webnovel

TIPL - Bukan dari Paksaan

"Ya, saya akan menikah kalau saya ingin." Peyvitta menjawab dengan penuh kejujuran.

Sungguh pemikiran yang normal bukan?

"Bagaimana kalau hubungan saya dengan kamu, kita lanjutkan ke jenjang yang lebih serius?" tanya Santosa menggunakan nada yang terdengar cukup serius ditambah dengan pandangannya yang menatap Peyvitta dengan tatapan yang memang jauh dari kata bercanda.

Kedua bola mata Peyvitta membulat dengan tatapan yang fokus memperhatikan orang yang berada di hadapannya. Sebelumnya Peyvitta tidak pernah mengira kalau Santosa akan menanyakan hal yang seperti ini pada dirinya.

"Maaf, saya tidak bisa menerima anda untuk menuju ke jenjang yang lebih jauh." Menggunakan nada yang masih terbilang sopan, Peyvitta menolak pertanyaan yang berisikan sebuah ajakan.

"Kenapa?" Cukup normal jika Santosa menanyakan alasan yang membuat Peyvitta menolak ajakannya.

Karena pada dasarnya gue hanya terpaksa bersama dengan diri lo, sebab lo yang terus-terusan mendesak keluarga gue.

Gue menyetujui hal ini, karena lo juga tidak terlihat seperti orang yang serius, tapi kalau untuk ke jenjang yang lebih serius, sorry. Gue gak mau ngasih seluruh hidup gue sama orang seperti lo.

Dalam hati Peyvitta berucap seperti itu, karena memang bersamanya dia dengan Santosa bukan sebab dia yang suka hanya saja Peyvitta menuruti apa yang sudah keluarganya ucapkan untuk menuruti keinginan dari Santosa, tapi dalam masalah ini Peyvitta berhak menolaknya.

Alasannya cukup simple, seperti yang sudah Peyvitta bicarakan dalam hatinya di mana dia hanya terpaksa bersama dengan Santosa, terlebih dirinya juga sudah mempunyai orang yang berstatus sebagai pacarnya.

"Saya tidak menerima alasan dalam bentuk apa pun. Keluarga kamu sudah sepenuhnya menyerahkan kamu kepada saya, maka apa pun yang saya inginkan harus kamu penuhi!"

Nada bicara Santosa naik sekarang, sepertinya dia sudah mulai kesal dengan jawaban yang baru saja Peyvitta ucapkan, dia tidak ingin mendengar jawaban yang berisikan sebuah penolakan. Cara Santosa menatap Peyvitta juga sudah berubah dan jauh lebih serius dari sebelumnya.

Peyvitta menggelengkan kepalanya dengan seketika. "Tidak bisa seperti itu, karena sebuah hubungan itu tidak pantas jika di dalamnya terjalin karena sebuah keterpaksaan." Peyvitta tidak ingin dipaksa terlalu jauh, apalagi sampai ke dalam jenjang yang seserius ini.

"Kalau seperti itu, maka itu urusan kamu. Kamu yang harus mengubah rasa terpaksa yang kamu miliki terhadap saya dengan sebuah rasa ketulusan. Kamu harus tulus bersama dengan saya," beber Santosa yang dengan mudahnya mengatakan agar Peyvitta mengubah rasa terpaksa yang dia rasakan.

Bagaimana gue bisa tulus menjalin hubungan bersama dengan lo, kalau di hati gue masih ada orang yang sangat gue sayang.

Hati gue masih belum bisa menerima orang baru yang hadir, apalagi orangnya seperti lo—yang dari awal hanya berasal dari sebuah paksaan.

Benar-benar sebuah kejujuran yang hanya mampu Peyvitta pendam tanpa berani untuk dia ungkapkan. Karena apa? Karena rasanya percuma saja kalau Peyvitta mengatakan hal ini pada Santosa, dia tidak akan mau memikirkan hal seperti ini.

*****

"Sekarang ikut bersama dengan saya," ucap Santosa sambil menarik tangan Peyvitta.

Sontak Peyvitta melepaskan tangan Santosa dari tangan Santosa. "Tidak, terima kasih. Saya bisa pulang sendiri," tolak Peyvitta.

Sekarang Peyvitta tidak terima kalau dirinya harus pulang bersama dengan Santosa, terlebih pembahasannya sudah sampai pada titik yang jauh. Pikiran Peyvitta juga sudah terbang ke arah yang jauh, karena beberapa kali Santosa memaksanya.

