webnovel

TRISALVARD

Aku bahkan tidak mengetahui siapa aku sebenarnya, dari mana asal-usulku, dan orangtuaku. Yatim piatu, begitu orang biasanya menjulukiku. Saat ini aku hidup di sebuah negeri yang bernama Slanzaria, Kerajaan yang sangat berjasa bagiku sebab telah mengangkatku sebagai anaknya. Aku bertekad untuk membalaskan jasa pada negeri ini, dengan mengejar impianku menjadi seorang Prajurit Suci. Namun, beberapa hari sebelum aku dikukuhkan sebagai calon Prajurit Suci, peristiwa-peristiwa aneh dan menyeramkan menghampiri hidupku. Bayangan makhluk itu datang kembali dan mencakar kulitku, kemudian menghilang meninggalkan rasa sakit dan tanda tanya besar di hari-hariku. Perlahan-lahan, aku menjalani rentetan misteri dan teka-teki yang menghampiriku. Yang perlahan-lahan membongkar siapa diriku yang sebenanarnya, dan membongkar misteri tentang negeri ini yang disimpan selama ratusan tahun.

YourPana · Fantasy
Not enough ratings
25 Chs

Melarikan Diri

Kemudian, burung hitam itu terbang menukik ke arah sampan, meluncur dengan cepat menggunakan sayap panjangnya. Kini burung itu sudah tepat berada di atas sampan, dan ia kembali berkoak-koak sambil berputar-putar. Koakan burung itu sungguh kencang sehingga perhatian suami-istri itu terbuyarkan, mereka memandang burung hitam itu seolah ini adalah pertanda kematian mereka.

"BURUNG GAGAK, MUNGKIN INI ADALAH TANDANYA..." ucap sang istri.

"JANGAN MENGATAKAN YANG TIDAK-TIDAK, BERSIHKAN PIKIRANMU!" sang suami memotong perkataan istrinya.

Joah semakin tercengang mengetahui ternyata burung hitam itu adalah burung gagak, namun dengan ukuran yang lebih besar. Ia pernah mendengar mitos bahwa jika melihat burung gagak adalah pertanda kematian. Lalu, apakah ini adalah pertanda kematian suami-istri itu? Ataukah pertanda kematian untuk dirinya juga karena ia turut melihat burung itu?

Gagak itu menukik tajam ke bawah dan hinggap pada kepala sampan yang memiliki semacam pengait dari besi. Ternyata gagak itu membawa segulung tali di kakinya. Gagak itu mengikat ujung tali dengan pengikat besi dengan mengandalkan paruhnya, lalu mengikatkan ujung tali yang lain dengan kakinya.

Ternyata dugaan Joah sangat keliru, gagak itu jelas ingin menolong suami-istri itu. Gagak itu kembali terbang ke udara dengan tali terikat pada kakinya lalu menarik sampan itu. Joah menyadari sesuatu, dia adalah seorang manusia yang kemampuannya untuk menolong dikalahkan oleh seekor gagak, yang jelas itu bukan gagak biasa.

Kini perhatian Joah hanya terpusat pada gagak heroik itu. Gagak itu terus terbang tinggi ke depan, ternyata gulungan tali itu membentang sangat panjang sehingga gagak itu mampu terbang jauh dari kaitan utamanya. Perlahan-lahan, gagak itu terbang dengan lihai menghadap Umbra, tepatnya mengarah ke haluan dimana Joah berada. Semakin dekat hingga kemudian,

"BWAR!'

Gagak itu menyambar seperti ingin mematuk mata Joah. Joah sampai terjungkal ke belakang dek kapal dan menjerit sangkin takutnya. Setelah beberapa saat, Joah menyadari bahwa koakan dan kepakan sayap burung itu sudah tidak terdengar lagi, maka ia memberanikan diri membuka matanya perlahan-lahan.

Dan ternyata di atasnya terdapat Alan yang menundukkan kepala menghadapnya. Joah langsung bangkit dari jatuh terbaringnya dan untuk beberapa saat mencoba meredakan salah satu sikunya yang ngilu. Kemudian ia menoleh kesana-kemari untuk memastikan dimana sepasang suami-istri itu sekarang, dan ia sudah tidak dapat menemukannya.

"Ombak laut sedang besar dan mengapa kau berani sekali mencuri kesempatan ini?" tanya Alan. Kilatan matanya menyambar Joah.

"A-a-aku..." Joah gugup dan terbata-bata

"Bukankah aku sudah memintamu untuk tidur?" potong Alan.

