webnovel

Chapter 24 Over

Tampak Caise duduk di kursi meja kafe sambil menatap ponselnya.

Lalu Leo terlihat keluar dari kafe sambil membawa nampan dengan minuman, tetapi ia tampak berbicara di ponsel yang disandarkan di bahunya. "Apa yang kau bilang? Dokumen nomor satu ada di bagian atas rak. Pakailah kursi jika kau tidak bisa meraihnya!" ia berbicara dengan kesal.

Lalu ia menatap ke arah Caise dan memberikan pesanannya. Caise memesan teh hangat, sementara Leo soda.

"Caise, tunggu sebentar ya." Tatapan Leo membuat Caise mengangguk.

Leo kembali melanjutkan berbicara di ponsel sambil berjalan menjauh. "Kau kan pendek, pakai kursi... Iya, di sana dokumennya! Sialan, apa kau mau aku ke sana? Kau menghancurkan waktuku di sini!" ia tampak marah-marah.

Caise yang melihat itu menjadi terdiam, khawatir. "(Apa aku mengganggu waktu sibuknya Mas Leo? Harusnya aku tidak melakukan ini...)"

Tapi Leo datang. "Caise, maaf lama, mari kita nikmati," Leo duduk di hadapannya, memegang gelasnya sambil menatap Caise dengan penuh kegembiraan.

"Um, Mas Leo..." Caise tiba-tiba menatap khawatir.

"Hm? Ada apa, Caise? Kau ingin sesuatu?" Leo menatap bingung.

"Sebenarnya, jika Mas Leo sibuk, tidak perlu melakukan hal sampai seperti ini. Aku tahu Mas Leo sibuk, tapi selalu terlihat biasa saja," ujar Caise.

"Hahaha, apa yang kau bicarakan? Tidak kok, aku tidak sibuk. Jangan khawatir, justru aku malah senang karena kau mau menemaniku begini. Tidak perlu malu-malu mulai sekarang, kamu mengerti?" Leo menatap dan memegang tangan Caise yang masih terdiam.

"Apakah Mas Leo benar-benar mengharapkan aku suka padamu?" tanya Caise, yang membuat Leo terdiam.

"(Apa yang sebenarnya dia katakan?) Caise, bukankah kau sudah bilang bahwa kau suka padaku?"

"Yeah, tapi aku takut jika aku membencimu nanti..." tambah Caise, membuat Leo semakin terdiam.

"Caise, jika aku memiliki kesalahan, katakan saja padaku. Aku tidak akan segan-segan memperbaikinya jika kau memaafkanku. Kau bisa marah padaku, kau bisa kesal padaku, tapi jangan sampai bersikap yang membingungkan," kata Leo sambil masih memegang tangan Caise yang terdiam.

"Baiklah... Aku akan melakukannya," kata Caise sambil menerima tangan Leo, membuat Leo tersenyum senang. "Kau gadisku... Pokoknya gadisku."

"Haha, sudahlah."

Tapi tanpa mereka sadari, seseorang keluar dari mobil di pinggir jalan dengan pengawal yang siap melayaninya.

Rupanya, dari wajahnya itu adalah Tuan Mandara. Ia menghela napas panjang dan kebetulan melihat Leo.

"Eh, Leo?" ia bingung dan berjalan mendekat perlahan, tetapi menemukan Leo tertawa bersama gadis manis di hadapannya di meja kafe terbuka.

"(Itu?! Itu Leo?! Kenapa dia tertawa begitu?)" ia menatap tak percaya.

"Tuan Mandara, kita harus ke restoran di sana. Pihak pengontrak sudah menunggu," kata pengawalnya. Rupanya, Tuan Mandara turun di sana karena ingin ke restoran dekat kafe tadi.

Tapi dia masih terdiam melihat Leo. Dia melihat Leo yang bercanda lembut dengan Caise, membelai dan menyentuh tangan Caise.

"(Siapa gadis itu? Bukankah Leo tak pernah memperlakukan wanita seperti itu, apalagi gadis yang terlihat muda itu?)" ia masih terdiam bingung, hingga ia berpikir sesuatu. "(Oh, aku mengerti, jadi itu yang membuatmu menolak permintaanku terus-menerus. Kau mengatakan kau memiliki gadis, dan rupanya gadis itu... Oh, begitu ya, lihat bagaimana caraku menangani ini, Leo... Kudengar kau pernah menjalin hubungan dengan gadis bulan.)"

---

Hari selanjutnya, Caise berada di apartemennya. Dia akan berangkat sekolah, tetapi ada yang mengetuk pintu. "(Apa itu Mas Leo... Kenapa lebih awal?)" ia bingung. Lalu berjalan membuka pintu, tapi siapa sangka, itu adalah Tuan Mandara, membuat Caise terdiam bingung.

"Halo, gadis manis..."

"Eh, em... Halo..."

"Yah, kamu pasti Caise, bukan?"

"Ah, iya, aku Caise. Um... Maaf, Anda siapa?" tanya Caise masih bingung.

