webnovel

Menginap di Hotel

"Aku akan membayar tiga kali lipat gaji pertamamu untuk membeli pakaian bagus dan ingat, beli pakaian bernuansa feminim seperti ini. Aku tidak suka kamu memakai celana panjang seperti tadi," ungkap Raymond seraya melemparkan secarik kertas yang sejak tadi ia tulis. "Sepuluh juta sudah cukup untuk membeli beberapa pakaian untukmu, 'kan? Ambillah cek ini." Raymond dengan sombongnya mulai tersenyum menatap wajah terperangah Divya.

Divya masih pada perasaan berwaspada. Bisa saja ungkapan tadi merupakan sebuah jebakan untuk dirinya. Ia kembali menatap wajah Raymond dan cek yang ada di atas meja. Ingin menolak, tetapi ia juga sangat tergiur dengan jumlah dari cek tersebut.

"Terima kasih atas kebaikan hati Anda, Pak. Sebenarnya tidak perlu seperti ini, Pak. Saya menjadi tidak enak hati." Divya masih dalam ekspresi canggung.

"Kamu tidak mau mengambil cek itu? Atau mau aku ambil kembali?" sentak Raymond ingin menggertak Divya.

Divya langsung mengambil cek tersebut. "Akan saya ambil karena Bapak begitu memaksa saya," ungkapnya sembari  tersenyum canggung.

Sore itu, Divya sukses mendampingi Raymond sebagai sekretaris. Meeting berjalan dengan lancar dan Divya juga mendapatkan gift dari perusahaan asing karena salut melihat kecerdasan Divya dalam mempresentasikan segalanya. Raymond juga sedikit berbangga hati kepada sekretaris barunya itu. Pilihan Luke memang tidak pernah salah, itulah yang ada di pikiran Raymond.

Selesai meeting, Raymond pun mengajak sekretaris menawannya untuk sejenak merehatkan tubuh di dalam sebuah restoran mewah. Ini juga pertama kalinya Divya pergi ke tempat seperti itu. Meskipun begitu, ia masih tetap terlihat keren dan dingin. Anehnya, Raymond malah memesan satu ruangan VIP untuk mereka berdua.

Tilikkan netra Divya langsung tertuju pada rok ketatnya. Ia pun segera menurunkan busananya sampai mendekati dengkul. Setelah masuk ke dalam ruangan tersebut. Divya segera menutup separuh pahanya yang sudah terekspos secara bebas. Raymond langsung tersenyum melihat kesigapan sang sekretarisnya.

"Bapak mau pesan makanan apa?" tanya Divya merasa canggung.

Raymond tidak menjawab pertanyaannya. Pria itu malah sibuk membolak-balikkan menu makanan yang ada di tangannya. Ketika pelayan wanita datang, ia segera memesan semua makanan yang berlemak dan memesan minuman beralkohol. Divya sontak menelan salivanya dengan berat. Ia menjadi sangat cemas setelah mendengar pesanan atasannya itu.

"Dia kenapa memesan minuman beralkohol? Apakah dia akan berperilaku buruk kepada setiap sekretarisnya? Hah, benarkah? Argh, kenapa otakku menjadi kacau seperti ini? Aduh, bagaimana ini? Bagaimana kalau kegadisanku direnggut paksa olehnya karena mabuk? Aku tidak mau masuk ke dalam kisah cerita novel yang sering aku baca setiap hari," gerutu Divya di dalam hatinya.

"Kenapa kamu menatap wajahku seperti itu? Kamu tidak mau memesan makanan?" tanya Raymond seraya menanjakkan satu alis tebalnya.

Divya langsung tersentak dan segera memesan makanannya. Tiga jam berada di dalam ruangan, Divya merasa sangat gerah. Tentu saja dia merasakan hal seperti itu. Raymond dengan sengaja membuka beberapa kancing kemejanya. Dan kini ia juga sudah setengah mabuk.

"Aduh, bagaimana ini? Raymond sudah mabuk berat. Aku tidak mungkin membawanya pulang dalam keadaan seperti itu. Aku tidak bisa mengendarai mobil," batim Divya merasa kelimpungan. "Sudah jam sebelas malam. Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Restoran ini juga akan segera ditutup," lanjutnya. "Pak Raymond, sudah cukup minumnya, ya. Kamu sudah terlalu mabuk. Saya tidak bisa mengendarai mobil, Pak. Bagaimana kita bisa pulang dari sini?" tanya Divya merasa sangat khawatir.

Raymond sengaja memberatkan suaranya. "Ah, kamu ini bagaimana! Kita menginap di hotel saja!"