"T-tapi, kali ini kau harus mendengarkanku." Mohon Joah.

"Ada apa?" tanya Alan sedingin lautan.

"Aku melihat sesuatu." Jawab Joah sepelan mungkin. Seakan-akan ia menyesal telah mengucapkan kata itu dan takut jika Alan benar-benar menganggapnya gila.

"Apa kau melihat pegasus bersisik dan berekor ikan yang berenang di permukaan laut?" tanya Alan seperti menghina.

"BUKAN!" sentak Joah.

Joah mendekat pada Alan dan menatap matanya yang juga sedang menatapnya, kemudian berkata,

"Aku mohon kau percaya dengan apa yang ku lihat!" mohonnya.

"Apa itu?" uji Alan.

"Aku melihat, disana... sepasang suami-istri menaiki sampan kecil dan reyot, bersama dua orang anak mereka. Anak kembar!" Joah menjelaskan dengan membara-bara sambil menunjuk tempat kejadian itu.

"Aku melihatnya dengan jelas. Sampan mereka dihuyung-huyung oleh ombak sehingga anak kembar itu menangis ketakutan. Kemudian..." Joah berhenti untuk mengambil napas.

"Aku melihat seekor burung hitam, gurung gagak, tapi ukurannya lebih besar. Burung itu menghampiri mereka dan menolongnya dengan menarik tali yang diikatkan antara kakinya dan pengait di bagian depan sampan." Sambung Joah menyelesaikan penjelasannya.

Joah menatap Alan dalam-dalam berusaha meyakinkan kalau ia tidak berbohong. Alan membalas tatapan Joah, namun perhatiannya jelas tidak pada wajah kebingungan anak itu, melainkan memikirkan kemungkinan tentang ucapan Joah. Alan mengalihkan wajahnya ke lautan, lalu berkata,

"Tidak mungkin!" perkataan itu menusuk Joah.

"AKU TIDAK BERBOHONG!" balas Joah.

"Aku tidak mengatakan kau berbohong, tapi apa yang kau lihat itu tidak mungkin terjadi, kau berhalusinasi." Alan menjelaskan.

Alan melangkah meninggalkan Joah, perbuatan ini jelas membuat Joah merasa sangat tidak dihargai. Joah sekali lagi berteriak-teriak di belakang Alan agar ia menunjukkan sedikit minat terhadap dirinya, teriakan itu jelas membuat Alan terganggu. Lalu tiba-tiba langkah Alan terhenti, dia menghadapkan sisi kiri wajahnya pada Joah dan berkata,

"Tetaplah berada di tempatmu sampai aku kembali lagi." Ucapnya, kemudian melanjutkan langkahnya.

Joah membalikkan tubuhnya, memandang lautan dengan kesal sekaligus merasa aneh pada dirinya. Ia kembali mengalami peristiwa semacam itu, bahkan dalam hari ini ia sudah dua kali berhalusinasi. Joah merampas lentera yang tercampak di lantai dek lalu dengan sengaja mencampakkannya ke laut, ia melampiaskan kekesalannya pada benda yang tidak tahu apa-apa.

Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari belakangnya, mungkin Alan ingin memarahinya karena telah melempar lentera miliknya. Joah pun membalikkan tubuhnya,

"Jo, apa yang kau lakukan disini?" ternyata itu adalah langkah kaki Arion, wajahnya terlihat sangat cemas.

"Arion, kau juga untuk apa ke sini?" Joah balik kebingungan.

"Aku diperintahkan Alan untuk kemari, caranya memerintah seperti seorang jenderal yang memperingatkan para prajurit suci jika ada perang mendadak." Kesal Arion.

"Kalau kau?" tambahnya.

"Tidak penting, aku penasaran apa yang membuatmu ketakutan, jadi aku keluar untuk memeriksanya." Jawab Joah dengan polos.

"APA?" sentak Arion. Tiba-tiba ia memeluk tubuhnya yang kembali bergetar dan kedua pundaknya ia rapatkan pada lehernya.

"Lalu, apa yang kau temukan?" bisik Arion mengigil.

"Aku tidak menemukan apapun, aku berhalusinasi lagi. Aku melihat sepasang suami-istri yang memiliki dua anak kembar tersesat di laut dengan sampan kecil dan reyot. Kemudian ada seekor gagak yang menolong mereka dengan menarik tali yang diikatkan antara kakinya dan pengait pada sampan." Jawab Joah berharap Arion berminat pada ceritanya.

