webnovel

Vanilla Lolly

Di gedung SWTV, tepatnya di ruangan Nolan, Rubi mengetuk pintu dan dan memasuki ruangan Nolan. Pakaiannya hari ini benar-benar mini. Mini dress berwarna biru elektrik denga kombinasi warna hitam di bagian tengah, dan menonjolkan belahan dadanya yang dipadukan dengan necklace mutiara berwarna putih.

"Nolan, malam ini aku ingin mencoba makanan Prancis. Altha memberiku sebuah nama resto terkenal di sini, Aimme Resto, suasana di sana begitu romantis. Aku ingin kamu yang menemani aku ke sana." Sapa Rubi sambil menggenggam jemari Nolan yang tengah sibuk menulis di atas dokumen kerjanya.

"Aku sedang tidak tertarik dengan makanan Prancis. Lagipula aku ada acara malam ini." Balas Nolan sambil memindahkan tangan Rubi dari tangannya.

"Mengapa sekarang kamu begitu dingin padaku, Nolan? Tadinya aku pikir kita bisa melanjutkan hubungan kita lebih baik lagi." Rubi mulai mendekatkan bibirnya ke telinga Nolan.

"Tapi aku pikir tidak begitu." Sahut Nolan sambil mendiamkan Rubi yang terus mendorong tubuhnya.

"Mengapa tidak kita coba sekali lagi, hhmmmhh?" Bisik manja Rubi di telinga Nolan.

Nolan mengangkat tangan kanannya dan meletakkan ke leher Rubi. Jemari-jemarinya melingkar di leher jenjang Rubi dan meremasnya. Dengan satu remasan tangan saja Rubi sudah membelalak merasa lehernya sesak tak dapat bernafas. "Jangan membuatku berpikir melakukannya lebih lagi. Atau kamu punya pikihan lain?" Nolan tersenyum dingin dengan seringai yang kejam.

Melihat Rubi dengan wajah memerah karena tertahan nafasnya, Nolan melepaskan remasan tangannya dari leher Rubi. "Lebih baik berpikir ulang sebelum memutuskan mengajakku untuk sekedar makan malam."

Nolan membanting tubuh Rubi ke sofa dengan wajah kesal. Lalu mengencangkan lagi dasi di lehernya. Rubi merasa terhina diperlakukan seperti itu.

"Kamu keterlaluan, Nolan!!! Aku bisa melaporkan kekerasan yang kamu lakukan ini!!!" Teriak Rubi sambil memijat lehernya yang terasa sakit.

Ddiiingg!! Diinggg! Telepon di ruangan Nolan berbunyi dan Nolan mengangkatnya dengan mode loudspeaker.

"Ada apa, Heidi?" Jawab Nolan.

"Nyonya Idlina telah datang dan ingin menemui Anda, Mister." Balas Heidi di telepon.

"Baiklah aku sudah selesai suruh dia masuk!" Balas Nolan sambil menekan tombol off.

"Aku serius akan melaporkan mu!!!" Lanjut Rubi.

Nolan kembali menarik lengan Rubi. Ia meraba bagian paha gadis itu yang tidak tertutup baju dan meremasnya. "Aku juga bisa membuat karirmu berakhir sekarang dan tidak ada stasiun televisi yang mau memakaimu lagi!!!" Seru Nolan dengan senyuman sinis.

"Jika masih sibuk aku akan kembali nanti." Ucap Idlina tiba-tiba begitu memasuki ruangan dan melihat Nolan yang memeluk Rubi.

"Tidak, kamu sudah selesai, iya kan Rubi?" Seringai Nolan menatap Rubi.

Rubi membalas tatapan Nolan dengan wajah jengkel, ia mendengus kesal dan meraih tasnya yang tergeletak di sofa.

"Benarkah urusan kalian sudah selesai, aku kira kamu hanya sendiri di ruanganmu, Nolan" Ucap Idlina sambil membetulkan selendang transparan di bahunya.

