webnovel

Kutukan di Sekolah

"Kukira hanya aku yang berpikir seperti itu. Setelah memasuki ruang terlarang, satu per satu temanku mulai tewas dengan keadaan mengenaskan. Aku selalu berpikir, apakah giliranku akan segera tiba? Setiap kali memikirkan hal itu, aku selalu ketakutan," cerita Laasya sembari mengepalkan tangan. Terlihat sangat jelas, jika tangan gadis tersebut tengah gemetar menahan ketakutan.

"Sepertinya sebentar lagi," jawab Deliila dengan santai, tanpa memikirkan apa yang dialami Laasya. Aarav segera melotot ke arahnya, sementara Deliila hanya memasang wajah bodoh sambil mengangkat bahu tidak peduli.

"Kau juga berpikir seperti itu?" Laasya menundukkan kepalanya. "Aku juga telah memikirkan hal itu. Sepertinya, kematian mereka diurutkan dari nama mereka," sambungnya masih dengan kepala yang menunduk.

Aarav berusaha menahan tawa mendengar hal itu. Apa maksudnya diurutkan? Apa mungkin hantu itu membunuh dengan mengabsen siswa yang masuk ke dalam ruangannya? "Apa maksudmu?" tanyanya dengan mulut yang masih tertutup telapak tangan.

"Kasus kematian pertama dimiliki oleh Aabian, Aciiel, Agaam, Bertoold, dan baru ini Criish." Jari Laasya menghitung seluruh total kematian yang sudah berlangsung akhir-akhir ini. Aarav mulai sadar dengan apa yang diasumsikan Laasya. Benar juga apa yang dia katakana, bisa jadi kematian semua murid ditentukan oleh nama mereka.

"Lantas, siapa yang menempati urutan selanjutnya?" tanya Deliila. Dia memang tidak memiliki perasaan. Asalkan untuk informasi terhangat, dia siap mengorbankan perasaan sedih yang sedang dialami oleh lawan bicaranya.

Bola mata hitam Aarav melirik ke arah Deliila begitu tajam. "Apa? Apa ada yang salah dengan ucapanku," tanya Deliila dengan bola mata menghardik ke arah Aarav.

"Setelah itu ... akulah selanjutnya," jawab Laasya dengan pelan. Pantas saja dia sangat ketakutan selama ini, ternyata dia telah menghitung mundur akhir yang akan menimpanya.

Aarav memalingkan wajahnya dari Deliila, berganti menatap Laasya yang saat ini sedang ketakutan. Dengan wajah penuh percaya diri, dia menempelkan kepalan tangan para dada. "Tenang saja, aku akan membantumu," ucapnya sembari tersenyum lebar, Aarav mencoba menghibur Laasya dengan memberinya harapan.

Kening Laasya mengerut menanggapi ucapan yang diberikan Aarav. Jika memang hanya untuk menghibur saja, hal itu sedang tidak dia perlukan saat ini. "Bagaimana caranya? Tidak ada yang bisa kita lakukan selain menunggu," tanya Laasya dengan mata yang menunjukkan harapan serta sebuah penyesalan.

"Nanti malam, aku akan segera membasmi kutukan yang terjadi pada kalian," jawab Aarav dengan penuh percaya diri.

Laasya dan Deliila saling pandang, mereka berpikir bagaimana cara Aarav untuk membasmi kutukan yang menimpa seluruh temannya. Apa Aarav akan melakukan sebuah ritual untuk kepergian hantu.

"Apa aku tidak salah dengar?" tanya Deliila sembari menahan tawa begitu keras. Apa yang baru saja dikatakan Aarav, berhasil membuat Deliila kehilangan akal sehatnya dalam sekejap.

Hal itu memang wajar, selama ini Aarav tidak pernah memberitahu kepada temannya bahwa dia memiliki kemampuan untuk melihat dan merasakan hal seperti itu. Apalagi, dia sangat benci menggunakan kekuatan tersebut dan mencoba untuk melupakannya.

Namun, kali ini berbeda. Kehidupan temannya sedang dipertaruhkan. Aarav belum menyadari, karena keputusannya kali ini, kehidupannya akan sangat berubah ke depannya. Kehidupan dengan mempertaruhkan nyawa akan segera menantinya. Kehidupan dengan begitu banyak kesedihan serta kebencian, akan segera dia rasakan karena keputusannya saat ini.

