webnovel

Bab 3-Kemunculan Dewi Mulia Ratri

Semenjak almanak dituliskan

yang namanya takdir akan selalu hadir

meski kau bersembunyi di gua tergelap

atau kota teramai

kau akan selalu menemuinya

tanpa sedikitpun bisa tawar menawar harga

Raden Soca mengusap setitik airmata di ujung matanya. Ki Ageng Waskita berkorban begitu besar untuknya. Dia tidak boleh menyia-nyiakan kepercayaan ini. Dia akan menjaga nama baik tokoh yang sangat lurus itu dengan sebaik-baiknya. Raden Soca seperti menemukan matahari di hatinya. Selama ini dia kesepian tanpa arah kecuali dendam yang dibawanya karena cerita-cerita Panglima Amranutta. Dia akan memilah sebaik-baiknya. Apakah cerita itu mengandung kebenaran atau tidak. Raden Soca sekarang tahu persis dengan cara apa dia berbakti kepada mendiang ayahnya.

Tubuhnya kembali berkelebatan menembus lebatnya hutan. Urusan dengan Lawa Agung ini harus dibereskan secepatnya agar hatinya tidak lagi terbebani dendam yang terus mengusik. Namun Raden Soca harus menghentikan larinya. Suara keributan tak jauh dari tempatnya berhenti, memasuki pendengarannya yang sangat tajam. Suara pertempuran dari sekelompok orang.

Nampak beberapa orang berikat kepala merah darah yang dipimpin oleh dua orang tinggi kurus bertempur melawan seorang bersorban putih berperawakan besar yang dibantu oleh seorang pemuda dan pemudi.

Pertempuran terjadi secara seimbang. Ini pertarungan kelompok. Bukan satu lawan satu. Lelaki bersorban yang sebenarnya Kebo Pandutan didampingi Handika Serayu dan Rara Manis bertempur melawan Perkumpulan Malaikat Darah yang dipimpin oleh Dua Panglima Malaikat Darah.

Kebo Pandutan adalah murid tertua dari Ki Ageng Jatmiko yang mewarisi ilmu kebal dan jurus-jurus pukulan dahsyat bernama Kebo Alugoro. Ilmu pukulan yang diciptakan khusus oleh Ki Ageng Jatmiko untuk Kebo Pandutan yang bersosok tinggi besar dengan tenaga yang juga luar biasa besar. Sedangkan sebagai cucu terkasih dari Ki Ageng Jatmiko sendiri, Handika Serayu dan Rara Manis juga menerima pelajaran ilmu kanuragan yang diciptakan oleh ketua Padepokan Pringgondani khusus untuk mereka. Handika Serayu menerima ilmu pukulan Ombak Serayu yang merupakan ilmu tingkat tinggi dengan dasar-dasar unsur air. Dahsyat dan menenggelamkan. Rara Manis yang sangat berbakat tari mendapatkan pelajaran ilmu pukulan Tarian Bidadari yang lembut namun sangat mematikan karena bisa dimainkan secara tangan kosong maupun pedang.

Ketiganya menghadapi beberapa orang dari Perkumpulan Malaikat Darah yang dipimpin Dua Panglima Malaikat Darah. Beberapa anggota padepokan Pringgondani dilarang ikut campur oleh Kebo Pandutan karena ilmu mereka belum terlalu tinggi untuk bertempur secara kelompok seperti ini.

Meskipun kalah jumlah orang, namun Kebo Pandutan, Handika Serayu, dan Rara Manis sama sekali tidak terdesak. Bertiga, mereka saling mengisi. Menahan serangan ganas orang-orang Malaikat Darah sekaligus menyerang balik dengan ilmu pukulan masing-masing.

Dua Panglima Malaikat Darah menjadi penasaran. Jumlah mereka lebih banyak dan dua orang lawan mereka masih sangat muda serta masih kurang pengalaman tapi mereka sama sekali tidak mampu mendesaknya. Kedua orang yang merupakan wakil Perkumpulan Malaikat Darah ini menggerung keras dan menambah serangan. Diikuti oleh anak buah Perkumpulan Malaikat Darah yang lain.

Jalannya pertempuran menjadi semakin seru karena Perkumpulan Malaikat Darah menyerang dengan membabi buta. Namun tambahan daya serang itu sama sekali tidak membuat Kebo Pandutan dan kawan-kawannya terdesak. Tiga gaya bertahan dari ilmu Kebo Alugoro, Ombak Serayu, dan Tarian Bidadari benar-benar sanggup membendung berbagai serangan yang mengalir. Pertempuran tetap berimbang.