"Jangan Khawatir, Rubi akan segera pergi." Sahut Nolan sambil membukakan pintu keluar untuk Rubi.

"Sudah terlalu lama kamu bermain dengan wanita, kamu jadi tidak bisa membedakan mana wanita yang serius dan mana yang hanya bermain-main. Sebaiknya berhentilah menjadi Sugar Dady. Mulai sekarang carilah wanita dengan serius." Saran Idlina begitu Rubi keluar ruangan.

"Akan aku pikirkan nanti, karena aku juga belum yakin kapan tiba saatnya aku akan serius." Jawab Nolan mengalihkan pandangan.

"Saat Darren seusiamu, kami sudah mempunyai satu anak, Nolan." Idlina mengingat masa lalunya.

"Kamu sudah sepantasnya memikirkan pernikahan, Nolan. Jangan menunda lebih lama lagi. Buatlah hidupmu lebih bahagia." Nasehat Idlina dengan penuh kasih sayang.

Idlina paham betul Nolan terbiasa mendengarkan saran-sarannya. Semenjak kehilangan ibunya sejak kecil, Nolan selalu menganggapnya sebagai pengganti ibunya. Begitu pula Idlina yang merindukan sosok anak laki-laki, ia pun sering mencurahkan perhatiannya kepada Nolan saat ada kesempatan.

********

Sementara itu di lantai bawah, Flair bekerja dengan sangat keras, berkoordinasi dengan banyak orang untuk dapat memberikan hasil maksimal untuk kesuksesan acara ulang tahun SWTV yang nantinya akan disiarkan secara langsung di akhir minggu. Flair mengawasi jalannnya pemasangan lightening panggung, mengamati latihan artis-artis turut serta mengisi acara ulang tahun tersebut, berkoordiasi dengan perias, penari latar, koreografer, pengatur layar background panggung, dan juga tetap mengikuti dan mengatur perencanaan proses pembuatan acara-acara televisi yang dilaksanakan di studio besar, menengah dan studio kecil.

Flair yang ramah dan tanggap terhadap bawahan membuat suasana lebih hangat di antara karyawan di SWTV. Mereka sangat nyaman bekerja di bawah naungan Flair sebagai atasan mereka. Bukan seperti saat bekerja di bawah tekanan Hadley. Saat bersama Hadley, pria itu mudah sekali marah jika ada sedikit saja kesalahan. Hadley hanya ingin megetahui semua bisa dilaksanakan dengan sempurna tanpa ingin tahu kesulitan-kesulitan ataupun kendala yang dihadapi karyawannya. Namun saat bekerja bersama Flair, karyawan diijinkan mengungkapkan kesulitannya dan mencari solusinya bersama dan Flair bersedia menampung ide-ide baru yang bisa meningkatkan inovasi perusahaan dalam menciptakan tontonan lebih baik lagi.

Sesekali Nolan turun ke lapangan untuk melihat langsung cara Flair bekerja bersama tim yang sudah disiapkan olehnya. Ia melihat dari kejauhan Flair sangat menikmati pekerjaannya. Nolan mendegar langsung dari para koordinator tim bahwa Flair sepertinya mampu menangani Pagelaran tersebut dengan baik. Bagus, setidaknya bisa dijadikan alasan untuk Flair bekerja di perusahaannya lebih lama. Agar tidak perlu jauh lagi dari Flair dan bisa sesering mungkin melihatnya.

Saat Flair terlihat berdiri sendiri di satu sisi panggung, Nolan mendatanginya.

"Vanilla Lolly, siapa yang menyuruhmu mengundang mereka untuk latihan besok?" Tanya Nolan dengan suara seraknya yang khas.

" Girlband itu sedang populer di kalangan remaja sekarang ini. Gemulai mereka, lagu mereka. Semuanya amazing!!" Seru Flair mengemukakan alasannya.

" Tapi perusahaan telah memilih Boyband ORN, mengapa kamu menggantinya begitu saja?" Tanya Nolan sambil memberhentikan langkah Flair.

