webnovel

TIKAM SAMURAI

An appreciation to Mr. Makmur Hendrik.... ---000----- “kau tak akan selamat Saburo. Aku bersumpah akan menuntut balas dari akhirat. Kau akan mati dibunuh oleh Samuraimu sendiri. Akan kau rasakan bagaimana senjatamu menikam dirimu. Kau akan ditikam oleh Samurai yang kau bawa dari negerimu. Ingat itu baik-baik. Aku bersumpah…..” Tikam Samurai bercerita tentang kisah hidup seorang anak muda yang berasal dari desa Situjuh Ladang Laweh, yang terletak di kaki Gunung Sago, Sumatra Barat. Tragedi bermula dengan penyerbuan sepasukan kecil tentara Jepang di sekitar tahun1942 ke desanya. Kebengisan tentara Jepang mengakibatkan ayahnya tewas di tangan Saburo Matsuyama, seorang perwira lapangan dan ibu dan kakak perempuannya ikut menerima dampak buruk dari perlakuan prajurit Jepang. Si Bungsu nama anak muda itu, satu-satunya yang selamat di keluarganya. Samurai yang ditinggalkan oleh Saburo menjadi sarana latihan untuk mulai meretas jalan menuju Jepang untuk menuntut balas. Ia akhirnya menciptakan jurus Samurai yang khas yang dapat memenangkan pertarungan demi pertarungan melawan para penjahat bahkan prajurit Jepang sendiri. Beberapa prajurit Jepang melakukan harakiri untuk mengakui kekalahannya menghadapi si Bungsu. Berbagai peristiwa unik dengan latar sejarah akhirnya mengiringi perjalanan si Bungsu menuju Jepang. Berkenalan dengan anggota pasukan khusus Inggris Green Barret dan bertarung dengan Yakuza. Dia akhirnya berhasil menemukan pembunuh keluarganya, Saburo Matsuyama, musuh besarnya di Kyoto, dan mengantarkan Saburo untuk memilih harakiri setelah dikalahkan dalam pertarungan Samurai sejati oleh si Bungsu.

BIAAN · Action
Not enough ratings
266 Chs

Apa maksudmu mengikuti saya ?

Si Bungsu mengangguk. Angela berjalan keluar dan menutup pintu dibelakang nya.

Si Bungsu masih tegak disana, menatap pintu yang sudah ditutup itu. Kemudian perlahan berjalan kearah jendela. Lewat jendela dia menatap kearah jalan di bawah sana. Tak lama dia melihat Angela tegak di trotoar. Tegak sejenak, menatap kearah pustaka tua itu, kemudian tangannya teracung. Sebuah taksi tua kelihatan berhenti dekatnya. Dia masuk, duduk di belakang, dan taksi itu meluncur maju.

Lalu lintas didepan flat yang mereka tempati itu cukup ramai. Jalan itu kelihatannya jalan satu arah. Kendaraan datang dari arah kanan, yaitu dari arah pustaka itu, menuju kekiri. Dia kembali menatap gedung tua dikanan itu, ke pustaka dimana dia pernah membaca majalah dan buku tentang ku klux klan. Dia ingin kesana. Malam tadi Angela bicara tentang FBI dan CIA, dia ingin tahu tentang kedua organisasi itu. Soalnya akan mengapa dia seharian ini? Daripada duduk bermenung, menjelang Angela kembali, lebih baik dia membaca di pustaka itu. Dan setelah itu, barang kali dia bisa memikir-mikir bagaimana rencana selanjutnya.

Apakah dia akan ke Indonesia? Pulang!

Ingatan itu tiba-tiba melintas dikepalanya. Pulang sendirian. Ya, ketika dia datang kemari berdua dengan Tongky. Kini dia harus pulang sendirian. Kepalanya berdenyut mengingat kepulangan sendirian itu.

Dia memutuskan akan ke pustaka. Dia segera turun dari flat berlantai lima itu. Dia tak mau naik lift, untuk kesehatan dia lebih senang menggunakan tangga naik turun. Di belakang dia mendengar pintu ditutup dan langkah mengikutinya. Dia menoleh, dan segera melihat Elang Merah di belakangnya. Nampaknya dia telah bergantian dengan Pipa Panjang yang berjaga tadi malam. Indian yang setia itu melangkah dengan perlahan. Timbul niatnya untuk berjalan bersama anak muda itu. Diategak menanti, namun Indian itu berhenti juga empat atau lima depa darinya.

"Hei, Elang Merah mari kita bersama-sama.."ujarnya. Elang Merah menggeleng.

"Saya ditugaskan mengawal anda, Tuan. Kalau saya berjalan bersama tuan, saling bicara, bagaimana saya bisa mengetahui ada orang berniat jahat di depan atau belakang, tuan?"

