webnovel

Pernikahan Sialan

"Bagaimana para saksi, sah?"

Semua orang yang berada di ruangan itu dengan serentak mengatakan sah. Suasana terlihat sangat khidmat. Terlihat seorang wanita mengenakan gaun mewah tersenyum penuh haru. Arlena Wijaya Kusuma, siapa yang tidak mengenal gadis itu di kota ini? Ah! Bukankah sekarang ia bukan gadis lagi? Ia sudah resmi menjadi seorang istri dari Harjuan Hageswara, tentu bukan orang sembarangan bagi Lena. Keduanya melakukan prosesi acara pernikahan dengan baik.

"Terimakasih," ucap Juan tersenyum tulus.

"Sama-sama," balas Lena tersenyum tak kalah tulus.

Mereka pun melanjutkan acara yang lain, yang tentu akan menciptakan suasana baru. Mereka dibimbing untuk duduk bersebelahan di sebuah kursi mewah. Ruangan pun sudah dihias begitu cantik serasi dengan gaun Lena. Semua serba putih, menggambarkan ketulusan dan juga kesucian pernikahan Juan dan Lena. Sedari tadi, seorang lelaki tua menangis. Ia terduduk di atas kursi roda dan seseorang membantunya untuk menghampiri sepasang pengantin itu. Setelah sampai, keduanya bersitatap dan kala itu juga tangis mereka pecah. Tak ada percakapan yang keluar dari mulut masing-masing. Namun, keduanya mengerti apa yang sedang mereka pikirkan.

"Selamat ya, Sayang," ucapnya terbata-bata.

Lena terdiam. Tidak menjawab, tidak juga mengangguk. Ia tak berhenti menatap ayahnya. Tatapan yang tadinya terlihat begitu bahagia kini menampakkan tatapan rapuh.

Kejadian itu berlangsung begitu cepat sampai acara selanjutnya dimulai. Acara demi acara pada hari itu berlangsung lancar sesuai rencana dan juga harapan. Doa-doa baik kian terdengar diakhiri dengan tawa. Suka duka itu berlangsung tak usai-usai.

Sampai keduanya berada dalam tempat yang berbeda. Bukan lagi gedung bertingkat dengan ornamen putih dan juga hiasan bunga.

Kini, mereka sudah berada di dalam sebuah rumah. Mereka tinggal di rumah yang ditempati oleh Juan. Sejak kecil, Juan sudah tidak memiliki orangtua, oleh karena itu ia tinggal sendiri. Tentu saja bukan rumah kecil dengan 2 kamar yang terkadang bocor ketika hujan. Rumah mereka terbilang mewah dengan arsitektur bangunan yang tidak sembarangan.

Harjuan Hageswara- CEO dari perusahaan ternama di Perancis itu. Perusahaan yang awalnya bergelut di kreasi makanan kini berpindah menjadi perusahaan yang berkelut pada bidang property. Tak ayal, ia memiliki arsitektur rumah yang hanya beberapa orang yang mengerti.

"Kamar saya sebelah mana?" tanya Lena dengan nada datar.

"Hah?" Juan terlihat bingung dengan apa yang ia dengar.

"Kamar saya sebelah mana?" ulang Lena.

Juan pun menunjukkan kamarnya yang sudah dihias sedemikian rupa. Ia membukakan pintu untuk Lena, dan mempersilahkannya masuk. Mereka sama-sama berdiri di depan pintu.

"Ini kamarmu, bukan kamar saya," ucap Lena.

"Kita sudah suami-istri, kenapa harus pisah kamar?" tanya Juan tak tahan dengan sikap Lena.

Lena tertawa kecut, kemudian ia segera mengambil koper yang ia bawa dari rumah.

"Hanya status. Bagi saya, kamu tetap Harjuan, musuh saya."

Lena melenggang pergi mencari ruangan untuknya tidur. Ia mengintari rumah yang sangat luas itu dan berhasil menemukan ruangan yang ia anggap cocok. Ia segera masuk dan mengunci ruangan yang sekarang sudah beralih menjadi kamarnya.

"Pernikahan sialan." Lena mengumpat sambil melempar koper yang cukup berat itu.