"ORN tetap datang, mereka tidak diganti, aku hanya mengganti beberapa penyanyi yang mereka sedang berhalangan karena ada konser di luar negeri. Aku sudah berkoordinasi dengan bagian EO yang menangani mereka."

"Bisa-bisanya kamu melanggar aturan perusahaan mengundang artis dengan sesukamu!!! Jika ada fee dan biaya yang tidak sesuai maka aku akan memotongnya dari gajimu!!!!" Seru Nolan dengan nada tinggi.

" Tatiana, di mana Tatiana?!!!" Teriak Nolan.

" Iya Mister, saya di sini." Tatiana menunjukkan diri sambil menunduk.

"Bagaimana kamu biarkan ini terjadi. Harusnya kamu bisa memberi pertimbangan pada Flair! Sudah Enam tahun kamu bekerja pad Hadley!!!" Tatiana hanya diam karena bingung di mana letak kesalahan pemilihan artis tersebut.

"Di sini kamu harusnya menuruti aku!!! Keluarkan mereka dari acara, atau kamu yang akan keluar!!!!" Lanjut Nolan dengan nada suara lebih tinggi,

" Bukan dia yang harus disalahkan, aku yang memutuskanya!!!" Flair tidak terima dengan ketidakadilan Nolan pada Tatiana.

Sengaja dimarahi di depan banyak orang, wajah Flair merah padam. Ia lebih merasakan malu dari pada marah oleh teriakan Nolan di tempat itu.

"Sudah ku bilang aku tidak mungkin mampu melaksanakan tugas ini. Mengapa kamu masih memberi kesempatan?" Suara Flair melemah merasa malu.

"Jika bukan kamu yang memaksa aku tidak akan menerimamu!!!" Nolan mengeraskan suaranya.

"Okay!!!! Baiklah!!!" Flair menyerahkan buku catatannya pada Nolan. "Aku menyerah, Mister!!! Mulai hari ini aku berhenti!!!"

Flair mengepalkan tangan merasa marah dipermalukan seperti ini. Untuk apa menawarinya bekerja jika hanya untuk dipermalukan seperti ini? Hanya dipermainkan setiap pagi. Pekerjaan apa ini? Ini adalah neraka. Flair berlari ke pintu keluar.

Di pintu keluar Flair melihat lampu sorot dari atas sedang menyoroti Allsha, Alegra, Daisi, Jaquine dan anggota yang paling disukai Flair yaitu Fabiola. Mereka memasuki ruang pagelaran dari arah pintu yang dituju oleh Flair.

"Oh my God, Oh my God!!!! Vanilla Lolly!!!!!" Flair histeris melihat girlband idolanya ada di depannya.

"Happy birthday to youu.... Happy birthday to youuuu... Happy Birthday... Happy birthday... Happy Special day for Flairnee....!" Secara bergantian anggota girlband Vanilla Lolly beracapela bernyanyi di atas panggung dengan lampu sorot ke arah mereka.

Heidi datang dengan membawa sebuah kue tart dengan hiasan coklat beku berwarna pink dan cokelat di atasnya. Dan lilin dengan angka dua puluh dua yang menyala dan siap ditiup.

" Selamat ulang tahun Nona Flair, Vanilla Lolly adalah girlband favoritmu bukan? Mereka sengaja diundang untukmu hari ini tepat dengan hari ultahmu." Tatiana membawakan tissu sambil memberi semangat.

Air mata haru keluar deras dari mata Flair. Semua karyawan bersenang hati mengucapkan selamat kepadanya. Dilihatnya Nolan dari jauh sedang berdiri bersama Idlina dan hanya tersenyum padanya dan berlalu pergi menuju ruang kerjanya. Terima kasih Nolan. Ujar Flair dalam hati.

.

*) Jangan lupa Follow IG : MyAzra_Tyas

untuk tahu judul Novel saya yang lain

,

Next chapter