"Baiklah, aku akan pergi, dan akan ke sini memanggilmu saat waktu pertemuan tiba. Jangan membuatnya bangun," kata Noah.
"Oh, dan juga," dia berhenti dan menatap. "Kau harus berpikir dua kali untuk bersama gadis itu. Tak tahu apakah wanita itu menerimanya," tambahnya, lalu berjalan pergi.
Leo terdiam dan duduk di kursi ruang tunggu di luar ruangan Caise.
"Ha... (Apa yang salah? Aku hanya mencoba mencintai Caise. Aku tak mengharap apa pun, aku hanya ingin selalu bersamanya,)" pikirnya sambil menghela napas panjang.
Lalu ia teringat sesuatu tentang darah. Teriakan seseorang, seorang wanita, hingga ia melihat banyak darah hitam dalam ingatannya, membuatnya mengerutkan alis.
"(Kenapa ini begitu sialan... Sudah kubilang untuk tetap berpikir waras. Kenapa aku sangat gila jika memiliki pikiran kosong?)" ia menggeleng sambil berpikir dengan serius dan wajah yang bercampur kesal.
Namun tak lama kemudian, ponselnya berbunyi tanpa nama. Leo terdiam dengan wajah kesalnya, lalu mengangkatnya. "Siapa kau?"
"Aku tunggu di luar tempat ini. Jika tidak keluar, aku akan masuk dan meminta mereka menghancurkan rumah sakit ini," kata suara misterius itu.
"Apa... Siapa kau... Hoi... Hoi!" Leo memanggilnya terus-menerus, tapi sepertinya sudah ditutup.
Leo melihat sekeliling di lorong rumah sakit yang gelap, lalu berjalan keluar melewati lorong itu pada malam hari.
Sementara itu, di luar, Noah merokok di tempat parkir sambil bersandar di samping mobil. Ia sempat melihat beberapa orang berpenampilan preman karena mereka memakai dan membawa benda tajam. Sepertinya dari Gang Viper.
Noah terdiam sebentar. "(Kenapa ada Gang Viper masuk rumah sakit? Apa mereka akan menyerang rumah sakit ini?)" ia bingung, lalu ponselnya berbunyi membuat Noah terdiam bingung karena itu tanpa nama.
Ia lalu mengangkatnya, sehingga suara langsung muncul. "Hei, kau bukan yang selalu bersama Harimau itu, bukan? Kau asistennya, bukan?" tanya suara itu, membuat Noah semakin bingung dan membalas masih tidak mengerti. "Iya? Kenapa memangnya?"
"Kau harus membuatnya keluar dari rumah sakit, atau kau juga akan kami bunuh. Dia benar-benar telah membuat dendam pada gang kami."
"Pft... Lakukan saja, aku tak peduli," Noah langsung membalas begitu.
"Apa?! Kenapa begitu?!! Bukankah kalian harusnya takut? Aku membawa banyak orang dari Gang Viper di sini," tambah orang yang tidak dikenal itu.
"Yeah... Itu sudah sering terjadi. Terserah, aku tak mau membantu," Noah langsung menutup panggilan dan bergumam. "Dasar aneh..."
Tak lama kemudian, Leo keluar, dan rupanya benar, Gang Viper itu sudah ada di depannya.
"(Siapa mereka?)" Leo menatap serius.
Lalu pimpinan mereka, yang bertubuh hampir sama dengan Leo, berjalan menghadapnya agak jauh.
"Hoi... Kau kan yang mengajak aku duel," tatapnya sambil menunjukkan tongkat pemukul di tangannya.
Leo melihat ke bawahan pimpinan itu dan melihat bahwa dua orang yang dulu pernah mencoba membegalnya saat pulang dari rumah Caise ada di sana menghadapnya juga.
"(Jadi mereka benar-benar memenuhi tantanganku,)" Leo tersenyum seringai.
"Aku Geun, pimpinan gengku sendiri. Asal kau tahu, mereka ini masih seperempat bawahanku. Yang lainnya kuminta tetap tertinggal karena aku kasihan padamu harus melawan sendiri," kata pimpinan mereka yang memulai lelucon, membuat semua rekannya tertawa menertawakan Leo.
"Ho~ begitu kah... Jadi ini urusanku, bukan?" tatap Leo dengan wajah tanpa takut.
"Tentu saja. Kau telah menantangku... Sekarang terima ini semua... Kalian, serang langsung dia!" Geun berteriak memerintahkan mereka. Seketika, semuanya mengepung Leo.