"Apa? Menginap di hotel? Argh, aku tidak mau menginap bersama dengan dirinya," gerutu Divya di dalam benaknya. "Pak, hotel mana yang akan kita kunjungi malam ini? Saya sama sekali tidak tahu selera Anda untuk—"

Raymond segera memotong ucapan sekretarisnya. "Di atas restoran ini ada hotel. Kita memesan satu kamar VIP di tempat ini saja."

"Apa? Sa–satu kamar? Benar saja dugaanku sejak tadi. Dia ini sepertinya memang sengaja ingin menodaiku!" pikir Divya merasa kesal.

Tanpa banyak membantah Divya langsung beranjak dari sana. Ia pun segera pergi mencari orang untuk membantunya membawa tubuh pria tersebut. Setelah sampai di meja resepsionis, Divya tanpa sengaja mendengar suara ponsel Raymond. Ia tanpa berpikir panjang pun langsung mengambil ponsel atasannya.

"Pak, tolong bantu saya untuk meletakan tubuh atasan saya pada sofa itu!" titah Divya pada pelayan lelaki yang sejak tadi membantunya. "Maaf, Pak Raymond. Saya tidak bermaksud lancang menyentuh barang pribadi Anda. Saya hanya ingin memeriksa siapa yang sudah menghubungi Anda," ungkap Divya seraya menundukkan separuh badannya.

Raymond langsung berkata di dalam hatinya, "Wanita ini sangat patuh dan sopan. Hm, aku mau lihat bagaimana ke depannya. Tampaknya ia sedikit tergiur tidur bersama denganku di dalam hotel."

Divya merasa sangat bersyukur karena ia mendapatkan panggilan dari Devan, teman bisnis atasannya. Ia pun segera pergi dari hadapan Raymond untuk berbicara dengan pria itu.  Raymond pun sedikit merasa penasaran dengan pembicaraan mereka berdua. Tidak lama kemudian, Divya kembali berjalan mendekatinya.

"Permisi, Nyonya. Ini kunci kamarnya," ucap wanita yang sejak tadi menunggu kehadiran Divya.

"Oke, terima kasih banyak," sahut Divya. 

Kedua netra Divya kembali menatap wajah atasannya yang sudah tidak berdaya tergeletak di atas sofa. Ia juga merasa sangat lelah dan kedua matanya sudah tidak sanggup untuk diajak melihat. Namun, ia kembali teringat ada tanggung jawab yang harus ia jaga dan pastikan dalam keadaan selamat sampai di kamar hotel. Ia langsung berdiri setelah melihat ada seorang pria tampan berjalan mendekatinya.

"Selamat malam, Pak. Perkenalkan saya Divya, sekretaris Pak Raymond. Maaf sudah merepotkan Anda," ucap Divya merasa tersanjung melihat ketersediaan pria itu.

"Malam, ada apa dengan Raymond?" tanya Devan.

"Pak Raymond mabuk berat, Pak. Tadi kami sempat makan bersama di restoran yang ada di bawah lantai ini. Hm, bisakah Anda membantu saya membawa tubuh Pak Raymond ke kamar hotel?" Divya sedikit tersenyum menatap wajah Devan.

"Tentu saja," jawab pria itu dengan cepat.

Devan hanya bisa tersenyum ketika berada di dalam lift. Ia sudah tahu kalau Raymond sedang bersandiwara. Karena yang ia tahu Raymond sangat ahli dalam meminum minuman beralkohol. Raymond tidak mungkin mabuk dengan meneguk beberapa gelas saja.

Setelah sampai di depan kamar hotel. Divya langsung memberikan akses masuk ke dalam sana. Ia juga mengatakan kepada Devan untuk memastikan Raymond tidur di dalam kamar dengan aman. Sungguh terperangahnya Raymond setelah mendengar ucapan  sekretarisnya.

"Kenapa tidak kamu sendiri yang mengantar Raymond ke dalam sana?" tanya Devan merasa penasaran.

"Maaf, Pak. Ranah saya hanya sampai pada titik ini. Sangat tidak sopan mengantar atasan pria ke dalam kamar hotel. Saya juga wanita baik-baik dan masih virgin juga. Jadi, saya tidak ingin hal-hal buruk menimpa saya. Maaf, karena sudah merepotkan Anda," ungkap Divya seraya kembali menundukkan kepalanya.

"Wanita yang unik, polos, lugu, dan sangat berbeda dari wanita yang lainnya," ungkap Devan merasa kagum. "Oke, bagaimana jika Raymond marah atas perbuatanmu ini?"

"Saya akan terima konsekuensinya, Pak. Permisi, Pak. Saya harus segera pulang. Hari sudah semakin larut. Takutnya saya tidak bisa pulang karena sudah tidak ada transportasi yang beroperasi. Selamat malam, Pak." Divya kembali memberikan salam hormat kepada kedua pria tersebut.