webnovel

04. KEJADIAN DI TENGAH JALAN

Padahal makan malam itu sudah berlalu, tetapi kenapa Geri masih saja menolak ke rumah Vino? Cowok itu juga sudah memastikan kalau kedua orang tuanya akan pergi untuk satu minggu ke depan sebelum helloween mendatang. Ada suatu pekerjaan yang mengharuskannya untuk pergi, meninggalkan Vino sendirian di rumah seperti biasanya.

"Ger, lo yakin ga mau ikut? Mereka ngajak gue BBQ, loh." Vino kali ini sepertinya berhasil, buktinya Geri menatap Vino dengan mata berbinar.

"BBQ? Kok, buat gue ngiler aja, sih!"

Vino tertawa kecil. "Makannya ikut. Hitung-hitung bayar yang ga jadi makan bareng di restoran." Geri menjadi berpikir sekejap, dia sudah tergiur. Vino selalu bisa membujuknya kalau tentang makanan..

"Oke, deh. Gue ikut." kata Geri sedikit mengangguk.

Vino menyikut pelan pundak temannya itu. "Nah, gitu dong. Lo ga asik kalo nolak ajakan gue." dia memang sudah yakin, Geri tidak akan pernah menolak jika itu makanan.

"Security di rumah lo tapi aman, kan? Gue takut kalau kolega bokap lo tiba-tiba nyerang."

Vino mengangguk sekali. "Iya, tiap saat jaga. Kalau lengah, ketahuan CCTV."

Kedua ibu jari Geri terapung di depan Vino. "Good boy."

"Udah ngobrolnya?"

Dua cowok itu menoleh, "Eh, bebep." Geri tersenyum konyol.

Boby melebarkan matanya. "Apa lo! Babap bebep, najis tau ga!!" sarkasnya.

Geri tertawa. "Gemes gue itu. Lo ga tau aja gimana gue, sih." Vino hanya menggeleng pelan sambil terkekeh. Tidak heran juga dengan sikap Geri yang terkadang menjadi seorang pelawak dadakan, menurutnya cowok yang duduk di sebelahnya itu bisa menghibur Vino saat sesekali sedang jenuh jika di rumahnya sendirian.

Boby menatap jijik. "Udah lo siap-siap aja sana, belum lagi ke rumah yang laen. David, juga minta di jemput, tuh." cowok itu sudah geram, wajar memang. Membujuk Geri juga ternyata membutuhkan waktu sampai hampir dua jam. Jelas saja Boby bosan.

Beruntung Vino sabar menghadapi sikap satu temannya, jika tidak mungkin Boby sudah memaksa Vino untuk meninggalkan Geri saja. Bodoh amat dengan Geri jika cowok itu akan menyesal nantinya. Vino paling muda jika dari bulan lahir, namun cowok itu mempunyai hati yang sangat lembut. Boby yang merasa heran tidak lagi memikirkan.

Geri sudah mengganti baju saat tadi hanya memakai celana pendek dengan kaos panjang polos. Cowok itu memakai jaket dan berucap, "Ayok, lah."

Boby membuang napas halus. Kenapa tidak sejak awal Vino membujuk, pikirnya. Membuang waktu yang pastinya semakin berjalan cepat.

Vino membawa mobil miliknya yang di belikan tiga bulan lalu oleh sang Papa, dia lebih sering menggunakan motor. Namun saat ini sepertinya mobil itu sedang di butuhkannya untuk menjemput semua temannya. Sandy dan Tama kebetulan sudah berada di rumah Vino, dua cowok itu berangkat bersama sebelum akhirnya Vino ke rumah Boby dan Geri.

"Vin, lo masih inget jalan menuju rumah dia 'kan?" tanya Boby yang sudah di perjalanan. "David, bilang kalau motornya di bengkel dari tadi sore. Makannya minta jemput." jelasnya.

Vino mengangguk sekali. "Ga masalah, gue masih inget. Sedikit lupa, sih." cicitnya di akhir. Vino jarang ke rumah David, hanya beberapa kali saja saat cowok itu memintanya untuk di antarkan saat motornya tidak bisa di pakai.

"Ya udah. Nanti gue kasih tau kalau lupa." balas Boby.

