Nakula melewati beberapa gedung bertingkat, mulai dari office rent sampai apartemen mewah. Ia terhenti di sebuah persimpangan besar, manusia-manusia masih beraktifitas seperti biasa. Berjalan menyebrangi jalan dengan teratur. Hilir mudik sesuai tujuan masing-masing, mengobrol dan tertawa. Beberapa toko terlihat mulai menutup hari mereka.
Bahu Nakula naik turun saat mengatur napasnya yang berat. Ia berlari cukup jauh dengan kekuatan ekstra.
"Aku harusnya naik mobil saja," gerutu Nakula sebal.
Di mana makhluk itu? Nakula fokus mencari keberadaan serigala itu dengan instingnya.
Bukannya mendapati serigala palsu itu, instingnya justru menangkap sesuatu yang berbeda. Dua orang werewolf dengan kekuatan yang cukup mengerikan memandangnya dari kejauhan. Berdiri di atas rooftop mall. Seakan menilai dan mengamati apa yang akan terjadi.
Aura mereka berbeda dari si nenek monster, tapi keduanya juga pasti punya kekuatan yang besar. Nakula menggenggam lebih erat anak panah yang dari tadi masih digenggamnya.
"Dia belum mucul?" tanya Zennith pada Addair, wanita itu buta, jadi tak bisa melihat keberadaan Elroy, manusia serigala yang dibuatnya kemarin malam.
"Belum, tapi aku sudah bisa merasakannya. Kedatangan anakku tercinta." Addair menatap monitor tablet. Ia hendak mencatatat kemajuan dari uji coba mereka kali ini.
"Harusnya lebih baik, karena aku memilih yang punya hati paling jahat, ambisi yang kuat." Zennith melangkah dengan bantuan tongkat, mendekati tepian atap.
"Hati-hati, Zen. Kau bisa terjatuh." Addair memutar bola matanya, sebagai seorang wanita buta, ada baiknya Zennith menunggu dengan tenang. Salah Addair juga, kenapa mengajak Zennith alih-alih matenya?
"Aku merasakan aura serigala yang kuat, apa dia Nakula? Yang diceritakan Laila tempo hari?" Zennith bertanya.
"Benar, Nakula, anak dari Gin West." Addair duduk, ia juga membantu Zennith duduk pada tepi atap. Ketinggian lima lantai ada di bawah mereka saat ini.
"Auranya berbeda," lirih Zennith.
"Apa maksudmu? Bagiku sama saja." Addair menatap lamat Nakula, tak ada yang berbeda.
Zennith menajamkan instingnya. Sebagai serigala yang buta, wanita ini terbiasa membaca pergerakan lawan bertarungnya dari aura mereka. Dari suara dan bahkan tiap desiran angin yang ikut terhembus dari tiap gerakan tubuh lawannya. Zennith bisa merasakan aura lebih tajam di bandingkan serigala lainnya.
"Meski samar, auranya mirip dengan milik Ali." Zennith bergumam.
"Kau merancau, Zen. Ali berada di laboratoriumku saat ini. Dia masih hidup. Moon Goddess tak mungkin memilih penerus True Alpha." Addair bergeleng, ia sendiri yang menjaga Aliando tetap hidup sampai saat ini.
"Kau benar, Adda, mungkin hanya perasaanku. Sudah lama aku tak bertarung." Zennith tersenyum.
Bersamaan dengan menghilangnya senyum di wajah Zennith, Elroy muncul dari balik jalanan sempit. Ia langsung berlari membabi buta ke arah kerumunan manusia. Nakula terbelalak, padahal ia baru saja menangkap aura serigala itu dan ia sudah melesat maju sampai di depan Nakula, cepat sekali serigala itu.
Cakar-cakar tajamnya merengkuh apa saja yang ia bisa. Tong-tong sampah terbelah, mobil-mobil tergores kuku Elroy sampai berlubang. Manusia-manusia yang tadinya tenang langsung menjerit ketakutan. Menatap nanar dengan makhluk buas besar yang berdiri dengan gagahnya. Matanya mengkilat, bahunya lebar dan bungkuk, moncongnya yang bertaring terus mengeluarkan air liur, dan sekujur tubuhnya berbulu, warnanya abu seperti abu bekas pembakaran arang.
Nakula mulai kebingungan, bagaimana cara menyembunyikan monster sebesar ini dari publik, bagaimana caranya bertarung di tengah banyak orang?
"Si—apha...? Kha ... tak..kan siapha?!" Dengan terbata-bata Elroy merancau. Nakula terlihat kaget, monster itu sekarang bisa bicara? Tak lagi hanya menggeram dan marah-marah.
"Kau bisa bicara?" Nakula mendekati monster itu dengan tenang.
"Ke ... napha!!! Ke ... napha!!" jeritnya pilu, ia melihat tubuhnya berubah menjadi mengerikan, tentu saja ia bertanya-tanya alasan perubahan wujudnya. Apa tujuan mereka semua merubahnya menjadi monster mengerikan ini?