"Perkenalkan, aku klien dari Leo," Tuan Mandara mengulurkan tangan.

"Ah, halo... (Rupanya kenalan Mas Leo, kupikir siapa, eh tapi kenapa?)" Caise menerima jabatan tangan itu dengan masih bingung.

"Begini, aku ingin langsung saja, sebaiknya kau hentikan mendekati Leo. Aku melihatmu akhir-akhir ini bersamanya."

"(Apa?! Hentikan mendekati Mas Leo?!)" Caise menatap terkejut.

"Mungkin kau melihatnya sebagai pria yang baik, kan?"

"Apa?! Mas Leo memang baik, dia sangat lembut, ramah, penyayang!" Caise menatap memberontak dan membela Leo.

"Yeah, itu memang aku tidak tahu. Tapi harus kau tahu, dia bersikap lebih kejam daripada iblis. Dia membunuh, memukul, dan melakukan hal-hal yang sungguh ilegal di dunia ini," kata Tuan Mandara, membuat Caise terkejut kaku.

"Oh, dia juga pernah menjalin cinta dengan gadis yang sangat cantik. Dia hanya menjadikanmu pelampiasan, pengganti gadis yang dulu meninggalkannya. Aku hanya ingin memperingatimu saja," tambahnya. Lalu dia berbalik. "Sampai jumpa, semoga kau membencinya." Ia berjalan pergi, meninggalkan Caise yang terdiam tak percaya.

"(Mas Leo... Menjalin cinta dengan gadis bulan?! Kenapa ini terus di bicarakan, siapa gadis itu, aku mulai kesal...)" Ia tampak terdiam.

Bahkan masih berdiri di tempatnya hingga tak lama kemudian, Leo berjalan ke apartemennya dan terkejut melihat Caise ada di depan pintu.

"Oh, halo sayang. Kamu sudah menungguku. Maaf ya, aku mungkin datang lebih awal dari biasanya. Aku tahu kau tak sabar untuk aku antar," katanya seperti biasa, senang dan ceria.

Namun, Caise memasang wajah kosong dan mengatakan sesuatu. "Gadis bulan."

Hal itu membuat Leo terkejut.

"Siapa itu gadis bulan!!" Caise langsung berteriak.

"Mas Leo, katakan padaku! Siapa itu gadis bulan!! Kapan kalian menjalin hubungan!!" Caise langsung marah, membuat Leo terdiam.

"Ca... Caise... Siapa gadis bulan? Dari mana kau tahu hal begituan?!"

"Aku tanya padamu, Mas Leo!! Apa kau benar-benar yakin sepenuh hati menyukaiku, atau aku hanya pelampiasan setelah itu kau pergi?! Katakan padaku!! Kenapa kau tak pernah mengatakan hal ini padaku!!"

"Caise, sebenarnya ada apa? Kenapa kamu bersikap begitu... Aku tidak seperti itu."

"Sudah cukup. Dari awal aku memang tidak seharusnya percaya pada pria yang bahkan terlihat mengerikan seperti kamu... Kita sampai sini saja..." kata Caise, membuat Leo terpukul tak percaya mendengarnya.

"Caise—"

"Maaf, aku membencimu. Jangan jemput aku lagi dan jangan pernah panggil namaku. Temui saja gadis bulan itu!!" Caise kesal lalu menutup pintu, membuat Leo terdiam tak percaya.

"Caise... Caise... Buka pintunya! Caise, maafkan aku!" Leo mengetuk pintu beberapa kali, seperti kucing rumahan yang terusir dan mencoba memohon untuk masuk. Tapi Caise tidak mendengarkannya, dan kebetulan di saat itu juga, ponselnya berbunyi. Ia melihat itu dari kontak yang bernama "Moon Girl," seketika Leo terkejut kaku.

"(Kamu... benar-benar sangat menjengkelkan... Aku membencimu...)" Caise terdiam di balik pintu, mendengar Leo yang terus memohon agar pintu dibuka.

"Caise... Aku mohon, maafkan aku... Jelaskan padaku apa yang terjadi, agar tidak ada kesalahpahaman... Caise..." Leo terus mengetuk pintu, namun Caise hanya terdiam dan mendadak menangis dalam diam. Kucing-kucingnya yang melihatnya menangis, mendekat ke arahnya.

Tak lama kemudian, suara Leo menghilang, membuat Caise mengangkat kepala dengan mata masih berlinang air mata.

Rupanya, Leo berlari tergesa-gesa sambil masih memegang ponselnya yang terus berdering, menampilkan nama kontak yang sama: "Moon Girl."

"(Kau sialan, kau sialan... Sialan!)" Leo terus berlari tanpa henti dengan kaki panjangnya, hingga ia mendaki sebuah bukit yang tinggi. Napasnya terengah-engah, dan ia berhenti begitu sampai di puncak.

Di sana, dia melihat seseorang, seorang gadis berambut hitam berkilau dengan pakaian serba hitam. Tato di lengannya dan anting hitam mencolok tampak jelas.