"Tapi, bagaimana caramu untuk membunuh kutukan yang terdapat dalam tubuhku?" tanya Laasya kebingungan, dia masih belum dapat memercayai perkataan Aarav sepenuhnya.

Aarav menghela napas panjang, berusaha dengan keras untuk menjelaskan apa yang terjadi pada dirinya. "Selama ini, aku merahasiakan sesuatu yang penting dari kalian semua!" Aarav menundukkan kepala setelah tarikan napas panjang. "Sebenarnya, aku memiliki kekuatan yang bisa merasakan kehadiran makhluk yang tak kasat mata," sambung Aarav masih dengan menundukkan kepala.

Delila dan Laasya saling pandang. Tak lama kemudian, mereka tertawa dengan keras secara bersamaan. "Apa kau bercanda! Kau saja sangat takut jika aku bercerita tentang cerita horor. Sekarang kau bicara seakan bisa melihat makhluk tersebut!" tutur Deliila dengan tawa yang keras. Salah satu tangannya terus saja menepuk punggung Aarav karena gurauan yang dia dengar.

Aarav mendengus sebal mendengar ucapan yang keluar dari mulut lemes temannya. Sudah sejak lama dia ingin melayangkan tamparan pada mulut Deliila, tapi selalu diurungkan. Kali ini, dia akan benar-benar melakukannya dengan keseriusan. Tapi, tidak dengan tamparan fisik, melainkan mental.

Memang benar, selama ini Aarav bertingkah seolah-olah takut dengan cerita horor. Semua itu dilakukan agar tidak ada yang curiga dengan kemampuan yang dia miliki. Namun, hal itu justru berbalik kepadanya saat ini.

"Apa kau tahu, di belakangmu terdapat hantu botak yang selalu mengikutimu?" ucap Aarav menunjuk Deliila. Bukannya merasa takut, Deliila justru tertawa mendengar perkataan Aarav padanya.

Aarav memalingkan wajahnya sembari memasang wajah jijik, "waaaah ... Hantu itu menempelkan bokongnya di wajah Deliila," batinnya sambil menahan tawa.

Aarav memang tidak berbohong dengan apa yang baru saja dia katakan. Tepat di belakang Deliila memang terdapat sesosok makhluk halus. Alasan tidak ada yang memercayai Aarav karena selama ini dia selalu bersikap takut pada hantu. Padahal, sejak berumur lima tahun, Aarav sudah berinteraksi langsung dengan mereka.

"Jika kau tidak percaya dengan perkataanku tidak masalah! Yang terpenting, aku akan segera menghancurkan kutukan yang menimpa sebelas anak lainnya. Walaupun lima yang lain sudah meninggal!" ucap Aarav dengan penuh percaya diri seraya bangkit dari duduknya.

"Baiklah, tuan Indigo," ejek Deliila diikuti tawa yang sangat keras.

Di tengah suara tawa yang dikeluarkan Deliila, bola mata sayu Laasya justru menatap Aarav dengan lenasatan. "Jadi, kapan kau akan menghancurkan kutukan yang berada dalam tubuhku?" tanya Laasya penasaran dengan rencana Aarav.

Meskipun masih terdapat perasaan tidak percaya, Laasya tetap saja mencoba untuk menyerahkan semuanya kepada Aarav. Lebih baik memikirkan sesuatu yang positif, daripada selalu berpikir negatif. Mungkin, itulah yang saat ini dirasakan olehnya.

"Aku sudah bilang! Aku akan mengahancurkan kutukan yang berada dalam tubuhmu nanti malam!" jawab Aarav dengan mengkal, dia kembali duduk dengan berpangku tangan.

Bola mata hitam Aarav berpendar begitu cepat, seakan merasakan sesuatu yang janggal di sekitar. Detik berikutnya, dia menyipitkan mata pada sebuah asap hitam tak jauh dari pohon besar di samping jendela kelasnya.

"Apa ini hanya sebuah kebetulan?" tanya aatag pada dirinya sendiri. "Pohon itu tepat berada di depan ruangan penuh dengan jimat."

Pada saat masih memikirkan hal yang menggangguku pikiran, sebuah suara membuyarkan lamunan yang dilakukan. "Bolehkah aku ikut?" tanya Laasya berwajah melas. "Setidaknya, aku akan membantu walaupun tidak banyak. Jika kau akan berusaha untuk menghilangkan kutukan di dalam tubuhku, bagaimana mungkin aku bisa berdiam diri begitu saja."