webnovel

TWIN’S PET

The Twins’ Pet (HIATUS) G: Fantasi Dark Romance. Dilarang mengcopy paste tulisan ini dalam bentuk apa pun!!! Tindakan plagiatan akan saya proses secara hukum. SINOPSIS: ========== Vol 1. Crescent Moon Perasaan yang dalam. Ikatan yang kuat. Cinta yang manis. Pengorbanan yang tulus. Membuat ketiganya bisa mengatasi tiap rintangan dalam kehidupan yang tidak masuk diakal ini. Saat gairah cinta yang menggebu melilit penuh harmoni bersamaan dengan nafsu yang membuncah. Kekuatan itu hadir, memenuhi jiwa, memenuhi tiap-tiap pembuluh darah dengan ledakkan adrenalin. “My soul will rise in your embrance,” ucap Sadewa saat memandang iris mata Liffi dengan penuh hasrat. “Sadewa,” lirih Liffi. “For I’m yours, and you’re mine!!” bisik Nakula penuh gairah, desah napas terasa hangat pada daun telinga Liffi. “Nakula,” desah Liffi. Black and White. Fresia and Hibicus Musk and Vanilla Fresh and Sweet “Mana yang kau pilih, Liffi?” Ikatan cinta yang kuat membuat Liffi enggan untuk memilih salah satu di antara keduanya. Lantas siapakah yang Liffi pilih? Nakula yang garang, liar, dan penuh kekuatan? Atau ... Sadewa yang pintar, dingin, dan penuh wibawa? Hanya sebuah kisah cinta biasa, namun bisa membuatmu merasa luar biasa.—BELLEAME. This cover novel is not mine. If the artist want to remove it, please DM, I’ll remove it. Terima kasih. Selamat membaca, Belle Ame.

BELLEAME · Fantasy
Not enough ratings
389 Chs

STOP, NAKU!!

Nakula mengikuti Sadewa yang baru saja keluar dari mansion keluarga West. Entah kenapa Nakula begitu takut dengan kenyataan yang bisa saja ia temukan. Nakula sampai saat ini masih berharap bahwa pikirannya salah. Bahwa Liffi bukanlah mate dari kembarannya sendiri.

Nakula menginjak pedal gasnya, sedikit menjaga jarak dari mobil Sadewa agar tidak membuat pria itu curiga. Kemana tujuan Sadewa? Ia sepertinya tidak pergi ke kantor pagi ini. Bahkan tak ada yang mendampinginya seperti biasa. Gerry dan Emily tak terlihat di sisi Sadewa.

Tak lama mobil membawa Sadewa ke sebuah apartemen yang tak jauh dari kampus Liffi. Kompleks apartemen mewah. Nakula semakin curiga, benarkah Sadewa datang menemui Liffi. Bolehkan ia berharap bahwa wanita lain lah yang berada di belakang sana?

Namun harapan Nakula langsung pupus saat melihat siapa wanita yang menunggu Sadewa di lobby apartemen. Gadis itu membawa banyak barang dan Sadewa membantunya. Sadewa bahkan sempat mengecup pipi gadis itu dan membukakan pintu mobil untuknya.

"Liffi?" lirih Nakula. Matanya mulai berair, dadanya bergemuruh, sesak sekali. Membuat debaran jantung yang tadinya tenang melaju tak terkendali.

ooooOoooo

"Apa kau masih mual dan muntah? Wajahmu masih terlihat pucat." tanya Sadewa.

"Tidak, hanya sesekali saja saat stress. Untunglah semua tugasku sudah selesai!! Setelah ini aku akan tidur seharian penuh, Sadewa!! Aku akan bersantai di hari liburku." Liffi tersenyum manis.

"Baguslah," ucap Sadewa sambil mengelus pucuk kepala Liffi.

"Terima kasih sudah mengantarkanku ke kampus pagi ini, Sadewa."

"Sungguhkah kau tidak mau membicarakannya baik-baik dengan Naku, Liffi? Kau bisa menjelaskan apa yang terjadi pada kita, aku akan menemanimu. Tidak baik bila terus menghindar. Mau sampai kapan kau hidup dalam bayang-bayang ketakutan dan kabur dari kenyataan seperti ini?" tutur Sadewa.

