksi dibagian forensik, atau setidaknya mereka memiliki hubungan." Lanjut Rian menjelaskan.

Setelah Rian mengatakan hal tersebut, seketika suasana hening sejenak. Itu dikarenakan Mario yang sedang serius membaca catatan miliknya itu, sedangkan Rian memberi waktu kepada Mario untuk memahami betul-betul catatan miliknya itu.

Tak lama setelah itu, Mario pun selesai membaca catatan milik Rian itu. Setelah selesai membaca, Mario mengambil sebuah korek gas dari laci mejanya, lalu ia pun menyalakan api itu dan membakar lembaran catatan yang Rian tulis semalaman itu, tepat di hadapan Rian langsung.

Melihat hal tersebut, Rian pun seketika langsung terkejut. "Apa yang sebenarnya kau lakukan ?!" Sahut Rian terkejut. Rian benar-benar tak habis pikir, bahwa Mario akan membakar catatan yang telah ia tulis semalaman, dan dengan menguras otaknya, dibakar begitu saja di depan matanya.

Dengan tatapan kosong dan mata yang fokus menatap kertas yang terbakar itu Mario berkata. "Semua hal penting seperti ini harus dimusnahkan segera." Jawab Mario dengan begitu tenangnya. Rian benar-benar kehabisan kata-kata, ia benar-benar tidak mengerti alasan Mario membakar catatannya semudah itu.

Namun Rian tidak bisa apa-apa dan hanya terdiam dengan mulutnya yang terbuka cukup lebar, seraya terpaku melihat Mario yang dengan begitu seramnya memandangi api tersebut.

Api tersebut padam setelah selesai membakar habis kertas berisi catatan Rian itu, lalu Mario pun menatap tajam kearah Rian seraya berkata. "Di dalam dunia mafia, kau tidak boleh memegang bukti atau informasi penting yang bisa membawamu kedalam bahaya terlalu lama, karna banyak orang yang memata-mataimu," ucap Mario memberikan pelajaran penting kepada Rian. "Untuk itu aku membakar catatanmu Rian, karna aku tidak ingin informasi itu bukanya membawa kita kearah yang lebih baik tapi justru nanti malah bisa membawa kita ke situasi yang lebih buruk lagi." Lanjut Mario menjelaskan alasannya membakar catatan Rian.

Akhirnya Rian bisa bernafas lega sejenak, wajah tegangnya berubah kembali menjadi santai. Setelah mendengar itu pun Rian langsung menyenderkan tubuhnya kembali di kursi yang begitu empuk tersebut. "Syukurlah." Sahut Rian seraya memejamkan matanya dan menghelakan nafasnya.

Sepintas terlihat tawa dari Mario, ia sedikit mentertawakan sikap Rian yang begitu khawatir dan panik ketika ia membakar catatannya itu. "Tenang, aku berada dipihakmu kok," sahutnya seraya menahan tawanya itu. "Melalui koneksiku orang dalamku, aku akan mencari informasi mengenai anggota kepolisian dibagian forensik yang memiliki gelagat aneh dan patut dicurigai." Ucap Mario dengan percaya diri mengatakannya kepada Rian.

Rian lalu tersenyum seraya mengucapkan. "Baiklah, terimakasih."