Si Bungsu ingin membantah. Tapi dia melihat tak ada gunanya berbantahan dengan lelaki Indian yang teguh pendiriannya itu. Dia memutuskan untuk terus berjalan.

Sesampai dibawah, dia berbelok kekanan. Melangkah kaki disepanjang lima apartemen tersebut. Tak lama kemudian dia sudah berada di pustaka di gedung gaya lama itu. Diamasuk kedalam. Dilantai satu ada portir tua yang bertugas untuk sebagian gedung tua itu. Barangkali gedung itu tidak hanya untuk pustaka. Ada kegunaan lain, karena gedung itu lumayan besarnya.

Ketika akan masuk, dia sempat iseng menghitung jendela disebelah kiri gedung itu ada tujuh jendela untuk masing-masing tingkat. Jendela pertama dan ketujuh, masing-masing dipinggir yang paling berlainan di tingkat enam modelnya persegi. Sementara jendela yang lima buah lainnya, yang diapit dua jendela itu masing-masing sisi itu, modelnya melengkung di bahagian atas, seperti model jendela atau pintu bangunan timur tengah.

Dia melewati lelaki tua yang menjaga di bawah itu. Dan saat itu seorang lelaki agak bergegas mendahuluinya. Lelaki itu memakai jas hitam gelap menenteng sebuah tas persegi ukuran sedang. Dia persis di belakang lelaki itu ketika menaiki tangga. Nampak lelaki itu menuju tingkat atas seperti dia. Ada tiga atau empat kali lelaki itu menoleh kebelakang, kearahnya.

Lelaki itu betubuh atletis dengan rambut agak lebat dan rapi. Si Bungsu akhirnya berbelok ke gang di lantai empat. Setelah sekali lagi melirik, lelaki itu meneruskan naik kelantai atas.

Si Bungsu masuk keruang pustaka yang sepi itu. Menyapa lelaki tua gemuk yang menjadi petugas disana.

"Hei, anda yang mencari buku dan penerbitan tentang ku klux klan itu bukan?" lelaki tua itu bertanya sambil menuangkan minuman dari sebuah botol segi empat pipih kemulutnya. Bau minuman keras menusuk hidung.

"Ya, pak.."

"Anda tahu? sejak Anda membaca buku tentang ku itu, di kota ini telah terjadi semacam pembantaian terhadap orang-orang dari kelompok rasis itu. Ada lebih selusin yang mati secara misterius. Bagi saya ada baiknya mereka mati semua…"

Si Bungsu masih tegak mendengar. Lelaki gemuk dengan pipi kemerah-merahan itu kembali menengak minuman dari botol pipih kecil ditangannya.

"Saya ingin membaca tentang FBI atau CIA, pak tua.."katanya pelan.

Lelaki tua itu menatapnya.

"Kesukaan bacaanmu aneh-aneh saja, anak muda. ku klux klan, FBI, CIA, semuanya organisasi penjahat…"

"Bukan, FBI dan CIA adalah organisasi kepolisian Amerika…"si Bungsu mencoba menjelaskan. Lelaki tua penjaga pustaka itu tertawa terkekeh.

"Saya tahu, saya tahu anak muda. Cuma dalam prakteknya, FBI atau CIA itu terkadang tak beda jauh dengan gerombolan bandit.." dan lelaki tua itu berjalan sempoyongan.

Tangannya memberi isyarat kepada si Bungsu untuk mengikutinya. Mereka berjalan ke bahagian dalam, kemudian menaiki sebuah tangga, sampai dilantai lima. Berjalan di gang deretan buku-buku tua, kemudian berbelok kesebuah sudut.

"Nah, disana ada buku-buku, majalah atau koran tentang CIA dan FBI.."ujar lelaki itu sambil menunjuk dengan telunjuknya yang gemetar kesebuah tempat.

"Hm. bukankah itu juga tempat saya membaca buku tentang ku klux klan itu?" ujar si Bungsu ketika dia mengenali tempat yang ditunjukan itu.

"Persis, Bukankah sudah saya bilang, bahwa FBI, CIA, ku klux klan dan mafia adalah organisasi bandit? itulah buku-buku tentang mereka diletakan berdekatan. Mereka bersaudara he..he….he.."ujar lelaki tua itu sambil tertawa terkekeh-kekeh meninggalkan si Bungsu.