Tetapi Arion malah menggeleng-gelengkan kepalanya, seolah-olah mengatakan bukan itu yang ia lihat. Lalu Arion menunjuk-nunjuk permukaan air di depan haluan dengan jari-jari kedinginannya, dan menujukkan beberapa bahasa tubuh yang tidak dimengerti oleh Joah. Joah langsung mengerung,

"MAKSUDNYA? APA YANG BERUSAHA KAU SAMPAIKAN?" Joah tampaknya sudah sangat keheranan sehingga membuat kesabarannya berkurang. Namun, Arion dengan sangat anehnya kembali menunjuk-nunjuk permukaan air di depan haluan dan menggunakan bahasa tubuh aneh.

Lalu terdengar langkah kaki dari belakang mereka, mereka pun menoleh dan mendapati Shany dengan wajah setengah mengantuk setengah kebingungan. Shany mennyadari keberadaan kedua sahabatnya itu lalu berkata,

"Kalian berdua juga disini? Kenapa kita dibangunin secara mendadak sih? Apa Kapal Umbra akan menabrak karang?" nada pertanyaan Shany terdengar sangat santai, sehingga membuat Joah dan Arion heran.

"Kita tidak akan menabrak karang!" seru Alan dari belakang, pria itu melangkah ke arah mereka dengan tenang.

Alan merangkul pundak Shany dengan lengan kirinya, sehingga Joah dapat melihat gadis itu seketika tidak mengantuk lagi. Melalui mata tajamnya, Alan menatap mereka bertiga secara bergantian, berusaha memahami pikiran dan emosi mereka. Kemudian dia berkata,

"Ternyata kalian semua sudah siap." Ucapnya.

Alan merangkul pundak mereka bertiga dan menghadapkan mereka ke ujung haluan. Joah dan Shany yang berada di lengan kirinya menjadi keheranan karena perilaku Alan yang sulit ditebak, sedangkan Arion yang berada di lengan kanannya semakin menggigil karena menghadap permukaan air di depan haluan.

"Apa yang ingin kau perbuat?" tanya Joah.

Namun Alan bahkan tidak membuka seinci pun mulutnya untuk menjawab pertanyaan Joah, sebagai gantinya ia memandang laut yang terkadang tampak ganas dan terkadang jinak. Setelah beberapa saat, Alan berucap, "Sudah saatnya!"

"ARGHHH..." Mereka bertiga berteriak, hingga

"BWARRR..." Mereka harus merelakan sekujur tubuh mereka basah karena didorong oleh Alan.

Joah membuka mata dan memandang sekelilingnya. Apa yang dapat ia lihat hanyalah letupan gelembung-gelembung yang tampak samar-samar, dan mendengar seperti bunyi yang menderu tak jelas di telinganya. Kulit dan pakaiannya digerogoti oleh air dan tulang-tulangnya ditusuk oleh dingin yang menggigil.

Ia mendaki air di sekitarnya lalu mengeluarkan kepalanya ke permukaan air. Gulungan air kecil-kecil jatuh dari rambutnya melewati wajahnya sebelum ia dapat melihat sekitarnya dengan jelas. Tetapi pernapasannya belum lancar karena ia merasa air memasuki hidungnya. Sesaat kemudian, kepala Arion dan Shany muncul ke permukaan dan masing-masing menghirup udara melalui mulutnya.

Joah memandang ke atas dan ia mendapati Alan menghadap ke bawah memandang mereka dari Kapal Umbra yang entah kenapa tiba-tiba berhenti bergerak. Kemudian ia pergi menghilangkan dirinya dari pandangan Joah. Joah langsung berteriak,

"APA YANG KAU PERBUAT PADA KAMI!!!" murkanya.

"JIKA KAU MAU MEMBUNUH KAMI, MAKA INI CARA YANG PALING TIDAK KEREN!" celetuk Arion.

Shany menarik Joah dan Arion hingga merapatinya, kedua rahangnya langsung menggertak kencang. Gadis itu tampak sangat syok dengan perbuatan Alan. Ia mengaitkan lengan kanan dan kirinya pada leher sahabatnya dan berkata,

"B-bagaimana ini? A-a-apa yang harus kita lakukan?" ucapnya lirih. Dari kalimatnya, seolah-olah ia sudah tidak mengharapkan kapal di dekatnya dan manusia yang berada di dalamnya.

Namun Joah dan Arion tak mampu menjawabnya. Seketika mereka berpikir dengan sangat keras berusaha menemukan cara untuk menyelamatkan diri.