"Aku hanya belum siap, Sadewa." Liffi menutup mata, merasakan lagi hatinya yang berdenyut perih. Rasa sakit yang di dapat dari pengkhianatan Nakula masih terus mengiris-iris hatinya. Mana mungkin dia bisa bertemu dengan Nakula dalam keadaan seperti ini?

"Baiklah, kapan pun kau siap, aku akan mendampingimu." Sadewa memarkirkan mobilnya tak jauh dari area fakultas arsitektur.

"Aku masih harus konsultasi dengan dosen. Kau bisa pulang dulu Sadewa, pekerjaanmu pasti menumpuk. Lagi pula aku bisa pulang sendiri."

"Tidak, aku akan menyuruh Emily menjemputmu. Ia akan menemanimu sampai aku pulang dari kantor. Malam ini aku akan menginap." Sadewa tersenyum, ia mengelus pucuk kepala Liffi dan mencium bibirnya.

Nakula semakin geram melihat adegan itu. Hatinya terbakar rasa cemburu, ingin rasanya keluar dan menghadang Sadewa. Namun akal sehat Nakula tidak mengizinkannya. Ia ingin mendengar penuturan langsung dari bibir kekasihnya itu sebelum menimbulkan perkelahian dengan saudaranya sendiri.

"Kenapa, Liffi? Kenapa?!" Nakula menjerit di dalam mobilnya.

Tak lama mobil Sadewa meninggalkan kompleks kampus. Liffi juga sudah tidak terlihat, gadis itu pasti masuk ke dalam gedung dan menyusun tugas-tugas prakteknya.

"Apa yang harus aku lakukan??" Nakula menatap nanar ke luar jendela mobil.

Nakula menunggu cukup lama, bergulat dengan hatinya sendiri. Setelah menemukan Liffi, justru keberaniannya menghilang. Nakula sebenarnya juga sadar, bahwa terbangun di sisi Jane tanpa selehai benang pun adalah sebuah bentuk pengkhianatan. Meski Nakula melakukannya tanpa sadar karena terbius pekatnya aroma fresia pada tubuh Jane. Nakula tak bisa menghentikan nalurinya, tak bisa menghentikan hasrat dan gairahnya.

Nakula juga mencoba menata hatinya agar tidak terlalu meledak-ledak saat berbicara dengan Liffi. Nakula juga sadar bahwa amarahnya pasti meledak bila mengingat kebenaran bahwa Liffi berhasil merubah wujud sejati Sadewa dan menjadi matenya.

"Ini tidak adil!! Tidak adil!!" Nakula menggebrak setir mobilnya, ia hampir menangis, namun menahannya. Kegelisahan yang begitu membelit hatinya membuat Nakula semakin menggila. Sadewa selalu mendapatkan apapun yang ia mau, Sadewa selalu mendapatkan segalanya, kasih sayang orang tua, perusahaan, dan juga menjadi penerus sang alpha. Bahkan kini Sadewa juga mendapatkan Liffi. Tak bisakah Sadewa mengalah untuk satu hal itu saja? Tak bisakan Sadewa memberikan Liffi padanya?

"Liffi!!" Nakula melihat gadis itu keluar dari dalam gedung fakultasnya. Sebuah mobil kembali untuk menjemput Liffi. Cepat-cepat Nakula beranjak keluar dari mobilnya, takut Liffi kembali menghilang.

"Silahkan, Nona Liffi." Emily keluar dan membukankan pintu mobil untuk Liffi. Gadis itu mengangguk sambil tersenyum, ia masuk ke dalam mobil.

GLEGAR!!! BREESSS!!!

Bunyi guruh dan hujan deras menyusul.

"LIFFI!!" teriakan Nakula tertelan gemuruh petir yang baru saja terdengar, kemudian di susul oleh hujan. Mengguyur Nakula yang terdiam saat mobil sudah berjalan menjauh.

"Shit!!" Nakula kembali pada mobil sport hitam miliknya dan melaju mengejar mobil Emily.

Hujan semakin deras, Liffi terlihat sedang menengadah ke angkasa dari jendela mobil. Padahal pagi tadi langit masih terlihat cerah, siang ini langit begitu gelap dan mencekam. Ditambah dengan bunyi gemuruh petir dan juga keclapan kilat membuat Liffi mengeryitkan alisnya.