Ia tidak pernah menyangka bahwa takdir hidupnya akan se-tragis ini. Padahal kemarin ia masih bersenang-senang bersama teman-temannya. Ia masih menjadi seoranh gadis yang terkenal akan kekayaan dan kecerdasannya dalam mengelola perusahaan. Tetapi malam ini, ia sudah berbeda dari Lena yang kemarin. Ia sudah bersuami, ia sudah menjalani bahtera rumah tangga. Dan yang membuatnya kesal adalah ia menikah dengan rivalnya sendiri.

Tesson Company dan Qutech adalah dua perusahaan yang menjadi ikon Paris. Lena sebagai CEO dari Tesson Company yang berdiri pada industri perhotelan dan pariwisata, sedangkan Juan sebagai CEO dari perusahaan Qutech pada bidang property. Sebenarnya keduanya tidak terlalu berhubungan, hanya saja, di Paris setiap tahun selalu ada ajang pemilihan The Best Company of The Year. Di sanalah mereka menjadi rival untuk mendapatkan posisi itu.

Juan dominan memimpin, itu sebabnya Lena sangat membenci Juan. Ia adalah seseorang yang sangat perfeksionis. Tak pernah ingin kalah oleh siapapun. Namun ternyata, bukan hanya kalah dalam ajang tahunan itu, ia juga kalah dalam melawan ego papa-nya.

Van Dress Tere, ia adalah pemilik Tesson Company. Dahulu, itu hanyalah hotel kecil yang tidak terkenal. Tarif yang dipasang pun sangat rendah. Alhasil, atas kerja kerasnya selama puluhan tahun, ia berhasil mengembangkan Tesson Company menjadi perusahaan bergengsi. Dan sekarang, tugas putrinya-lah untuk meneruskan memimpin perusahaan.

Namun, sebelum ia menyerahkan Tesson kepada Lena, papa-nya ingin Lena menikah dengan Juan. Sebenarnya ini bukan perjodohan. Hanya perbedaan sudut pandang atas Juan. Papa Lena yang melihat Juan sebagai calon menantu idaman, sedangkan Lena yang melihat Juan sebagai calon kesedihan.

Lena sudah beradu argumen dengan sang Papa. Dengan adanya pernikahan itu, tentu saja pendapatnya kalah dan harus menuruti apa yang diinginkan papa-nya.

Tidak terasa lena melamun cukup lama sampai ia tidak sadar bahwa sedari tadi terdengar bunyi seseorang mengetuk pintu. Lena bangkit dari duduknya. Koper masih setia berada di tempat terakhir kali Lena melemparnya sembarangan. Setelah ia membuka pintu, tampak Juan tersenyum ramah kepadanya.

"Makan malam sudah siap, sayang," kata Juan.

Tidak ada jawaban. Lena tetap berdiri di tempat dan hanya menatap Juan.

"Kamu pasti lapar karena acara tadi, kan? Saya sudah memasakkan kamu makanan spesial. Ayo!" Juan menarik tangan Lena untuk berjalan ke ruang makan.

Belum setengah langkah, Lena menghempaskan genggaman itu. Matanya berkaca-kaca, dan satu air mata lolos jatuh ke pipinya. Ia menangis di depan Juan.

Juan yang melihat Lena pun panik dan tidak tahu harus bagaimana. Ia mendekatkan tubuh dan memeluk Lena perlahan. Juan pikir Lena akan menghindari pelukan itu, tetapi ternyata salah. Lena diam saja, tidak membalas tidak juga menolak.

"Apa dosa saya sama kamu?" ucap Lena disela-sela tangisnya.

"Kenapa saya harus menikah dengan kamu?"

"Saya tidak cinta sama kamu, dan tidak akan pernah!"

"Kenapa saya harus tinggal serumah dengan orang yang paling saya benci?"

Lena terus meracau dengan tangis yang semakin lama semakin terdengar menyakitkan. Juan segera melepaskan pelukannya. Menjauhkan diri dari Lena dan menunduk.

"Maafkan saya..." lirih Juan.

"Lakukan apa pun yang kamu mau, saya akan menurutinya."

Setelah berkata demikian, Juan melangkah pergi dari hadapan Lena yang masih menangis. Ia menuju meja makan dan segera melahap makanan yang baru ia masak.

Di tempat yang berbeda, Lena masih menangis. Ia merutuki dirinya dan juga takdirnya. Ia belum siap untuk menjalani rumah tangga. Bahkan untuk pacaran saja ia tidak pernah. Sedari kecil, ia sudah dilatih untuk fokus dengan karir. Ia harus masuk sekolah unggulan, ia harus masuk kuliah dengan rating tinggi, dan tentunya harus menjadi pemenang. Itulah yang menyebabkan ia memiliki sifat perfeksionis. Masa-masa remaja-nya tidak pernah mencicipi cinta.

