webnovel

Seorang pahlawan

POV: CAra

Sudah lama semenjak ku mengenal dia, awal penerimaan sebagai mahasiswa baru. Anak ini pendiem ga' terlalu suka bicara namun selalu menangani dengan tindakannya.

Suatu ketika, beberapa malam sebelum acara penerimaan MABA, aku di hadang oleh segerombolan anak-anak nakal yang mencoba untuk merayuku, mereka berjumlah 5 orang, wajah mereka tampak berantakan begitupun juga dengan pakaian yang mereka kenakan saat itu, sepertinya mereka sedang mabuk. Aku mencoba ta' meladeni mereka dan sebisa mungkin mencari cara untuk kabur dari mereka namun ta' ada celah bagiku untuk kabur, aku kalah jumlah serta ta' menguasai ilmu bela diri apapun untuk melawan mereka, kini sikap mereka semakin menjadi-jadi.

Anak 1: cantik..sendirian aja ( mendekatiku yang tengah berjalan di sebuah lorong agak jauh dari toko serbaguna )

Aku cuma diam, menggenggam sekantong plastik barang belanjaan yang ku beli di toserba tadi dan ta' ingin meladeni mereka. Ku lihat sekeliling yang ta' begitu terang karena lampu yang biasa menyala di ujung lorong tiba-tiba rusak dan hanya berkedap-kedip. Ta' ku dapati orang lain selain kami.

Cara: tuhan.. gimana ini?? gimana aku bisa lolos dari orang-orang ini. ( tubuhku mulai bergetar karena takut )

Anak 2: ooo...cantik-cantik diem aja ( mulai menyentuh tubuh mungil ini )

Cara: kalian mau apa?? uang atau handpone?? aku akan berikan, tolong lepaskan aku. ( mencoba bernegosiasi dengan mereka, sambil ku berikan dompet yang ku bawa tadi dengan nada yang terbata-bata saking takutnya )

Anak 1: gadis kaya ternyata ( mengambil dompetku dan melihat isinya ) tapi kami ingin lebih, gimana?? ( wajah seram terpancar di wajahnya )

Cara: tolong lepasin aku, atau aku akan berteriak. ( mencoba bersiap untuk mengeluarkan suara sekeras yang ku bisa )

Anak 2:pegangin dia ( perintah anak ini ke anak-anak yang lain ). Berteriaklah, ta' kan ada orang yang lewat di dekat sini ( mulai meraba pipiku yang kini sudah mulai basah terkena keringat dingin yang menetes dari ujung kepalaku )

Cara: lepasin!! ( sebisa mungkin ku melepaskan pegangan kedua anak lainnya )

Anak 2: tenang sayang kami cuma mu bersenang-senang sebentar saja. ( dengan senyum seringainya )

Dia mulai kurang ajar, gerak tangannya kini mulai menjalar ketubuhku yang lain, tubuhku semakin bergetar penuh keringat dingin, entah karena jijik dengan perlakuannya atau apa, tiba-tiba saja aku sudah meludahinya.

" cuhhh " ku semburkan ludahku tepat di wajahnya, dia mencoba menyeka wajahnya menggunakan tangan dan kini dia tampak marah besar.

Cara: ya ampun, apa aku sudah gila?? apa yang telah ku lakukan ( gumamku dalam hati )

"plakkkk " sebuah tamparan keras mendarat di pipiku, waww sungguh sakit banget rasanya.

Anak 2 : berani-beraninya ya kamu ( menjambak rambutku dengan erat ) biar ku urus gadis ini sendiri ( seraya menyuruh anak-anak lain buat ngelepasin tanganku yang sedari tadi di pegang erat )

Dia pun menarik rambutku kencang, menyeretku ke tempat yang begitu sepi, nampak kiri kanan cuma kegelapan. Di lemparnya diriku di sebuah batu besar, akupun tersudut ta' tau harus bagaimana lagi dengan keadaanku sekarang.

Dia kembali melancarkan aksinya, berulang kali menamparku serta merobek paksa baju yang ku kenakan saat itu, aku ta' bisa berakhir seperti ini, aku ta' bisa tinggal diam dan cuma pasrah dengan sekuat tenaga ku arahkan tendangnku ke arah kemaluannya dan "dukkk" aku bisa pastikan dia merasa kesakitan, itu terlihat jelas di wajahnya.

