webnovel

14. Home

Malam mengumandangkan keheningan ketika Syean dan Dean sampai di rumah yang berpekarangan luas itu. Beberapa mobil terlihat terparkir rapi di sebelah kiri. Sedangkan di kanannya ada sebuah mobil pick up yang di atas baknya tersusun beberapa kardus.

"Sepertinya udah pada tidur," gumam Syean sambil menekan handle pintu mobil. Menoleh ke arah Dean yang juga menatapnya gugup, "Kenapa?"

"Rasanya tidak sopan saja, Syean, gue bertamu malam-malam begini. Bagaimana nanti kalau bonyok lu terganggu dengan kedatangan kita?"

Syean memutar bola matanya, "Dengar ya, Dean! Gue lagi ga' pengen drama-dramaan. Capek, dan gue juga laper! Kalau lu mau mendem di mobil sampai membeku, terserah!"

Syean segera keluar dari mobil tanpa peduli dengan Dean yang sekarang ternganga ganteng. Napa tu cewek? Batinnya heran. Dean-pun turun dari mobil dan mempercepat langkahnya menyisi di samping Syean.

"Ga' sopan banget jadi tuan rumah!" Dean bersungut-sungut sembari menoleh ke arah Syean yang sekarang memasang mimik serius, "Ada apa sih? Wajah lu tegang amat!"

Syean tidak menjawab dan terus berjalan. Sebuah rumah dengan dua pilar utama terlihat kokoh menjulang. Rumah yang terlihat begitu besar dan megah. Nuansa putih memenuhi dindingnya. Dengan arsitektur bangunan bergaya Romawi membuat Dean melangkah terhenti dan matanya terbelalak lebar.

"Ini ... rumah lu?" Dean ternganga hebat. Rasa canggung kian merasuki hatinya.

"Bukan!" jawab Syean ketus, "Rumah bokap! Gue mana ada duit membangun rumah segede ini! Yuk, kita masuk!"

Satu hal yang diherankan oleh Dean, dengan rumah yang seluas ini, tidak terlihat satu pun penjaga. Bahkan rumah ini tanpa pagar tinggi seolah-olah tuan rumah tidak takut rumahnya dimasuki orang jahat. Coba saja kalau di kota rumah begini tidak ada satpam, bisa-bisa dalam hitungan hari, terjadi perampokan. Bahkan bisa-bisa yang empunya rumah ikut tewas digasak maling.

Sekarang mereka berdua berdiri di depan pintu yang nuansa mistisnya terasa sekali. Ukiran pintu berupa seekor ular naga besar dengan kedua mata menatap marah. Dean sampai-sampai memegang tangan Syean karena gugup.

Belum sempat Syean menekan bel, pintu menjeblak terbuka. Membuat kedua orang itu terkejut. Di depan mereka berdiri seorang bapak-bapak berusia setengah abad. Wibawa begitu kuat dengan kumis sedikit tebal di atas bibirnya. Matanya menyorot tajam. Tinggi tubuhnya melebihi tinggi tubuh Dean. Walau usianya sudah berada di angka lima puluhan kegagahan masih terlihat jelas di wajahnya. Dengan bentuk badan yang terjaga. Tiada perut buncit yang biasanya dialami oleh orang-orang separuh baya.

"Assalamu'alaikum, Ayah?" Syean menjura hormat sambil menangkupkan tangan di dada. Kepala menunduk.

"Waalaikum salam, Syean! Kenapa pulang malam-malam?" Lelaki yang ternyata adalah ayahnya Syean mengulurkan tangan memegang bahu Syean lembut. Menariknya masuk ke dalam rumah.

"Syean, pulang dari Bukittinggi, Ayah. Jadi sekalian mampir ke sini. Ayah apa kabar?" Ada kegugupan di suara Syean. Dia tidak berani menatap wajah ayahnya.

"Oh gitu, ya udah. Travelnya sudah dibayar? Kasihan orang menunggu lama!" Selesai berucap begitu, ayahnya Syean mendekati Dean sambil mengeruk saku. "Berapa ongkos travelnya, anak muda?"

Wajah Dean berubah. Memerah malu dan juga kesal, "Gratis, Om. Ga' perlu bayar!" jawab Dean ketus.

"Oh, baik banget Anda! Ya sudah, terima kasih telah mengantarkan anak saya. Karena ini sudah malam dan tidak enak sama tetangga kalau menerima tamu lelaki malam-malam, mungkin sebaiknya anda pergi! Selamat malam!"

Dean mengalihkan pandangan ke arah Syean yang sekarang tersenyum-senyum geli. Dia menggerakkan bibirnya yang membuat darah Dean mendidih, seolah-olah Syean mengejeknya dengan kata rasain lu!