Geri yang berada di jok belakang hanya diam, menikmati jalanan malam yang di tatap dari kaca mobil. Namun sesaat kepalanya tersentak, dia terkejut setengah mati. "Vin, berenti!!!" pekiknya saat merasakan ada sesuatu yang tak sengaja dia rasakan.

Vino yang terkejut pekikkan Geri menginjak rem mendadak. Boby yang di sebelah Vino mendengus. "Apa lagi, sih! Lo buat gue jantungan aja, dah."

"Ada sesuatu yang gue denger tadi. Lo berdua emang ga rasain apa?" Geri sudah bercucuran keringat dingin, dia berucap lantang. "Suara itu jelas mantul dari atas mobil lo, Vin."

"Gue cek." Vino keluar dari mobil, di susul oleh Boby yang ikut memastikan.

Vino melihat atap mobilnya, tidak ada apapun. Kakinya mundur satu langkah, Vino terjengit. Sepertinya dia menginjak sesuatu yang ganjal, dia melihat ke belakangnya.

Kedua matanya sontak membesar.

Boby yang melihat pun menepuk kasar pada lengan Vino dengan raut takut, "Vin, Vin, Vin ... udah kita lanjut aja pergi dari sini."

Vino menelan ludah kasar. "Kenapa ada satu tangan manusia?"

*******

Mereka selamat sampai rumah Vino, cowok itu yang paling kalem dan terlihat santai dari pada Boby dan Geri sekarang. Dua cowok itu masih ketakutan dan terlihat resah sekaligus was-was dengan apa yang sudah terjadi pada mereka.

David yang tidak tahu apa-apa pun bingung karena Geri yang biasanya sering ribut ocehan hanya terdiam saat di dalam mobil. David sudah bertanya ada apa, cowok itu masih tidak ingin menjawab. Begitupun dengan Boby yang sama-sama tergagap, David menjadi heran.

"Vin, mereka berdua kenapa diem terus?" David khawatir jika dua temannya itu kerasukan jin atau hal semacamnya.

Vino tersenyum tipis. " Laper, ga sabar. Lo duluan aja masuk, kasian dua temen gue lama nunggu dari tadi." balasnya.

David mengerti hanya mengangguk perlahan, dia akhirnya berjalan masuk tanpa ada curiga apapun pada temannya itu.

Vino merangkul bahu Boby dan Geri agar mendekat ke arahnya untuk berbisik pelan, "Gue harap. Kalian berdua jangan pernah kasih tau kejadian ini. Anggap ini kesialan kita saat di jalan, bukan karena ada sesuatu hal yang di sengajakan."

Boby dan Geri saling menatap masih dengan raut ketakutan. "Tapi gue takut."

"Iya, Vin. Gue yang denger suara dari atas mobil lo. Gimana kalau nanti gue pulang ada yang neror kayak tadi?" Geri sudah cemas, napasnya yang tidak teratur membuatnya semakin tidak tenang.

"Ada gue." Vino berucap yakin, "Selama ini emang siapa yang selalu ada di samping lo semua? Gue 'kan yang utama? Bukan ... Tama, juga bukan, Sandy. Siapa yang nolong nyokap lo, Bob. Apa, David? Gue juga 'kan yang bertindak langsung."

Boby tercenung. Geri sama hal nya. Mereka tidak bisa mengelak, semua ucapan yang keluar dari mulut Vino memang kenyataannya. Lalu, kenapa bisa mereka mempunyai kesialan yang begitu menyeramkan?

Mungkin lebih dari misteri horor.

Vino menghela napas. Membuang jauh-jauh pikiran yang berkecamuk di dalam otaknya. Jika kedua temannya bilang takut, maka Vino pun sama. Tidak ada peristiwa seperti itu dari sebelumnya walau saat Vino jalan sendirian dengan motor kesayangannya saat tengah malam.

Ini ... untuk pertama kalinya Vino, Geri dan Boby mengalami suatu hal yang di luar dugaan.

Mereka berpikir hal yang sama. Dari mana asal patahan satu tangan itu? Vino masih melihat bercakan darah di ujung nya. Tidak ada bahu maupun lima jemari yang utuh.

"Vin, apa kolega itu lagi ngintai gue?"