"Easy!! Aku juga ingin bertanya hal yang sama padamu! Kenapa kau bisa berubah? Siapa yang merubahmu??" Nakula semakin mendekat.
Saat fokus Nakula berhenti pada pria itu, tiba-tiba saja tiga buah anak panah melesat ke arahnya, Nakula meloncat tinggi-tinggi. Satu anak panah mengenai lengan kanan Elroy, yang dua lusut. Elroy merasakan kesakitan yang teramat sangat, insting bertahan hidupnya kembali muncul. Ia langsung membabi buta, mengores apa saja dengan kukunya yang tajam.
"Shit!!" umpat Nakula, serangga pengganggu itu muncul kembali.
Para manusia berlarian karena takut. Beberapa dari mereka langsung menghubungi pihak yang berwajib. Nakula sudah tak punya waktu, ia harus menyelesaikan semua pertandingan ini sekaligus agar tak memancing kerusuhan yang lebih besar.
CRANG!!
Muncul mata pisau pada ujung busur milik Gilang. Pria itu berlari cepat, meliuk lincah menghindari sisa puing kekacauan yang ditinggalkan Elroy. Ia melesat, meloncat dengan tumpuan kotak sampah dan menebaskan busurnya kepada Nakula. Nakula menangkisnya dengan anak panah. Tenaga Gilang terbilang cukup besar.
"Siapa kau? Kenapa mengincarku?" tanya Nakula.
"Kau tak perlu tahu siapa aku." Gilang menarik senjatanya, menebaskan lagi ke arah perut Nakula. Nakula melompat, namun bajunya sobek, mata pisau hanya merobek baju tidak sampai ke kulit Nakula. Bisa gawat bila hal itu terjadi karena sudah pasti ada racun wolfsbane pada mata pisaunya.
Saat Nakula melompat, Elroy mencakar punggungnya, serigala jadi-jadian itu ikut menyerang Nakula. Luka Nakula cukup dalam, tapi menutup dengan cepat. Sisa kekuatan yang diberikan Liffi semalam nampaknya masih bergejolak di dalam tubuh Nakula saat ini.
"Brengsek!! Apa kau bodoh? Dia yang menembakkan anak panah, kenapa malah aku yang kau serang?!" umpat Nakula.
"GROWL!!" Elroy tak peduli, ia terus menghujam Nakula dengan serangan-serangan mematikan. Insting bertahan hidupnya jauh lebih kuat dari pada akal sehatnya.
Belum sempat meladeni serigala itu, Gilang telah melepaskan dua buah anak panah. Nakula kembali berkelit, satu menggores betis dan yang satu kembali lusut.
"Damn it!!" umpat Gilang, serangannya lagi-lagi lusut.
"Manusia brengsek!" Nakula mengeluarkan cakarnya dan hendak mencakar Gilang. Namun Gilang bergeser ke samping. Secepat kilat ia mengayunkan mata pisau pada ujung busurnya, hendak menebas Nakula.
Nakula berjengit, ia merubah serangannya menjadi tendangan. Mata pisau itu menebas sol sepatu Nakula. Nakula menjadikan serangan Gilang sebagai tumpuan untuk meloncat kembali ke belakang. Sepatunya rusak, Nakula terpaksa membuang kedua alas kaki itu.
"Kau takut? Kenapa terus menghindar?" Gilang terlihat meremehkan Nakula, amarah Nakula terpicu, ia hendak berubah menjadi manusia serigala. Namun tiba-tiba sebuah tangan kokoh menahannya.
"Tidak sampai aku membersihkan area ini dari pandangan para manusia itu, Naku!"
"Sadewa?!" Mata Nakula berkilat menatap heran pada kembarannya. Sadewa tengah berdiri di sampingnya dengan tenang.
"Ah, tak ku sangka kalian akan muncul bersamaan." Gilang melihat dua targetnya berkumpul menjadi satu.
"Jangan bunuh serigala jadi-jadian itu, Naku. Kita butuh ia hidup-hidup untuk mengorek informasi." Sadewa masih menahan lengan Nakula. Ia mengesampingkan rasa cemburunya demi kelangsungan pack.
"Wah, muncul satu orang lagi serigala kuat." Zennith merasakan aura Sadewa.
"Benar, mereka kembar. Jadi Gin punya anak kembar. Pantas saja kita bingung dengan keduanya." Addair terkikih. Zennith mengangguk.
"Ayo kita kembali, Zen. Aku sudah mendapat data yang kubutuhkan." Addair menarik Zennith.
"Tunggu, Adda. Aku ingin melihat mereka bertarung, jadilah mataku." Zennith kembali duduk, Addair menghela napas dan juga kembali duduk.
"Dua lawan dua. Sepertinya menarik." Addair meletakkan tablet pintarnya dan mulai bercerita.
ooooOoooo
Hallo, Bellecious
Jangan lupa vote ya 💋💋
Tinggalkan jejak kalian dan beri semangat untuk Belle ♥️
Follow IG untuk keep in touch @dee.meliana