Di sisi lain, Caise bermimpi aneh. Dia bermimpi tentang darah. Dia ada di ruangan gelap dengan lantai yang berdarah hitam karena tak ada cahaya sama sekali. Di depan adalah Leo yang membelakanginya.
"Mas Leo?" Dia mendekat, tapi saat Leo menoleh, Caise terdiam kaku karena Leo benar-benar berlumuran darah dengan adanya pisau cincang di tangannya.
Hal itu membuat Caise terkejut tak percaya. "(Apa itu?)"
Leo tampak mengerikan dengan banyaknya darah. Lalu dia menoleh ke Caise yang gemetar ketakutan.
Leo tampak tersenyum lebar dengan gigi yang begitu tajam, lalu memanggil, "Kucing kecil yang manis... Maukah kau masuk ke dalam mulutku, biarkan gigiku menghancurkan tubuhmu, menyisakan kepalamu saja. Kenyang dan puas akan kurasakan... Kemarilah," dia merayu dengan kalimat yang sangat mengerikan.
Caise benar-benar ketakutan dan seketika dia berteriak.
"Ahk..." Ia bangun langsung duduk. Tapi terdiam ketika sadar bahwa itu tadi hanya mimpi.
"Apah... Apa yang terjadi... Kenapa tiba-tiba mimpi itu muncul lagi... Aku sudah tak mau dihantui ini lagi..." Dia memegang kepalanya dengan ketakutan.
"(Barusan yang ada di mimpiku tadi... Mas Leo... Kenapa dia berlumur darah? Apa dia seorang pembunuh? Mimpi ini sudah lama tidak muncul dan sekarang muncul dengan membawa Mas Leo di dalamnya... Apa kasus ini akan mengarah pada Mas Leo? Dia juga tampak memanfaatkanku... Tidak mungkin, kan?)" Dia terdiam melihat jendela dari ranjangnya. Ia juga terdiam mengingat sesuatu, tepatnya tato yang ada di punggung Leo.
Itu menggambarkan sepenuhnya apa yang diberitahukan mimpi pada Caise. Harimau yang menggigit kepala kucing kecil. "(Tidak mungkin... Tidak... Kenapa...)" ia tampak gemetar.
Kini ada angin yang menerpanya, yang membuatnya mengurangi kepercayaannya pada Leo. Benarkah Leo benar-benar menyukainya dan tidak memanfaatkannya? Bisa jadi, setelah Caise percaya padanya, dia akan memakan Caise.
Di luar ruangan Caise, ada Noah yang rupanya mendengar teriakan dan gumaman Caise itu tadi. Karena dia sudah ada di sana dari tadi.
"(Jadi memang benar, gadis itu memiliki kemampuan mimpi,)" pikirnya dengan wajah yang serius.
"(Hingga akhirnya dia akan tahu siapa Leo dan aku akan melihat reaksinya... Tapi, itu akan terlalu cepat untuknya.)" Ia terdiam lagi, lalu berjalan pergi, tidak jadi masuk ke ruangan Caise.
Di luar, benar-benar luar biasa. Geun terdiam kaku, menjatuhkan tongkat pemukulnya karena semua orangnya sudah tergeletak di bawah, dengan Leo yang tersisa di hadapannya sambil berwajah menantang.
"Apa ini cukup untuk menutupi mulut besarmu, atau belum cukup sehingga aku harus menghabisimu juga?" kata Leo sambil berjalan mendekat dengan tangan yang mengepal, siap memukul.
"Tunggu... Aku melihat kemampuanmu sangat luar biasa," Geun tergagap.
"Aku bisa membuat tantangan untukmu. Jika kau berhasil mengalahkan bawahanku yang lainnya, aku akan menjadi bawahanmu," tatap Geun, lalu Leo berhenti berjalan.
"Bagaimana jika aku kalah?"
"Jika kau kalah... Kau yang jadi bawahanku."
"Hmp... Di mana aku harus datang?" tatap Leo.
"Akan kutunggu di Kota Jaul."
"Tapi aku memiliki satu persyaratan," kata Leo.
"Jika kau kalah... Kau tak hanya menjadi bawahanku... Tapi... Kau juga akan berhutang padaku. Serahkan tubuhmu untuk bekerja padaku dan serahkan uangmu untuk menutupi hutang ini semua," tatap Leo dengan mata menyala kuning emas.
Hal itu membuat Geun menelan ludah, lalu menghela napas, tapi ia juga tampak kesal.
"(Lihat saja... Aku akan menyerahkan seribu orang terkuat untuk melawannya.)"
