2 02. AJAKAN UNTUK TEMANNYA

Vino bersiul menuruni anak tangga sambil menyampingkan jaket denim kesukaannya, dia melihat kedua orang tuanya yang saling melemparkan senyuman, seperti biasa yang seringkali Vino nampak. Kedua sudut bibirnya mulai menyungging lebar, kakinya mulai kembali melangkah menghampiri kedua orang tersayangnya.

"Morning ... Mom, Dad." sapanya begitu bersemangat, berlari kecil mendekap sang Mama dengan erat.

"Hey, my baby boy." jika di lihat mungkin itu lah alasan dari Vino. Dia mana mungkin sudi membagi Mama maupun Papa nya untuk sang adik.

"Vino. Papa, sekarang yang akan mengantar kamu, ya. Sopir, sedang sakit. Papa, juga hari ini berangkat agak siangan. Kamu tidak masalah, kan?" Candra, sang Papa, bertanya pada anak sulungnya.

Vino mengangguk cepat tanpa berpikir lama. "Ga pa-pa, Pa. Vino, nanti siang pake taksi. Atau ga nanti aku bawa motor aja, biar ga repotin, Papa." sahutnya.

Candra tertawa kecil. "Kamu sudah besar, ya. Papa, masih ngira kamu anak kecil yang sering ganggu kalau ada pekerjaan dari kantor." kelakarnya yang membuat Vino tersenyum malu.

"Pa. Jangan di ungkit, itu masih bocil banget." dia duduk di sebelah sang Mama.

Jenifer, sang Mama tertawa geli. "Pa, anak kita semakin dewasa itu semakin gemesin 'kan." Candra mengganguk setuju.

"Lebih gemes dari dia masih kecil." Candra meralatnya, kedua orang tua itu tertawa bahagia setiap kali mengejek putera satu-satunya yang mereka miliki.

"Suka banget bilang gitu. Aku itu ... gantle. Masa gemes." dengus Vino kesal, tangannya mulai sibuk mengambil roti gandum yang tersedia di meja makan. Vino olesi dengan selai kacang, seperti saat dia sarapan.

Jenifer dan Candra saling melirik tersenyum. "Mana pacarnya kalau gantle? Mama, atau pun , Papa, ga pernah liat kamu bawa perempuan. Yang ada laki semua, tuh."

Vino berhenti menguyah, dia memicingkan matanya menatap sang Papa. "Ga perlu cewek! Mama, udah jadi pacar aku."

"Oh, tidak. Mama, udah punya yang lain. Papa, pacar sekaligus suaminya, dong." Candra menyahut cepat, dia tidak terima dengan penuturan sang anak.

Vino acuh, dia mengunyah roti gandum nya sambil memanyunkan bibir. Vino tidak peduli juga, Papa nya selalu saja membuat lelucon yang bagi Vino sendiri tidak lucu sedikit pun.

"Oh, iya. Sayang, kamu sore ini ajak teman kamu semuanya, ya." ucap Jenifer.

Vino menautkan alis. "Loh, bukannya pesta masih beberapa hari ke depan. Kenapa buru-buru, Ma?" tanyanya penasaran.

Jenifer tersenyum manis. "Makan malam bersama. Nanti malam juga ada kolega kenalan, Papa. Jadi, sekalian aja ajak semua teman kamu, biar kamu ga merasa kesepian juga." terangnya.

Vino hanya mengangguk beberapa kali. Entah temannya akan menerima atau sebaliknya. Ini pertama kalinya sang Mama mengajak dan menawari Vino untuk berkumpul bersama sambil makan, biasanya Jenifer tidak pernah ingin di ganggu oleh para cowok-cowok yang sering mengumpul di rumahnya.

Memang, saat semua teman Vino main dan mereka semua berkumpul Jenifer tidak pernah ada, sekali pun dia menelfon atau memberi pesan dan bertanya apakah Vino mengundang temannya atau tidak. Mama itu tidak akan pulang jika teman Vino masih berada di rumahnya.

Bukan melarang Vino untuk bergaul dengan mereka, hanya saja Jenifer tidak ingin di buat risih. Dia tidak menyukai kebisingan anak remaja, itu membuatnya pusing tujuh keliling. Sebab itu Jenifer sellau mengajak Candra pergi jika dia ada di rumah dan Vino mengundang temannya.