Menggunakan tatapan yang semakin fokus, Santosa memperhatikan Peyvitta dengan tatapan yang begitu dalam. "Saya tidak mau merima sebuah penolakan dalam bentuk apa pun, paham itu?!" tegas Santosa. Sangat terlihat kalau sekarang Santosa sudah semakin tidak terima dengan pembahasan Peyvitta.

"Tapi saya juga tidak ingin, jika saya harus menjalani sesuatu hal yang semuanya itu berasal dari sebuah tekanan dan paksaan." Peyvitta juga tidak mau kalah, Peyvitta membalikkan apa yang memang dirinya rasakan.

"Sekarang ikut bersama dengan saya, pulang bareng saya!" seru Santosa sambil menarik tangan Peyvitta agar ikut bersama dengannya masuk ke mobil dan pulang bersama dengannya.

Beberapa saat Peyvitta memperhatikan Santosa, sekarang terlihat kalau Santosa sepertinya sudah mulai terkena efek dari minuman alkohol yang sudah dia konsumi. Suasananya akan semakkin berbahaya kalau sampai Peyvitta terus-terusan menuruti apa yang sudah Santosa ucapkan.

"Tidak, terima kasih."

"Kamu ke sini bersama dengan saya, maka sekarang kamu harus pulang dengan saya!" Semakin ke sini nada bicara Santosa semakin penuh dengan keseriusan, karena memang dia sudah tidak ingin berjauhan dengan Peyvitta.

"Tidak!" Akhirnya nada bicara Peyvitta juga ikut naik.

Sepertinya Peyvitta sudah mulai muak sedari tadi orang yang berbicara dengannya terus-terusan menggunakan nada yang tinggi.

Peyvitta merasa tidak terima saat dia terus-terusan dibentak, apalagi pembahasannya juga hanya berisikan sebuah pemaksaan.

Mendengar penolakan Peyvitta, Santosa melirik ke arah beberapa orang yang sekarang tengah berdiri tak jauh dari tempatnya.

Melihat dari bagaimana Santosa melirik, sepertinya ada sesuatu yang ingin Santosa perbuat setelah dia mendapatkan sebuah penolakkan dari Peyvitta yang sudah tidak terbantah lagi.

"Suruh dia masuk!" perintah Santosa pada mereka. Dirinya sadar kalau dia sudah tidak bisa lagi memaksa Peyvitta, sehingga dia lebih memilih untuk menyuruh anak buahnya agar memaksa Peyvitta untuk masuk ke mobilnya.

"Baik Pak," jawab salah satu dari mereka dengan nada yang begitu siap.

Mereka dengan seketika laangsung memegangi tangan Peyvitta dan hendak memaksa Peyvitta untuk tetap pulang bersama dengan Santosa lagi. "Lepas!" bentak Peyvitta sambil berusaha untuk melepaskan dirinya.

"Ikut," ucap orang itu sambil membawa Peyvitta ke arah di mana mobil yang semula Peyvitta tumpangi berada.

"Gak!" tolak Peyvitta. Rasanya suasana yang nanti akan tercipta semakin tidak karuan, terlebih Peyvitta sadar kalau apa yang sudah dia lakukan sedari tadi hanya memancing amarah dari Santosa.

Sekarang Peyvitta tengah memikirkan bagaimana cara agar dirinya bisa lepas dari mereka. Peyvitta menuruti apa yang mereka suruh, yaitu masuk ke mobil. Namun, setelah masuk Peyvitta langsung keluar dari pintu yang sebelahnya.

Peyvitta dengan seketika langsung berlari menjauh dari tempat ini dan membuat mereka ikut berlari untuk mengejar Peyvitta.

Memang barusan di pintu yang sebelahnya tidak ada yang menjaganya, hanya saja mereka masih bisa menyadari kalau Peyvitta barusan sudah lari.

"Hei! Kembali! Jangan terus berlari!" teriak orang yang sekarang tengah mengejar Peyvitta yang berlari sekuat tenaganya.

Peyvitta bukan orang bego yang akan memilih untuk menghentikan langkah larinya begitu saja, karena kalau dia memang ingin menyerah, dia tidak akan memikirkan cara yang bisa dia lakukan agar dia bisa kabur dari mereka.

Gue gak yakin kalau gue harus terus sanggup berlari.

Semakin lama Peyvitta berlari, semakin terasa kalau tubuhnya sudah lelah.

Mereka yang mengejar Peyvitta berlari dengan cukup cepat, sehingga dengan cepat juga berhasil menguras tenaga Peyvitta, sebab sudah pasti Peyvitta harus berlari jauh lebih cepat dari pada mereka.

Tinn!

"Ahh!"

Apa yang terjadi?

Like it ? Add to library!

Tunggu kelanjutannya.

SEE YOU !

Van_Pebriyancreators' thoughts