Raden Soca tahu pihak mana yang semestinya dia bantu. Namun karena tiga orang itu sama sekali tidak terdesak, pemuda ini hanya lanjut menonton dan tidak campur tangan. Namun tiba-tiba jalannya pertempuran berubah secara dahsyat ketika dua sosok bayangan berhambur masuk gelanggang dan langsung menyerang Kebo Pandutan dan kawan-kawan.

Serangan dua sosok itu luar biasa dahsyat. Jauh lebih hebat dari Dua Panglima Malaikat Darah. Bahkan bau amis dan aroma wangi yang memabukkan menguar hebat di gelanggang. Raden Soca mengerutkan kening. Itu bukan serangan biasa. Tapi ilmu-ilmu pukulan yang bercampur dengan ilmu sihir hitam.

Hantu Lautan dan muridnya Wida Segara terus melayangkan pukulan-pukulan mematikan kepada Kebo Pandutan dan kawan-kawan yang mencoba bertahan sebisanya karena hawa sihir itu sangat mempengaruhi pergerakan mereka. Tarian Bidadari Rara Manis terlihat kacau karena gadis remaja itu sedikit terhuyung-huyung. Aroma wangi yang dilepaskan oleh Hantu Lautan adalah Sihir Laut Selatan yang dahsyat dan sangat memabukkan. Raden Soca mengenali itu. Tiga orang itu dalam bahaya besar. Dia sudah hendak terjun ke pertempuran saat sesosok bayangan lain menyambar Rara Manis dan Handika Serayu lalu menyuruh mereka berdua menjauh. Kebo Pandutan juga melompat mundur. Meskipun tidak terlalu terpengaruh dengan hawa sihir itu namun dia terdesak karena perhatiannya terpecah akibat mengawasi Handika Serayu dan Rara Manis. Cemas akan keadaan mereka.

Sosok wanita setengah baya berwajah cantik yang menyelamatkan cucu-cucu Ki Ageng Jatmiko itu sekarang bertolak pinggang dan berkata ketus.

"Kalian dari Malaikat Darah sedari dulu beraninya main keroyokan. Huh!"

Hantu Lautan dan Wida Segara yang marah serangan mereka digagalkan oleh wanita itu hendak lanjut menyerang. Tapi ditahan oleh Dua Panglima Malaikat Darah yang memandang wanita itu dengan tatapan jerih.

"Ada urusan apakah sehingga Dewi Mulia Ratri ikut campur urusan ini?" Salah satu dari Panglima Malaikat Darah berkata dengan nada sedikit bergetar. Mereka tentu saja gentar. Siapa yang tidak mengenal Dewi Mulia Ratri yang sakti? Istri dari Pendekar Arya Dahana yang mempunyai kepandaian sangat tinggi dan selalu bertindak keras terhadap orang-orang dari golongan hitam?

Mendengar nama Dewi Mulia Ratri disebut, Hantu Lautan sontak terkejut. Tanpa banyak bicara manusia setengah siluman itu memberi isyarat kepada muridnya. Keduanya serentak menyerang Dewi Mulia Ratri dengan dahsyat. Langsung menggunakan puncak pukulan tertinggi mereka. Selain itu Hantu Lautan juga memperkuat pukulannya dengan Sihir Laut Selatan yang terkenal.

Dewi Mulia Ratri mendengus pendek. Tubuhnya bergerak menyambut serangan itu dengan lincah dan membalasnya dengan tak kalah hebat. Hantu Lautan kecelik. Dikiranya dengan memperkuat pukulannya menggunakan Sihir Laut Selatan, mereka berdua bisa menandingi kesaktian Dewi Mulia Ratri. Mereka memang tidak pernah berhadapan langsung dengan pendekar wanita ini sebelumnya sehingga tidak tahu bahwa Dewi Mulia Ratri adalah ratu dari segala ratu sihir. Ilmu Sihir Ranu Kumbolo adalah salah satu puncak dari ilmu sihir. Tentu saja Sihir Laut Selatan tidak berguna sama sekali.

Raden Soca yang juga kaget mendengar nama Dewi Mulia Ratri disebutkan tadi, memperhatikan dengan seksama. Pendekar wanita itu memang punya kemampuan luar biasa. Meski dikeroyok dua oleh Hantu Lautan dan muridnya yang berkepandaian tinggi, namun nampak sekali bahwa Dewi Mulia Ratri lah yang malah mendesak mereka berdua. Gerakan-gerakan kaku dari Ilmu Pukulan Gempa Pralaya yang dimainkan oleh wanita itu mendesak hebat Hantu Lautan dan Wida Segara.

Terdengar jeritan melengking keras saat dua sosok lain yang baru datang ikut meramaikan pertempuran dengan mengeroyok Dewi Mulia Ratri. Dua sosok yang tak lain Nyai Sembilang dan muridnya Dewi Lastri.

***