"Kenapa tiba-tiba cuacanya berubah?" lirih Liffi.

"Bersyukurlah, Nona. Anda sudah di dalam mobil, kalau terlambat sebentar saja Anda pasti akan kehujanan," ucap Emily.

"Yah, kau be— ach!!" Liffi terpekik.

CIIITTTT!!!

Rem mobil mengerem dalam. Emily dan Liffi terpental, beruntung sabuk pengaman menyelamatkan mereka dari antukan.

"Apa-apaan kau, Gerry!! Kenapa mengerem sedalam itu?!" Emily melotot galak ke arah rekannya yang dari tadi fokus mengemudi.

"Ada mobil yang memotong jalan, dia berhenti di depan kita!!" Gerry menunjuk ke arah mobil sport hitam yang menghentikan mobil mereka.

"Nakula?" Emily menyipitkan mata, ia mengenali sosok pria yang turun dari dalam mobil.

"Naku??" Liffi terperangah, ia juga mengenali siapa pria berambut merah itu.

"Liffi, keluarlah! Ayo kita bicara!!" Nakula mengetuk mobil, Liffi bergeleng. Keringat dingin mulai merembes dari pelipisnya yang berdenyut.

Nakula dengan mudah menarik pintu mobil dan membukanya paksa. Alaram berbunyi di tengah hujan deras. Tangan Nakula yang basah karena air hujan terasa dingin saat menyentuh pergelangan tangan Liffi.

"Ach!! Lepaskan, Naku!!"

"Ayo kita bicara!!"

"Tidak, ah!! Sakit!!" Pekik Liffi kesakitan.

"Ayo ikut aku, Liffi!! Kita harus bicara!!" Nakula menatap Liffi dengan mata nanar, penuh luapan emosi karena Liffi menolak ajakannya untuk berbicara.

"Ach!! Sakit!!" Liffi meringis.

"Hei!! Jangan ganggu Nona Liffi!!" Emily dan Gerry keluar dari dalam mobil. Nakula terpaksa melepaskan cengkramannya pada tangan Liffi.

"Kalian diam saja kalau tidak mau terluka!!" Nakula mengancam kedua pengikut Sadewa itu. Aura kemarahan Nakula membuat Emily dan Gerry sedikit bergeming. Bulu kuduk mereka berdiri mendengar ancaman Nakula. Tapi sebagai bagian dari pack West, ia hanya menuruti permintaan pemimpin mereka.

"Kami tak akan membiarkanmu membawa Nona Liffi, Naku." Emily memanjangkan kuku cakarnya, begitu pula Gerry.

"Baiklah kalau itu mau kalian!" Naku juga memanjangkan kukunya.

Hujan deras membuat jarak pandang menyempit. Beberapa mobil memilih untuk tidak melanjutkan perjalanan, mengisinya dengan makan siang sembari menunggu hujan reda. Jalanan mulai tampak legang, bersisa satu dua mobil saja, tak akan ada yang tahu bahkan bila mereka bertarung.

Gerry melancarkan serangan pertamanya, Nakula melingsut dengan mudah. Baik Gerry maupun Emily bukan lawan Nakula. Beta-beta ayahnya itu terbiasa mengikuti Sadewa sebagai assisten dan sekretris. Mereka tak pernah melalui pertarungan-pertarungan sengit seperti Nakula atau Sadewa.

"Cih, kalian benar-benar menggangguku!" Nakula mencabik dada Gerry, ia langsung melingsut saat Emily balas menyerangnya dengan cabikan yang tak kalah cepat. Kecepatan Nakula jauh melebihi serangan Emily, ia bisa menghindar tanpa kesusahan. Dan mencabik lengan Emily sampai wanita itu menjerit kesakitan.

"Cuma seginikah kemampuan beta di pack West?? Aku bahkan tidak mengeluarkan tenagaku" Nakula menghina mereka.

"Diam! Jangan banyak bicara?" Gerry mencoba mencabik Nakula, gerakannya lincah dan gesit, Namun Nakula juga begitu. Dengan mudah adu tinju itu dimenangkan oleh Nakula. Gerry hanya menjadi bulan-bulannan serangan Nakula dengan mudah. Daran menciprat kemana-mana, menodai pakaian Gerry dan kuku tajam Nakula.