"Tumben, Ma." Vino baru saja menyadari akan satu hal. "Mama, ga pernah suka bising atau terlalu rame. Semua temen aku itu pada cerewet, mereka bising dan suka ricuh. Mama, yakin mau ajak mereka juga?" tanyanya memastikan.

Jenifer mengembangkan senyuman dengan sedikit lebih lebar. "Asal kamu tidak merasa sendiri saat ada kolega, Papa. Mama, tidak akan melarang apapun yang mereka lakukan."

******

Vino mengajak temannya untuk bertemu di kantin sekolah nya, kebetulan memang mereka tidak satu kelas menjadikan Vino harus menghubungi lewat chat dari handphone nya. Dia akan membahas ajakan dari sang Mama, Vino yakin kalau mereka semua ada waktu dan pasti tidak akan menolak.

Apa lagi Geri.

"Ga perlu di chat juga kita pasti ke kantin lah, Vin." komentar salah satu temannya, Tama. Mereka memang sudah biasa, namun terkadang juga ada kesibukan dalam ekskul masing-masing.

Vino duduk sebelum berkata, "Geri, mana?" di rasa ada temannya yang kurang Vino bertanya.

David menoleh ke kanan dan ke kiri, "Masih di kelas kali." tebaknya asal.

"Tunggu dia dulu. Lo semua pesen aja kalau udah laper." titah Vino yang di angguki teman lain, Boby.

Vino kurang srek jika salah satu temannya tidak ada, dia memang tidak pernah sekali pun bercerita jika temannya kurang walau hanya satu. Vino rasa, Geri pun harus tahu dan cowok itu salah satu teman yang selalu menemaninya juga, jadi Vino tidak tega jika dia tahu dari para temannya.

"Emang ada penting banget, Vin? Biasanya lo omongin di grup aja kalau ga begitu serius." ucap Sandy setelah menyeruput jus jeruk yang sudah di pesannya.

Vino menimang. "Engga juga, sih. Tapi kayaknya kalau ada amanat itu harus di sampein secara langsung, biar klop."

Mereka jadi penasaran, apa yang akan Vino bicarakan memang?

Empat teman Vino sampai tidak tenang, Geri sejak kapan telat masuk ke dalam kantin? Biasanya cowok itu paling pertama yang memesan makanan serta memilih bangku yang pas, tapi kenapa kali ini cowok itu terlambat? Bahkan saat semua temannya sudah berada di sana.

"Coba lo telfon, tadi gue liat masih ada guru soalnya." timpal David yang sempat melirik ke dalam kelas Geri.

Vino menjilat bibir bawahnya. "Oke, gue coba." ucapnya yang tak jadi karena pundak Vino yang di tepuk dengan si pelakunya adalah, Geri.

"Hehe, pada kaget ternyata." dengan wajah yang selalu ceria, Geri tidak merasa bersalah.

Boby melotot. "Lo udah mirip hantu, Ger. Gila! Dari mana datengnya?"

"Tau, lo!" David ikut menyahut kesal.

"Maaf, tadi kebelet nya ga ketulungan, hehe. Btw, ada apa?" Geri segera duduk di sebelah Tama, dia langsung menyomot snack yang sedang di makan oleh teman di sampingnya itu.

"Gini. Nyokap undang lo semua buat makan malam di rumah, ada kolega bokap juga, sih." Vino mulai bersuara, menawarkan apa yang sudah Mama nya ucapkan seperti tadi pagi. Terlihat semua temannya yang serius mendengarkan dan saling melirik.

"Gue jelas mau, Vin." Geri pasti yang pertama menjawab, soal makanan cowok itu tidak akan pernah menyia-nyiakan.

"Gimana sama lo semua?"

Lima cowok itu menjawab serentak, "MAUUU!!!"

Mereka memang tidak pernah tahu tentang Jenifer yang tidak menyukai kebisingan teman Vino, mereka hanya tahu kalau Mama dan Papa nya Vino selalu sibuk mengenai pekerjaan. Tidak pernah berpikir jelek karena setiap pergi kedua orang tuanya Vino akan bilang, "Kami titip, Vino. Sepertinya akan pulang larut, saya menemani suami saya untuk bertemu klien dari luar negeri."

Tentu mereka tidak mempermasalahkan dan percaya begitu saja.

avataravatar
Next chapter