"Syean, bantu gue napa? Lu mau gue mati kejang di luar?" Dean sangat frustasi sementara pintu ditutup pelan oleh ayahnya Syean. Melihat pintu akan segera menutup, Syean dengan cepat menahan tangan ayahnya.

"Ayah, please! Udah akh, kasihan anak orang! Lihat noh, wajahnya sedih begitu! Ntar kalau dia mewek, apa Ayah mau menghiburnya?" Syean tertawa terpingkal-pingkal.

"Akh, kamu gimana sih, Syean? Baru juga mulai! Kan kamu sendiri yang minta calon mantu Ayah ini diuji dulu?" Wajah keras, kaku dan tegas tadi berganti dengan wajah jenaka dan penuh humoris. Gelak tawa keluar dari mulutnya. Dean yang merasa dikerjai menghentakkan kakinya kesal.

"Jadi saya dikerjain?" Gembor Dean panas. Dia menatap garang ke arah Syean.

"Seharusnya kamu melihat wajahmu sekarang, Dean!" teriak Syean penuh kemenangan.

"Tenang, Mami sudah videoin kok semuanya!" Tetiba saja di belakang Syean muncul seorang perempuan paruh baya yang masih terlihat cantik. Syean yang mendengar suaranya segera menghambur ke pelukan perempuan itu.

"Mamiiii ... Syean kangeeeennn!" Dia memeluk tubuh wanita itu erat.

"Mami juga sayang! Kirain Mami kamu ga' bakalan pulang-pulang. Sekalinya pulang, malah bawa calon mantu! Asyek benar anak Mami!" Maminya Syean menciumi pipi anak gadisnya itu penuh sayang.

"Yuk, masuk, Nak! Udah semakin larut. Kalian butuh istirahat. Syean, kamu ajak Dean ke kamar tamu. Mungkin dia perlu mandi atau apa. Ayah mau ke kamar dulu, udah ngantuk banget. Ngobrolnya besok saja yach?"

"Siap Ayah! Kalau gitu, Mami rehat jugalah. Maafkan anak kalian yang bikin gaduh malam-malam begini!" Syean menciumi pipi kedua orang tuanya. Lalu memberi kode ke Dean untuk mengikutinya.

Setelah berada di kamar tamu, dan ketika Syean mau keluar dengan cepat Dean menarik pinggang Syean. Memeluknya erat.

"Hei, lu mau ngapain?" Syean berjengit takut. Takut kalau Dean akan melakukan sesuatu yang iya-iya.

Dean memeluk erat tubuh Syean, dan membisikkan kata-kata yang membuat hati Syean tersentak,

"Gue cinta sama lu, Syean! Tidak pernah sebesar ini rasa cinta gue ke orang lain! Gue tidak mau menunggu lebih lama. Besok, gue bakalan langsung lamar lu di depan orang tua lu! Please, jangan lu tolak, ya?"

Pelukan Dean makin cepat. Ada deru kegugupan di nada suara Dean. Napasnya memburu sesak membuat Syean yang dipeluknya juga kesulitan bernapas.

"Ya ampun, lu bisa membuat gue mati tercekik, Dean. Lepasin gue!" Syean memukul jidat Dean keras. Pelukan Dean serta merta terlepas.

"Tuhan, lu sadis banget! Sakit ini kepala!" Dean meringis kesakitan.

"Habisnya lu menggigau kok sedang sadar! Mandi gih sana! Udah bau udang tuh badan. Itu di lemari banyak baju tidur. Pilih saja yang pas sama body lu! Gue lapar, mau makan. Ntar gue bawain makanan dan minuman ke sini. Oke?" Syean melipat tangannya dan berdiri di depan pintu.

"Makasih sayang, gue cinta sama lu!"

Syean memutar matanya dan segera berlalu dari hadapan Dean. Seperginya Syean, Dean menghempaskan tubuhnya ke kasur empuk. Meregangkan badannya yang terasa pegal. Tidak menyangka kalau orang tua Syean begitu humble dan welcome terhadap dirinya. Tadinya dia merasa bakalan ditanya macam-macam. Tapi malah dikerjai sedemikian rupa. Benar-benar keluarga yang aneh!

Sepertinya Tuhan mempermudah langkah Dean untuk bisa menjadi bagian dari keluara besar Syean. Sosok orang tua Syean memberikan sedikit penguat dan keyakinan di dalam hati Dean kalau dia pasti bisa menjadikan Syean istrinya. Pemuda tampan itu segera memejamkan mata dan merasakan ruang jiwanya begitu hangat dan hatinya diliputi kebahagiaan.