Setelah puas menangis, ia keluar dari dalam kamarnya. Melangkah tegas menuju meja makan. Di sana, ia melihat Juan sedang mencuci piring bekasnya makan. Juan belum menyadari kedatangan Lena sebelum suara kursi yang ditarik memecah perhatian Juan dalam mencuci piring.

"Makan saja, saya hanya makan sedikit. Habiskan ya, supaya tidurmu nyenyak," titahnya dengan tetap melanjutkan kegiatan awal.

"Mari mulai drama pernikahan ini." Suara Lena menggema di ruang makan itu.

Juan mengakhiri kegiatan mencuci piringnya, karena ia berpikir Lena sedang membahas hal yang serius. Ia berjalan ke arah meja makan, dan duduk di hadapan Lena.

"Maaf, saya belum mengerti," ucapnya dengan lembut.

"Kita tidak mengharapkan pernikahan ini, orang-orang terdekat kita yang menginginkannya," jelas Lena.

"maka dengan itu, saya ingin jika di luar rumah kita bersikap layaknya pasangan suami-istri." lanjut Lena dalam satu helaan napas.

"Namun, jika kita sudah di rumah, bersikaplah layaknya kita tidak pernah menikah, paham?" akhir Lena dan menatap Juan intens.

Juan sangat terkejut dengan statement yang dibuat oleh Lena. Padahal, ia juga sebenarnya belum mencintai Lena. Tetapi ia berusaha untuk menerima Lena dan akan memberikan semua perhatian itu untuk istrinya. Mengapa Lena tidak ikut menerimanya dan mencoba mencintainya? Pertanyaan demi pertanyaan kian memenuhi kepala Juan sampai rasa pusing menjalar dengan cepat.

"Baik, jika itu mau kamu. Saya akan menurutinya," jawab Juan pasrah.

Lena mengangguk dan segera beranjak dari tempat duduknya.

"Minimal makan dulu, jika kamu tidak suka melihat saya, saya akan pergi dari sini. Kamu belum makan sejak tadi pagi," kata Juan membuat langkah Lena terhenti.

Namun perkataan itu tidak dapat mengubah niat awal Lena. Meskipun sempat terhenti, langkah itu berjalan lagi. Tanpa menoleh sedikit pun, Lena terus berjalan. Juan hanya tersenyun getir menyaksikan apa yang terjadi sekarang. Ia sama sekali tidak pernah menyangka bahwa Lena sangat membencinya. Ia pikir, ketika mereka bertemu, lalu Juan menyapa Lena terlebih dahulu, namun tidak pernah ada balasan adalah karena Lena tidak tahu dan Lena sibuk. Ternyata, karena Lena membencinya.

Juan pun berjalan masuk ke dalam kamar, ia merasa sangat lelah dengan apa yang telah ia lakukan hari ini. Ia juga sangat mengantuk. Setelah membersihkan badan, ia merangkak ke atas kasur dan menatap langit- langit kamar. Ia mengingatkan dirinya lagi bahwa mulai sekarang ia adalah seorang suami. Bukan hanya menjaga diri sendiri, ia sudah memiliki tanggungjawab untuk menjaga istrinya, Lena.

Ia mengingat bagaimana tadi pagi Lena terlihat sangat bahagia ketika proses pernikahan berlangsung. Senyumnya tidak pernah hilang sedikit pun, ia terlihat begitu menikmati susunan acara demi acara. Sampai akhirnya mereka sampai ke rumah, dan Lena bersikap berbeda 180 derajat, Juan pikir hanya kejutan untuknya. Tetapi, setelah mendengar semua penuturan Lena, ia baru sadar bahwa inilah sikap asli Lena.

Juan menarik selimutnya, mencari posisi paling nyaman. Ia mengenyahkan pikiran-pikiran negatif yang dengan aktif berseliweran di dalam otaknya. Belum lagi rasa pusing yang kian menjalar.

"Malam pertama yang mengenaskan."

Selesai kalimat itu diucapkan, mata Juan terpejam dan segera berlari ke dunia mimpi.

"Juan! Buka sebentar!"

Happy Reading, hope you like it.

pecandukitkatcreators' thoughts