September, kemarau panjang yang terus menghadang seolah sang awan menahan tangisan nya diujung kemampuan nya. sadar atau tidak semua pengetahuan saling berkesinambungan layaknya seutas benang.
Seutas benang yang terus terurai lah yang telah menyambungkan banyak hal menjadi satu seperti membuat sebuah boneka menjalankan tugasnya, hanya karna ada dirinyalah yang membuat boneka itu terus melakukan tugasnya.
Pria itupun demikian hanya saja karna tugas ini menguntungkan baginya tampak sedikit senyuman di bibirnya tanda dia siap turun dari sang besi berjalan. Diturunkanya satu-persatu kakinya didepan hotel Andalusia, tempat diamana sang adik yang kini menjadi murid sementara nya menunggu untuk menerima bimbingan darinya.
"oke ini dia ruang karantina nya, mari kita lihat siapa muridkita kali ini."
Seorang wanita dengan rambut yang di kucir dua yang panjang ditambah wajah yang orientallah yang duduk di kamar suite yang dirubah menjadi tempat belajar mereka dan hanya dialah yang sudah siap untuk menerima bimbingan dari pria itu menunggu Farhan sang pembimbingnya yang terlambat dengan sejuta kesibukan.
"maaf atas keterlambatannya, Saya"
"Farhan Abimanyu Putra terbaik kota ini dan pengembang salah satu perusahaan manufaktur terbesar di Indonesia. Saya tau benar siapa bapak kok pak, dua siswa lainya Angga Sulifan dan Dwi putri juga mengalami keterlambatan mohon maklumnya pak."
"Sherly kan? Santai saja jangan terlalu tegang"
Pinta Farhan dengan karisma nya mencoba untuk mencairkan suasana yang aneh karna dua orang yang sedang jelas-jelas tak tau caranya bersembunyi di balik kolong meja bundar ditengah ruangan itu.
"jadi sampai kapan penyusup ini akan bertingkah seperti bodoh."
Tubuh yang tegap itu hanya butuh sedikit menunduk untuk melihat kelakuan Febri dan Bejo yang mencoba menyusup.
"yo, anak haram"
"yo anak bajingan"