Saat ia mengaduh dan memegangi kemaluannya gara-gara sakit, aku pun berlari. Berlari ta' tau arah, pokoknya lari aja gitu. Namun sayangnya dia terus saja mengejarku, ku coba berteriak minta tolong namun sepertinya ta' ada satu orangpun di sekitar sini.

Aku makin takut, rasanya pandangan ini pun juga ikut kabur, begitu pun langkahku yang semakin lamban dan benar saja pria jahat itu sudah begitu dekat denganku seakan ingin melumatku hidup-hidup.

Cara: tuhan tolong aku ( pintaku dalam keputusaasanku sambil terus berlari )

Dan benar saja, tuhan kasih penolong buat aku persis sebelum pria jahat itu bisa menangkapku. Dengan gentelnya dia menghajar pria jahat itu dengan berbagai teknik, sepertinya dia menguasai ilmu bela diri, ta' butuh waktu lama pria jahat itu pun tumbang dan berlari meninggalkan kami. ini

Aku ternganga melihat teknik ilmu bela dirinya yang cukup bisa di acungi jempol, usai si pria jahat pergi dia pun memberikan jaketnya padaku.

Agus: Kamu ta' apa? ( tanyanya lembut ) Pakailah, biar ku antar sampai ujung gang. Setelah ini kamu bisa pulang sendiri kan? ( mengulurkan jaketnya padaku )

Cara: sumpah ni anak lembut banget suaranya, mana pintar bela diri, baik, ganteng pula ( gumamku dalam hati sambil tetap terpana akan keindahannya )

Agus: hallo nona, kamu bisa dengar aku?? ( mengayunkan jari jemarinya ke depan mataku )

Cara: oh ( aku pun tersadar dan menerima jaket yang dia berikan lalu memakainya )

Agus: aku nggak ngerti apa yang sebenarnya terjadi, tapi sepertinya kamu akan aman setelah melewati gang ini. Arah rumah kamu kemana? ( suara lembutnya bikin aku meleyot )

Aku pun menunjuk arah jalanku pulang, ia pun menuntunku melalui gang gelap ini, sepanjang jalan aku cuma diam dan dia pun juga begitu. Sampai di ujung gang dia pun bergegas pergi.

Agus: setelah ini kamu aman, sudah banyak orang yang lalu lalang. ( melepaskan genggaman tangan kami ). Maaf aku harus pergi.

Dia pun pergi setelahnya tanpa berkata apapun lagi dan bodohnya aku yang cuma mematung tanpa bilang trima kasih sama dia, tanpa tau dia itu siapa, namanya siapa, tinggalnya di mana.

Cara: dasar ya kamu Cara, bodoh banget!! bilang makasih ke' atau tanya apalah gitu, bukan malah diem, jadi nggak bisa tau tentang dia kan. ( menepuk kepala ini yang otaknya telah berhenti sepersekian detik karena terpana dengan seorang pria tampan yang menyelamatkannya )

Aku pun menyesal karena ta' bisa berbuat apa-apa. Hingga aku sadar dia sudah hilang entah kemana.

Setelah kejadian itu aku ta' pernah berpapasan lagi dengannya, aku sudah coba mencarinya di tempat kami bertemu tapi nihil. Ta' ada informasi yang ku dapat tentang dia juga.

Tiba saat pendaftaran masuk universitas aku melihat dia, iya dia yang itu, pria yang sudah menyelamatkan hidupku, dia juga bersekolah di kampus ini sedang ikutan antri di depan papan pembagian jurusan. Akupun senang juga lega akhirnya aku bisa bertemu lagi dengan dia.

Dia nampak ganteng dari segi manapun, bikin hati ini meleleh deh, aku yakin aku harus bisa berteman dengan dia, begitu keinginanku saat itu.

Ta' perlu lama-lama lagi buat bisa dekat dengan dia, aku pun mulai berjalan lurus untuk mendekatinya.

Cara: pokoknya aku harus berterima kasih dengan dia. ( ku mantabkan hatiku untuk menghampiri dia ). Oke kamu pasti bisa Cara, semangat. ( mengepalkan tangan tanda semangat )

Namun setelah aku mulai mendekat nyatanya ada seorang pria lain yang juga menghampiri dia dan terlihat begitu akrab dengan dia, ta' ayal nyaliku menciut dan berputar arah, ta' jadi diri ini untuk menyapanya bila bersama orang lain.

Cara: ohhh...kenapa sesulit ini ( berputar arah dan melenggang pergi ). Mungkin bukan hari ini aku bisa berbicara dengannya sang pahlawan. ( begitu ku menyebutnya )

*****