Dia menoleh ke arah Leo, dan tepat di bawah mata kanannya terdapat tato berbentuk bulan biru. Tak salah lagi, dialah Gadis Bulan.

"Leo..." Dia menatap dingin, membuat Leo yang masih terengah-engah tiba-tiba berlutut.

Gadis itu melirik matahari yang hampir terbenam sebelum berjalan mendekati Leo. "Matahariku, lama tidak bertemu," ucap gadis itu.

Namun, Leo tetap terdiam tak percaya. "Kenapa.... Kau... Masih hidup?" tatapnya dengan gemetar, Leo benar benar tampak gemetar.

Gadis itu mendekat dan memeluk kepala Leo. "Kau pria besarku, milikku... Dan, siapa yang bilang aku mati?" ucapnya lagi.

---

Sementara itu, Tuan Mandara berbicara pada seseorang, yaitu penjaganya. "Sudah panggil Noah?" tanyanya.

Penjaga itu mengangguk dan membuka pintu ruangan, lalu muncul Noah dengan tatapan datar.

Namun, Noah tampak terkejut. "Tuan Mandara! Kau klienku selama ini?" tanyanya tak percaya.

"Noah, bagaimana rasanya aku mengaku sebagai klienmu untuk menjadikanmu pengacaraku? Aku hanya menipumu agar kau kemari," kata Tuan Mandara, membuat Noah tampak kesal.

"Langsung saja ke intinya, aku tak mau basa-basi, Noah. Aku ingin kau menjelaskan hubungan antara Leo dan Gadis Bulan. Aku dengar, mereka dulu disebut Pria Matahari dan Gadis Bulan," ucap Tuan Mandara.

"Cih, maaf, aku tidak bisa membuka mulut," jawab Noah.

"Katakan saja kenapa? Apa kau tidak bisa melakukan sesuatu untuk memuaskan aku? Aku hanya ingin Leo membantuku, itu saja. Apa itu sulit bagimu? Katakan padaku!"

"Maaf, tidak bisa."

"Kau benar-benar bawahanku yang paling terpercaya. Jika kau tidak mau, aku akan mencarinya sendiri, tapi kau harus tetap di sini," kata Tuan Mandara.

"Apa?! Aku harus pergi! (Aku harus memberitahu Leo...)"

"Tetap di sana!!" tiba-tiba dua penjaga datang dan menjatuhkan Noah ke lantai, dia tengkurap dengan tangan ditarik ke belakang.

"Akh... Tuan Mandara! Jika kau melakukan itu, kau tidak akan pernah mendapatkan kepercayaan dari Leo!" teriak Noah sambil memberontak.

Seseorang berjalan melewati Noah dengan sepatu hak, membuat Noah melihat sosok Nona Walwes, yang membuatnya terkejut.

Nona Walwes memberikan informasi pada Tuan Mandara.

"Tidak! Nona Walwes, kau lihat aku! Kau juga dipercaya oleh Leo!" Noah terus berteriak.

"Oh, tampan, jangan merendahkan dirimu di bawah sana. Terima saja kenyataan," kata Nona Walwes yang ternyata juga merendahkan Noah. Ia sudah sepenuhnya berpihak pada Tuan Mandara.

Nona Walwes kemudian membuka buku yang menunjukkan gambar bulan biru dan matahari jingga terang.

"Tato kehidupan," kata Nona Walwes.

"Tato kehidupan, dibuat oleh cinta buta. Bisa dikatakan, jika membuat tato ini, akan tercipta ikatan tanpa batas. Bulan adalah pengendali matahari. Jadi bisa dibilang, Gadis Bulan adalah seseorang yang tidak bisa dilepaskan Leo, karena takdir mengatakan mereka sudah ditakdirkan bersama. Bulan berhak memiliki Matahari. Dalam hubungan mereka dulu, Gadis Bulan mengendalikan Leo, menjadikannya miliknya, dan tak akan bisa diubah kecuali jarak mereka berjauhan. Kita bisa meminta Gadis Bulan untuk memerintahkan Leo menuruti kita," jelas Nona Walwes.

"Wah, memang begitu ya. Di sini juga tertulis dalam bahasa Romawi dan Yunani kuno, bahwa kediaman Matahari dan Bulan sudah dijodohkan dan ditakdirkan bersama. Bulan mengendalikan Matahari dan Matahari mengandalkan Bulan," tambah Tuan Mandara. "Nona Walwes, dari mana kau mendapatkan buku ini?"

"Ah, Gadis Bulan itu memberikannya padaku. Dia bilang dia masih mencintai Pria Mataharinya... Entah kenapa mereka dulu berpisah," balas Nona Walwes.

Noah yang mendengar itu hanya bisa merasa kesal. "(Sial... Leo... Kau bukan Matahari... Kau Harimau... Kau harimau buas yang harus melindungi kucing kecil... Bukan menjadi budak Bulan... Gadis itu seharus nya jelas sudah lama mati, bulan harusnya sudah mati...)"