Si Bungsu melangkah kederetan buku-buku tersebut. Dia melewati deretan rak-rak buku tentang ku klux klan yang pernah dia baca. Kemudian agak disudut dia lihat buku tentang CIA dan FBI yang dia cari. Di susun menurut alfabet, mulai dari A, B, kemudian tentang C didapat, CIA ,Cuba, Cina, chicago dan lain-lain. Tak jauh dari sana pada deretan ke enam, pada abjad F dia jumpai tentang Formos, Francis, FBI serta yang lain-lain.

Dia tegak beberapa saat, buku mana yang akan dia baca lebih dulu? tentang FBI atau CIA atau mafia? Dia teringat akan kata-kata pak tua tadi kalau FBI, CIA, Ku klux klan sama saja dengan mafia!

Mafia, dia ingin mencari tentang mafia. Dia ikuti terus abjad yang ada di rak-rak buku itu, sampai diabjad M, dia melihat tentang mauratania, Mamouth, Malaya, Mafia dan seterusnya. Ketika dia akan meraih salah satu buku tentang mafia itu, perasaannya mengatakan kalau ada seseorang yang tengah memperhatikannya.

Seseorang tengah mengintainya! Naluri yang tajam kembali bekerja. Dia masih tegak melanjutkan mengambil buku tentang mafia itu, namun dengan waspada dia mencoba meneliti, dimana orang yang sedang memperhatikannya itu.

Apakah orang itu, pak tua tadi? rasanya bukan. Dia meraih sebuah buku tebal, bersamaan dengan itu dia menoleh kekanan pada sebuah pintu yang terkunci sejak dia datang pertama kali kemari. Sekarang pintu-pintu itu masih terkunci, namun lewat lobang kunci, samar-samar dia melihat bayangan yang bergerak dibelakang pintu tersebut. Dan bayangan itu lenyap waktu dia dengan tiba-tiba menoleh kesana tadi.

Ada orang yang mengintip? Dia membolak-balikkan buku tentang mafia itu. Namun hatinya tak tertuju kesana. Hati dan pikirannya tertuju pada orang yang mengintip tadi, siapa dia?Elang Merah ?

Ya ,mengapa dia melupakan indian itu? Dia baru saja berfikir kearah itu ketika tiba-tiba terdengar kegaduhan dibalik pintu tersebut. Seperti suara perkelahian! Suara gedebuk-gedebak.

Khawatir tentang keselamatan Elang Merah, si Bungsu segera bertindak cepat. Meletakkan buku tersebut, kemudian mencari jalan keluar dan mencari jalan menuju pintu yang tertutup itu. Tak berapa lama dia berhasil mencapai tempat tersebut, dan mendapatkan Elang Merah sedang meringkus seorang lelaki dilantai.

"Apa yang engkau intai disana ,he?"tanya Elang merah.

Lelaki yang diringkus itu melenguh-lenguh kesakitan. Ketika Elang merah melihat si Bungsu muncul, dia menceritakan kalau lelaki itu dia pergoki tengah mengintai lewat lubang kunci.

"Baik, lepaskan dia.."kata si Bungsu.

Elang Merah melepaskan orang tersebut, yang kelihatannya memang tak berdaya menghadapi Indian berotot itu. Ketika lelaki itu tegak, si Bungsu segera mengenalinya sebagai lelaki yang mendahuluinya masuk, dan berjalan didepannya ketiak menaiki tangga.

Lelaki ini, dua atau tiga kali menoleh padanya, ketika menaiki tangga tersebut. Dia masih ingat, lelaki itu tadi membawa sebuah tas kecil. Kini tas itu tak ada padanya. Mereka bertatapan.

"Nah, sekarang katakan, apa maksudmu mengikuti saya?"tanya si Bungsu pelan.

Lelaki itu membetulkan bajunya yang awut-awutan bekas dicengkram si Elang Merah. Dia tak segera menjawab pertanyaan si Bungsu, si Bungsu menatap pada Elang Merah.

"Apakah dia dari kelompok Ku?"tanyanya pada Indian itu.

Elang Merah menatap sesaat pada lelaki itu, kemudian menggeleng. Tanpa bicara sepatah katapun, lelaki itu berlalu dari sana. Si Bungsu dan Elang Merah menatapnya sampai keluar gang.

"Saya telah memperhatikannya ketika dia naik ketingkat atas tadi. Saya menduga dia akan turun mencari tuan. Saya sengaja sembunyi di balik tiang itu, sampai dia muncul dan mengintip di lubang kunci itu.."

"Kau yakin, dia bukan dari kelompok ku Klux Klan.?"

"Nampaknya tidak…"

"Apakah ada semacam tanda, atau ciri tentang mereka?"

"Tidak, tapi saya punya firasat kalau dia bukan anggota ku itu…"

Sepi sesaat. Si Bungsu menarik nafas panjang.

