webnovel

Tiga Cinta Sama Sisi

Beni adalah mantan seorang forografer, studionya mengalami musibah kebakaran hebat, yang mengakibatkan usahanya bangkrut. Musibah itu memaksanya pulang dari perantauan, lalu kembali ke kota asalnya, meninggalkan cinta dan segala perjuangannya selama dikota kecil itu. Sekembalinya Beni di kota asalnya, ia bertemu dengan seseorang yang berhasil membuat hari-harinya kembali berwarna cerah. Perempuan itu adalah Bella, seorang vocalis band yang mempunyai karakter kuat. Dengan segudang harapan, ia berusaha untuk melanjutkan hidup dan melupakan kisah di masa lalunya. Tanpa diduga, wanita yang ia cintai di masa lalu itu kembali hadir disaat Beni baru saja menikahi Bella. Bayangan masa lalu kembali hadir. Mengembalikan trauma dan rasa sakitnya diwaktu itu. Bella Istrinya Beni itu baru menyadari, ternyata ia satu kampus dengan Icha, mantan kekasihnya di masa lalu. Mereka dipertemukan melalui sebuah projek pemotretan. Bella dan Icha semakin bertambah akrab, mereka saling menyukai satu sama lain. Melihat keakraban mereka, Beni merasa kikuk dan serba salah. Di suatu event musik, terjadi kejadian yang mengerikan. Bella terluka, hingga membuatnya terkapar di IGD. Ada satu permintaan Bella yang sangat mengejutkan, Beni sama sekali tidak menyangka istrinya itu meminta satu hal yang tidak masuk akal. Bagaimana ya kisah mereka selanjutnya?

elaangpraatamaa · Urban
Not enough ratings
314 Chs

Bab 1 - Musibah

Setiap hari Beni menjalani rutinitasnya sebagai fotografer, editor sekaligus pemilik Studio.

Alhamdullilah, Setiap hari selalu ada kegiatan pekerjaan. Dari pemotretan yang dibantu oleh crew dan assistennya, Pertemuan dengan klien, atau janji temu dengan rekan vendornya. bahkan produksi cetak pun dia sendiri yang urus.

Melelahkan, tetapi terasa menyenangkan baginya. semua dijalani dengan rasa suka cita. Terlebih jika ada sesi foto fashion. motret wanita cantik dan sexy adalah suatu penyegaran bagi mata, katanya.

Sebenarnya, terjun ke dunia fotografi itu adalah satu hal yang tidak di rencanakan. Ibu Beni yang awalnya mempunyai inisiatif memberikan modal usaha studio fotografi tersebut. Karena ibunya tahu, anaknya itu suka sekali motret dan ngucek-ngucek laptopnya, mengedit foto dan video sampai lupa waktu.

Waktu terus berjalan, tidak terasa sudah 7 tahun Beni menjalankan studio itu. Sampai suatu malam, bunyi smartphonenya berdering seakan berteriak kencang membangunkan Beni yg lelah sehabis pulang dari acara sesi pemotretan prewedding di lembang hari itu.

"Halloo!" Beni mengangkat telponya.

"Ben!!! cepeet kesinii, studio kebakaraan!!!"

Suara Puad yang terdengar lantang itu seakan menikam ulu hatinya. Puad adalah crewnya yang sudah membantu dan menemaninya selama 6 tahun terakhir ini.

Beni sontak langsung terbangun, serasa ada halilintar yang menyambar tepat diatas kepalanya. Antara bingung, cemas dan tidak percaya, seakan itu hanyalah mimpi.

"Ya Allah, benarkah ini terjadi?"

Secepat kilat Beni bangkit dari tempat tidurnya, langkahnya cepat menuju garasi, melucur ke studionya dengan kecepatan tinggi. Sampai-sampai dia lupa tidak memakai celana panjang, Beni hanya memakai celana pendek yang dipakainya tidur dirumah. Matanya pedih bukan karena dia ngantuk, ia benar-benar merasa sedih, bingung dan cemas.

"Ya Allah, studio yg aku bangun dari nol. Studio yg sudah menjadi pegangan hidupku selama 7 thn ini dengan susah payah, hancur lebur."

"Ya Allah."

Beni tidak henti-henti nya menyebut nama Tuhannya sambil sesekali mengumpat.