Hari esoknya, Leo tampak keluar dari mobil yang dia kendarai. Dia berjalan masuk ke dalam rumah sambil mengendurkan dasinya dan bernapas cepat.
"(Sungguh lelah...)" Ia mengusap keningnya. Tapi ada panggilan dari ponselnya yang membuatnya berhenti berjalan dan menerima panggilan itu.
Lalu ada orang bicara. "Leo, terima kasih sudah menemaniku tadi malam untuk rapat malam, kuharap kau bisa istirahat seharian, kecuali jika orang lain juga memintamu haha..." Lalu suara itu tertutup, dan Leo menyimpan kembali ponselnya. Dia kembali berjalan dan masuk ke dalam rumah yang bersih dan rapi. Tampaknya Noah yang membersihkan dan merapikan rumah.
Namun, Leo hanya berjalan, dan rupanya Noah ada di dapur. Dia bersandar di meja sambil meminum kopinya dan menatap selembar kertas dengan wajah yang sangat serius bercampur bingung.
Lalu ia mendengar Leo datang dan langsung dengan cepat menyembunyikan kertasnya, membuat Leo terdiam bingung.
"Kenapa kau?" Leo menatap bingung sambil berjalan melewatinya. Dia berjalan ke lemari es yang besar, membuka pintunya, dan mengambil sekaleng soda merah.
"Ehem... Kupikir kau tidak pulang," tatap Noah.
"Memangnya kenapa? Apa yang baru saja kau sembunyikan?" tanya Leo.
"E... Ehem... Tidak ada apa-apa," jawab Noah gugup.
Namun, ia terkejut karena kertas tadi tidak ada di tangannya dan malah sudah dipegang Leo, yang mengamati kertas itu.
"Akh! Apa yang kau lakukan? Aku belum selesai membacanya!" Noah panik, tapi sepertinya Leo sudah membacanya dengan wajah agak terkejut.
"Ini..." Leo terlihat tak percaya. Yang tertulis di kertas itu adalah kalimat, "Ikatan Erat Keluarga," dan di bawahnya ada penjelasan, "Kesatuan Polisi dan Detektif."
"Apa ini kartu ikatan keluarga milik anggota polisi dan detektif?" Leo menatap dengan meremehkan lalu melemparkan kertas itu ke Noah. "Kau sedang memecahkan kasus lagi. Ini kesekian kalinya aku melihatmu membaca dokumen ikatan keluarga, bahkan milik polisi. Pastinya dia minta kau menjadi pengacaranya, dan sebelumnya kau harus tahu identitas klien," kata Leo.
Noah, yang berkeringat, hanya mengangguk. "Ah iya... haha... kau benar..." balasnya.
Tapi Leo semakin bingung dengan sikap itu. Seketika, dia mengambil kembali dokumen itu, membuat Noah terkejut. "Tu... Tunggu, Leo!"
Leo membuka dokumen itu, dan di sana ada foto seorang anggota polisi sekaligus detektif yang masih muda. Di sana tertulis nama, "OLIVER."
Leo terkejut dan meremas ujung dokumen yang dibawa tangannya. "Sialan! Apa kau mau mencoba membuatku kesal lagi, Noah?! Kita sudah sepakat untuk tidak membahasnya!!" Teriak Leo dengan kasar, membuat Noah terdiam kaku. Sepertinya ada sesuatu yang membuat Leo kesal ketika melihat orang yang bernama OLIVER itu. Mungkin dia pernah berurusan dengan Leo.
"Um... Maaf, aku akan mengembalikan dokumen ini, jadi berikan padaku..." Noah mencoba mengulurkan tangan, tapi Leo menolaknya.
"Kau pikir aku bodoh? Di sini ada lembar kedua, yang sekaligus menjadi yang terakhir. Aku harus melihat keluarga milik pria bajingan ini."
"Tidak, tunggu!!" Noah mencoba mencegahnya, tapi tak sampai di sana. Leo juga membuka lembar berikutnya, dan saat itu juga Noah terpaku, berdoa agar selamat dari Leo karena itu yang dia sembunyikan dari Leo yang sekarang melihatnya.
Ketika lembar kedua dibuka, betapa terkejutnya dia karena lembar berikutnya adalah foto milik Caise, dan di sana tertulis nama, "Caise."
Seketika Leo pucat, gemetar, dan menjatuhkan dokumen itu.
"Le... Leo... Kau... baik-baik saja?" Noah menatap cemas, tapi ia juga menyesal.