"Oke, saya lapar. Kamu mau membeli makanan untuk kita makan disini?"

Elang Merah mengangguk. Si Bungsu memberi dia uang dan menyebutkan apa yang dia inginkan. Elang Merah turun dan si Bungsu kembali membalik-balikan buku tentang mafia itu.

Tapisetelah Elang Merah datang membawa makanan, dan setelah mereka makan bersama, si Bungsu merasa kantuk menyerangnya. Dia turun dan pulang ke flatnya. Dia berniat untuk tidur.

Dimana Angela kini? sambil berfikir begitu dikamarnya, dia menatap kebawah jalan yang sangat sibuk. Tanpa sengaja, matanya terpandang pada gedung tua pustaka itu. Secara selintas, dia melihat bayangan di jendela paling pinggir dilantai enam.

Bayangan itu hanya samar-samar. Tapi karena cahaya matahari, dia segera tahu kalau orang itu tegak di sana dan menatap kesuatu arah yang dia sendiri tak tahu. Si Bungsu teringat pada lelaki yang tadi diringkus Elang Merah. Lelaki itukah, disana? Mengapa? Apakah secara kebetulan atau memang ada niat tertentu? Kalau benar dia, berarti memang bukan anggota ku klux klan yang memburunya. Tapi buat apa dia disana?

Rasa ingin tahunya membuatnya turun kembali, sebenarnya dia ingin sendiri tapi Elang Merah seperti bayang-bayangnya. Mengikut terus,walau dalam jarak yang takmengganggu.

Si Bungsu terpaksa menunggu Elang Merah, Menceritakan tentang orang yang ada dilantai enam gedung pustaka itu.

"Mari kita kesana, saya ingin tahu apa yang akan dia perbuat.."ujar si Bungsu.

Elang Merah mengangguk. Mereka mencari jalan memutar agar tak dilihat oleh lelaki itu. Cukup lama baru mereka sampai disana, mereka hanya bisa mencapai lantai enam dekat Elang Merah meringkus orang itu. Jalan kelantai dimana si Bungsu melihat orang itu dari jendela, nampaknya tertutup sama sekali. Mereka tak mau menanyakan ke penjaga tua itu, dan Elang Merah memberi isyarat, pintu itu bisa di buka dengan sedikit dipaksakan.

Mereka masuk dengan perlahan anak tangga menuju keatas dan mencari-cari dimana posisi lelaki itu. Dan setelah memperkirakan pintu ruangan paling pinggir dimana lelaki itu terlihat samar. Pintu itu tertutup, lewat lubang kunci dia bisa melihat kalau lelaki itu memang ada disana. Masih berdiri disana, malah sekarang lagi meneropong kearah luar.

Di lantai dia melihat sebuah peti kecil, dan peti itu terbuka. Diatasnya dia melihat sebuah bedil dan teleskop. Kemudian beberapa peluru terletak diatas beludru dia atas sebuah tas empat segi yang di pakai lelaki itu dan disampingnya lagi terdapat sebuah kantong kertas, yang biasanya buat makanan, dan disekitarnya terlihat sepotong ayam dan sekaleng bir.

Orang ini nampaknya akan berada di tempat ini dalam waktu yang cukup lama. Mungkin sehari atau dua hari, itu tampak dari persiapan makanan yang ada disitu. Mengapa dia disana? dengan bedil dan teropong pula. Dan orang itu nampaknya memang bukan anggota ku klux klan.

Sebab tak ada gunanya dia disana, kalau dia anggota ku, dan tugasnya membunuh si Bungsu, Elang Merah atau Angela, maka dia tak perlu sembunyi diatas gedung tua ini. Dari tempatnya dia berada tak kan bisa menembak kearah apartemen tempat mereka tinggal.

Tapi, mengapa dia mengintip lewat lubang kunci tadi pagi? kenapa dia harus memata-matai si Bungsu? Pertanyaan itu tak bisa dijawab dengan segera.

Elang Merah memberi isyarat, apakah pintu di dobrak saja, kemudian lelaki itu dibekuk? Namun si Bungsu menggeleng. Malah memberi isyarat untuk menghindar dari sana. Perlahan mereka kembali turun, lalu pulang ke apartemennya.

Dari jendela apartemennya si Bungsu kembali mengintip dengan hati-hati, lelaki itu sudah tak terlihat lagi bayangannya. Kemana dia? pergi dari sana?

Tak mungkin. Si Bungsu berfirasat bahwa lelaki itu masih disana dengan bedilnya. Lama dia mencari tahu, dan tiba-tiba, secara samar-samar dia kembali melihat bayangan si lelaki. Nampaknya dia tidak meneropong tetapi justru membidik dengan bedilnya.