"Sialan!!" Emily meloncat untuk melerai keduanya. Memberi jeda agar Gerry bisa menyembuhkan diri.

"Kau tidak apa?" Emily membantu Gerry berdiri. Gerry mengangguk dan mulai menyembuhkan diri.

"Hiya!!" Gerry menyerang Nakula dengan segenap kekuatannya. Nakula menahan pukulan Gerry hanya dengan satu tangan dan menghempaskannya. Gerry terpukul mundur beberapa langkah ke belakang.

"Apa Sadewa tidak mengajarimu bertarung?? Bukankah kau juga seorang warrior, Gerry?" Nakula terus melancarkan serangan-serangan, sementara Gerry merubah posisi untuk bertahan, Emily meloncat hendak menyerang Nakula dari sisi belakang.

Menyebalkan!! Batin Nakula.

GRAP!!

Nakula menangkap leher Emily, wanita itu tercekik.

"Sialan!! Lepaskan dia!!" Gerry bangkit, meludahkan darah dari mulutnya.

Mereka bertiga bersitegang tanpa bisa merubah diri. Takut para manusia akan melihat wujud asli mereka.

"Baiklah kalau itu maumu!" Nakula melemparkan tubuh Emily pada Gerry. Keduanya terpental menabrak mobil sampai body mobil itu rengsek.

Liffi ketakutan, ia menutup matanya saat Nakula menghajar Gerry dan Emily dengan mudah. Liffi tak pernah menyangka, dibalik sikap serampangan dan periang, Nakula benar-benar adalah werewolf yang kejam.

"Siapa dulu yang mau mati?" Nakula memanjangkan kukunya lebih panjang. Cukup panjang untuk masuk ke dalam dada dan merenggut jantung mereka dalam sekali koyakkan.

"Jangan sakiti Nona Liffi!! Kau akan menyesal karenanya!!" Emily menggeram marah, dengan tubuh lemas dan lunglai ia bangkit, bersiap menerima serangan Nakula.

Nakula sudah mengambil ancang-ancang untuk membunuh Emily.

"TIDAK!! STOP, NAKU!!" teriakan Liffi membuat Nakula menghentikan langkahnya.

"Stop, Naku!! Hentikan! Aku akan ikut bersamamu. Aku akan berbicara denganmu. Tolong lepaskan mereka!! Mereka tidak bersalah. Aku yang bersalah karena meninggalkanmu." Liffi terisak, ia memeluk Nakula dari belakang, menghentikan aksi Nakula menyakiti Emily dan Gerry.

"Nona Liffi jangan!!" Emily memohon agar Liffi tidak ikut dengan Nakula.

"Lepaskan, Nona Liffi, Naku. Kau tahu dia mate Sadewa, bukan matemu." Gerry mencoba bangkit, tapi Nakula menendangnya keras.

"Diam kau!!" Bentak Nakula.

"Naku!! Lepaskan mereka!!" Liffi menjerit.

"Baiklah, akan aku lepaskan. Ayo ikut!" Nakula dengan kasar menarik pergelangan tangan Liffi dan menyeret gadis itu masuk ke dalam mobilnya.

Banyak yang ingin Nakula tanyakan, banyak yang ingin Nakula tahu. Namun sesungguhnya, hanya sedikit yang ingin Nakula dengar. Bahwa semua pertanyaan itu salah, semua fakta yang terlihat oleh matanya itu salah, semua salah. Sadewa bukan mate Liffi, bukan.

Yah, hanya itu yang ingin Nakula dengar.

Namun, hatinya tak lagi bisa berpikir rasional saat Liffi mengatakan.

"Semuanya benar, Naku. Kau yang salah! Sadewa benar adalah mateku. Dan aku sudah memilih untuk bersamanya."

Bagaikan petir yang menyambar-nyambar di langit kala itu. Begitu pula hati Nakula, bergemuruh dengan hebat.

oooooOooooo

Kasihan Nakula, nyesek my man.

Hiksss...

Jangan lupa vote ya Belle 💋💋💋💋