"KITA MENYELINAP KE UMBRA SAJA, LALU MEMBAJAKNYA!" usul Arion yang buru-buru ditolak oleh Joah dan Shany.

"AWAS!" pekik Shany kencang sambil semakin merapatkan dirinya kepada Joah dan Arion.

Benar saja Shany memekik seperti itu, sebab mendadak di depan mereka muncul gulungan ombak besar. Arion yang sama takutnya karena ombak itu langsung memeluk Shany dengan erat. Sedangkan Joah dengan susah payah berenang ke posisi yang aman sambil mengangkut beban tubuh kedua temannya.

Hingga kemudian "BWAR!" suara ombak yang terhempas keras memaksa mereka menutup mata. Pukulan ombak menyeret tubuh mereka sampai terhempas hingga menyentuh kulit Umbra

"GEVA! TOLONG KAMI! TOLONG KAMI!" teriak Shany berubah pikiran. Tentu saat ini ia lebih memilih mengingkari janjinya daripada mati tenggelam.

"AWAS!'" teriak Arion.

Lalu tiba-tiba, mereka melihat sesuatu yang besar terjatuh dari atas kapal dan menghantam permukaan laut. Hal itu membuat percikan air memasuki mata Joah sehingga menimbulkan rasa perih. Setelah beberapa saat, matanya kembali segar dan ternyata benda yang terjatuh itu adalah sekoci sampan.

Dari atas kapal terlihat bayangan hitam yang terjatuh tepat ke tengah-tengah sekoci sehingga menimbulkan bunyi "BAM" kuat. Ternyata bayangan itu adalah Alan yang melompat dan mendarat dengan wajahnya yang tampak berpikir. Pria itu menoleh kepada Shany lalu berkata,

"Akulah yang akan menolongmu dan temanmu." Ucapnya mengeluarkan asap dingin.

Alan mendayung sekoci itu ke arah mereka bertiga. Pertama-tama ia mengangkut tubuh Shany yang seperti kucing basah kuyup dan menyelimutinya. Kemudian, disusul dengan mengangkut tubuh Joah dan Arion.

"K-k-kau tidak akan membalikkan kapal ini secara tiba-tiba kan?" tanya Arion.

"Tidak akan pernah." Ucap Alan, entah kenapa ucapannya itu langsung meyakinkan mereka.

"Tapi kenapa kau melakukan ini semua?" tanya Joah keheranan.

"Tidak ada waktu lagi untuk menjelaskannya, tapi aku harap kalian semua siap." Jawab Alan.

"Arion, kayuh sekoci ini ke arah barat daya, kita harus bergerak diagonal!" pinta Alan sambil memberikan kompas padanya.

Arion yang tampak setengah syok setengah terbodoh tidak mau banyak tanya lagi. Ia hanya menuruti perintah Alan dan mengayuh sekoci itu dengan kedua pendayung di kanan kirinya. Posisi Arion berada di paling depan sekoci, Shany dihimpit oleh Joah dan Arion, Joah berada di belakang Shany, dan Alan ada di paling belakang.

"Kalian semua jaga keseimbangan, lebih cepat Arion!" pinta Alan.

Arion pun semakin mempercepat kayuhannya dan Joah menyengkeram erat kedua tepi sekoci dan mencegah dirinya agar tidak banyak gerak. Tapi tentu saja ini susah dilakukan, ombak tetap ada walaupun tidak seganas sebelumnya. Walaupun begitu, ketakutan secara tiba-tiba menjalar pada tubuh Joah dan seolah-olah membisikkannya ini adalah alasan ia melihat burung gagak itu.

"ALAN, NAHKODA TUA ITU!" jerit Shany sambil menujuk seorang nahkoda tua yang tadi Joah temui. Nahkoda itu berdiri di tepian Umbra dan memandangi mereka.

Pria itu tertawa terbahak-bahak memekakkan telinga memandang betapa bodohnya rombongan Alan. Sedangkan Alan membalikkan tubuhnya menghadap Umbra untuk memeriksa apa yang dikatan oleh Shany. Pria itu kemudian memasangkan anak panah pada tali busurnya dan membidiknya ke arah jantung si nahkoda. Sayangnya anak panah itu melesat entah bagaimana.

Arion yang berada di depan tiba-tiba tersentak kuat menyaksikan bidikan Alan yang gagal, tenyata ia mengayuh sekoci sembari menyaksikan gerak-gerik Alan. Nahkoda itu tertawa sekali lagi, tampaknya dugaannya tentang rombongan bodoh itu tepat.