"aaaarrrghhh!!!"

Sesampainya di studio, dia lihat orang-orang sudah banyak yang berkumpul, api yg sangat besar itu melilit bangunan studionya, siraman air dari orang-orang yg menggunakan ember kecil itu tidak berpengaruh sedikitpun.

Beni tidak bisa berbuat apa apa, hanya diam mematung menyaksikan si jago merah itu melahap apapun yang ada di sekitarnya.

"Habis sudah semua!! Aaaarrrgghgh!!!"

Beni menjambak rambutnya sendiri. Tidak tahu harus berbuat apa.

"Manaaa mobil pemadam kebakaraan?" Beni berteriak kalap.

"Lagi dijalan Ben," Kata tetangga depan studio.

"Mana sih pemadam kebakaran kok belum datang-datang juga!" Nampak Ibu-ibu tetangga terlihat cemas sekaligus tegang.

"nguuiiing!! nguuing!! Nguiing!"

Mobil pemadam kebakaran itu datang, lalu dengan cepat berhenti di depan studio. Petugasnya dengan sigap mengeluarkan selang air, lalu mengarahkannya ke lokasi kebakaran.

Akan tetapi,

"Siaal!!"

"Ainya tidak keluar!!"

"Cepat periksa!"

"Buka keran nya!"

Beberapa petugas berlarian memeriksa keran dan selang airnya, mereka bergegas menaiki tangki air. Betapa terkejutnya petugas kebakaran tersebut setelah melihat ke dalam tangki itu.

"Gawat!"

"Airnya kosong!"

"Aarrrghhhh"

Beni teriak, "Aahh siaaalan! kenapa tidak ada aiirnyaaa?!!!" Wajahnya nampak semakin kalut tidak karuan.

"Tenang pak! tunggu mobil satu lagi sedang dalam perjalanan menuju kemari" Kata petugas itu.

"Ngaco!!, keburu habiiisss terbakar semuanya!! gimana sihh kalian ini!! datang ke lokasi kebakaran, tapi tidak ada persiapan membawa air!! untuk apa kalian datang!!!??"

Beni semakin gusar.

"Sabar Ben, sabar" beberapa teman temannya berusaha menenangkan Beni.

"Sialan!!! Aarrrrghhh."

Beni merasa sangat kacau. Api begitu cepat membesar, membakar dan meluluh lantakan semua bangunan beserta seluruh isinya.

Setengah jam kemudian ketika api sudah sangat besar, mobil pemadam kebakaran yang kedua datang. Kali ini benar membawa stok air didalam tangkinya. Petugas mulai menyemprotkan air ke lokasi kebakaran dengan tergesa-gesa.

Api yang sangat besar itu benar-benar gagah, sama sekali tidak terkalahkan. Semburan air yang lemah itu tidak mampu mengalahkan keperkasaan api yang sudah melahap hampir seluruh bangunan beserta isinya.

Barang-barang studio memang kebanyakan berbahan kertas dan kayu. Seperti album-album foto, frame pembesaran sampai dekorasi didalam studiopun kebanyakan berbahan kain dan streoform.

Beni bertambah frustasi.

"Aaaaaarrrghhh!!!"

Beberapa kali Beni berteriak marah, nampak sekali ia begitu putus asa, teman-temannya tidak bisa berbuat banyak, hanya bisa menghibur dan menenangkannya. Walau sedikitpun tidak membuat hati beni menjadi lebih tenang.

Malam terasa sangat panjang. Sudah 3 jam api belum juga padam. Beni sudah pasrah, barang-barang semua miliknya sudah habis terbakar.

Baru saja kemarin Beni produksi cetak banyak sekali. Diantaranya terdapat produk-produk Album foto, beberapa lusin photo yang sudah dipasang frame serta belanjaan penambahan asset berupa background portable, satu set lighting dan puluhan stok frame kosong.

"Semuanya sudah pasti hancur lebur menjadi abu. Tidak ada satupun yang bisa diselamatkan. Semua habis dilahap si Api laknat itu!" Beni berguman lirih, lututnya terasa semakin lemas ketika teringat tabungannya yang sudah sangat minipis.