"Kau menghentikan Umbra saat aku sedang tertidur, upaya melarikan diri yang buruk." gumamnya

"SERANG!"

Mendadak dari kaki-kaki kapal terbuka banyak pintu dan mengeluarkan moncong-moncong meriam hitam. Tanpa aba-aba sekali lagi, meriam-meriam itu langsung menyasarkan tembakan ke arah rombongan Alan. Alan merintahkan mereka untuk menunduk serandah-rendahnya selama beberapa saat, ternyata tidak ada satupun meriam yang mengenai apapun dari mereka.

Joah memberanikan diri membuka mata dan secara mengejutkan ia menyaksikan salah satu bola meriam menyasar tepat ke wajahnya. Entah bagaimana ternyata wajah Joah tidak terperciki darah yang mengalir dari kepalanya, melainkan percikan air laut. Ia membuka matanya yang sempat tertutup kembali dan melihat tengkorak manusia mengambang di permukaan laut. Baru Joah menyadari bahwa apa yang mereka tembakkan bukanlah bola meriam, melainkan tengkorak manusia yang selalu meleset.

"Alan, ternyata ini tengkorak manusia!" Joah meraih tengkorak yang jaraknya tidak jauh dengannya itu dan memberitahu Alan.

Alan menoleh dan langsung menyambar tengkorak dari telapak tangan Joah itu. Ia berdiri mantap, lalu dengan sekuat tenaga melempar tengkorak itu ke tengah-tengah Umbra hingga dirinya hampir terjungkal. Tengkorak itu melesat tinggi ke udara dan terjatuh tepat sasaran ke tengah-tengah Umbra. Dengan sangat mencengangkan tengkorak itu meledak dan menimbulkan api begitu menyentuh Umbra.

Joah, Arion, dan Shany menyipitkan mata selama sedetik ketika kobaran api dari tengah-tengah Umbra melesat pertama kali. Tapi tidak dengan Alan yang kembali mengutip beberapa tengkorak yang dapat ia jangkau dan kembali melemparkannya ke tengah-tengah kapal. Semuanya tepat sasaran dan menghasilkan luapan api.

Mata-mata mereka memantulkan kobaran api yang seolah-olah berasal dari tubuh mereka, dan tubuh mereka seketika menghangat karena api itu. Joah, Arion, dan Shany sangat terperanjat dan tidak mengerti bagaimana sebuah tengkorak yang dilemparkan mampu menghasilkan kebakaran yang begitu besar pada Umbra.

"Kayuh kembali, Arion!" pinta Alan memustuskan lamunannya. Anak itu pun kembali mengayuh sampannya.

Hingga akhirnya mereka sudah cukup Jauh dari bangkai Umbra yang terbakar, tidak ada di antara mereka yang berani menanyakan pada Alan apa dan mengapa semua hal ini bisa terjadi. Alan pun tampak tidak berniat menjelaskannya, maka saat itu yang hanya mereka pikirkan hanyalah bagaimana agar sampai ke tepian menggunakan sekoci ini.

Namun tampaknya pikiran mereka itu sangat sulit dikabulkan oleh lautan. Tiba-tiba gulungan ombak tinggi muncul dari samping, membuat seluruh tubuh mereka berjengit. Hanya dengan sekali tamparan mampu membuat mereka terpencar di lautan dan terseret jauh antar satu dengan yang lain. Mau tak mau mereka harus kembali merasakan kedinginan yang menusuk tulang.

Namun Joah tidak menyerah, dengan sisa tenaganya ia berusaha mendaki air agar sampai ke permukaan. Butuh beberapa menit baginya agar berhasil mengeluarkan kepala ke permukaan dan kembali bernapas. Namun tampaknya belum semudah itu baginya untuk dapat menghirup udara, karena ia harus menghadapi ombak tinggi lagi di depannya dan kemudian,

"BWAR..."

Joah kembali terseret jauh, mungkin kali ini adalah yang paling jauh. Ia sudah tidak mampu menahan tubuhnya agar tetap berada di permukaan, sehingga perlahan-lahan membiarkan tubuhnya terjun ke bawah dengan sangat ikhlas. Ia melihat ada suatu bayangan hitam yang lewat di depannya, namun ia tidak peduli apa itu. Ia bahkan tidak lagi memedulikan gerangan Arion, Shany, atau Alan. Ia sudah tidak memiliki tenaga lagi dan bahkan pikirannya pun sudah tidak ada.