"Setelah musibah ini, bagaimana aku akan bertahan dan melanjutkan studio ini? errghhhh!" Pandangan mata serta fikiran Beni mendadak saja terasa ngeblank, kosong.

Lalu Puad yang ada disampingnya bertanya kepada Beni dengan hati-hati.

"Ben, besok kita motret prewedd gimana?" keluh Puad, Matanya yang berkaca kaca tidak dapat di sembunyikan.

"Aarhhh iya, besok kita ada jadwal motret" Ucapan Beni terdengar pelan, lirih dan tidak bertenaga. Belum juga selesai otaknya mencari solusi untuk nanti kelanjutan studionya, Beni harus memikirkan jadwal pemotretan besok.

"Aaarhh sialan!! semua peralatanku sudah habis terbakar di dalam studio! Speedlite, trigger, tripod, reflektor, stand light, semuanya sudah menjadi debu! siaal!!" Beni berguman kesal dalam hati.

Rasa frustasi Beni semakin bertambah berat, lalu kedua telapak tangannya bergerak menutupi seluruh muka kusutnya.

 

Ditengah kegalauan hati, Adi rekan seprofesi mendekatinya dan berkata sambil merangkul pundaknya.

"Ben, besok pakai saja dulu punyaku ya" ucap Adi pelan sembari berusaha memberi kekuatan pada Beni untuk tetap bertahan.

Dengan suara pelan, Adi berkata lagi.

"Sabar kawan, semua pasti ada hikmahnya, semoga tergantikan lebih dari ini"

"Terima kasih kawan" Beni hanya bisa berguman lirih. Matanya terus menatap kobaran api yang semakin membesar. Pasrah, hanya itu yang sanggup Beni lakukan malam itu.

Pagi hari.

Beni berharap, malam tadi itu hanyalah sebuah mimpi buruk. Beni mencoba menelaah kembali, mengingat semua kejadiannya, lalu terkulai lemas menyadari bahwa semua itu bukanlah mimpi.

Waktu menunjukan jam 6 pagi, Beni teringat masih mempunyai kewajiban untuk memenuhi jadwal yang sudah dia sepakati sebelumnya. Jadwal pemotretan prewedding di Taman Batu Padalarang pada hari ini.

"huuuftttt"

Beni berusaha bangkit dari tempat tidurnya, berjalan gontai menuju kamar mandi. Setelah cuci muka asal-asalan, Beni keluar dari kamar mandi, menyiapkan diri.

"Ah, malas sekali aku mandi hari ini. hemm, biarlah." Beni menggerutu seraya melangkah ke ruangan tempat dia menyimpan tas kamera beserta laptopnya.

Beni tertegun beberapa saat di depan tas kamera dan laptop yang menjadi satu satunya asset yang selamat.

Selamat, karena tas laptop dan kamera itu adalah satu-satunya asset yang selalu ia bawa kemapaun. Tidak pernah ia tinggalkan di studio.

Tidak terasa mata Beni mulai sedikit berkabut. Kejadian tadi malam masih menyisakan trauma bagi nya, seumur hidupnya baru malam tadi dia menyaksikan sendiri kobaran api yang sangat besar. Dan sialnya, api besar itulah yang sudah melahap semua miliknya, perjuangan selama 7 tahun terakhir ini.

"aaaaarghhh!!!"

Beni terlihat masih merasa lemas, lalu dalam diamnya itu Beni lantas tersadar, semua sudah menjadi takdirnya. Jalan hidup yang harus ditempuhnya.

"Ya Allah"

Dalam hati Beni berguman dan berdo'a pelan, mencoba meminta pertolongan kepada Tuhannya. Kepada siapa lagi seorang mahluk yang bernama manusia meminta pertolongan jika bukan kepada Tuhannya?

Dalam kondisi seperti ini, dimana dia merasa sudah tidak lagi mempunyai tenaga, ketika raga seakan tak lagi bernyawa, hanya Tuhanlah satu-satunya tumpuan, tempatnya menaruh harapan.

Beni membereskan semua keperluan memotretnya, satu-satunya asset yang selamat dari amukan si jago merah. Lalu meluncur menjemput Puad dan Arman. Crew Assisten lighting dan koreografer nya.

Masih ada kewajiban yang harus di selesaikannya secara profesional.