webnovel

The Truthful Boy And A Love Story

Keharusan melengkapi biodata sistem akademik kampusnya membuat Hardi, seorang mahasiswa harus membuka kembali lacinya. Sebuah laci yang tidak hanya menyimpan semua berkas penting miliknya, tapi juga menyimpan sebuah kenangan akan kisah cinta yang tak akan bisa dia lupakan, kisah cinta yang terus-menerus menghantuinya dengan segudang misteri dan kejanggalan di dalamnya. Seperti apakah kisah cinta tersebut? Bagaimana bisa kisah cinta itu terus menerus menghantui Hardi? Misteri serta kejanggalan apa saja yang ada di dalamnya?

CTRIP · Horror
Not enough ratings
28 Chs

Cairan Dan Cahaya

Perempuan itu kemudian mulai menangis lirih sembari berulang-ulang berucap, "kembalikan... kembalikan... hiikhs... hiikhs... kembalikan!"

Lalu bersamaan dengan hal itu, muncul cairan berwarna kuning kehijauan yang mengalir keluar dengan deras dari dalam dasternya menyapu cairan merah sebelumnya. Cairan kuning itu dengan cepat terjun dari tepi lemari dan mengguyur genangan merah di bawahnya, lalu mulai menggenangi seluruh permukaan setiap kotak ubin lantai di kamar itu.

Dengan tangan mencengkeram erat pinggiran kasur, aku mulai menarik tubuhku sendiri hingga jatuh telungkup ke atas lantai yang sudah mulai banjir cairan kuning kehijauan seperti urine namun tak ada bau khas amonia sedikitpun, bahkan tercium manis seperti tebu.

Dengan tubuh bagian depan yang basah serta kaki yang mati rasa, layaknya seekor ulat bulu yang melata di atas daun pisang, perlahan kedua tanganku merentang ke depan lalu menarik dan menggerakkan tubuh ini mendekat ke arah pintu. Begitu tepat di depan pintu, kutekan lantai sekuat tenaga dengan dua tangan demi menaikkan tubuh setinggi mungkin, agar salah tanganku dapat meraih gagang pintunya.

"Aagghhhh." Kurang lebih begitulah suara eranganku mengerahkan seluruh fokus dan tenaga yang ada demi meraih gagang pintu yang entah kenapa terasa amat jauh untuk diraih, padahal tepat berada di depan mataku, sampai-sampai tidak sadar bahwa kedua kaki sudah melayang-layang serta dadaku mulai terendam ke dalam cairan kuning beraroma manis itu.

Bersamaan dengan tangan kanan yang akhirnya berhasil meraih gagang pintu itu, tiba-tiba saja suara Isak tangis perempuan itu menghilang, serta cairan yang hampir mencekik leherku perlahan surut. Namun beriringan dengan surutnya cairan itu, perlahan muncul bayangan tinggi besar sampai memenuhi pintu dan tembok di depanku, yang membuat nafas serta jantung berdenyut makin cepat.

Seketika itu pula aku langsung saja menutup mata rapat-rapat sambil tangan kananku menekan dan menarik gagang pintu berulang-ulang kali. Di tengah udara malam yang dingin serta kering, wajahku mulai berlumuran keringat yang keluar dari dahi, entah berapa kali sudah kutekan dan tarik gagangnya, tapi pintu itu tidak bergerak sedikitpun.

Ditengah situasi yang membuat jantung berdetak kencang seperti sedang berlomba lari sprint ratusan kilometer, terdengar suara perempuan ketawa cekikikan entah dari mana, "hihihihihi..." dan warna suara ini terdengar berbeda dengan suara Isak tangis perempuan yang duduk di atas lemari sebelumnya.

Saat kedua mata ini hampir mengeluarkan air dari celah kecil di antara kelopaknya serta telapak tangan yang mulai terasa hangat setelah berulang-ulang kali menekan dan menarik gagang pintu itu, tiba-tiba saja ada sesuatu yang besar lagi dingin yang mendorong punggungku.

Duggghhh, begitulah kira-kira suaranya saat wajahku terhempas membentur pintu, yang kemudian terus terdorong maju seperti mendobrak keluar dengan wajah menempel di daun pintu. Sesaat setelah itu, kedua telapak kakiku tidak lagi merasakan dinginnya lantai kamar itu, namun berganti dengan hangatnya air beraroma manis yang terasa menyelimuti sekujur tubuh.

Dengan tubuh terendam air tanpa ada kesempatan mengambil udara sebelumnya, seharusnya dadaku sudah terasa sesak karena kehabisan nafas. Tapi anehnya aku tidak merasakan sesak sama sekali, dan dapat bernafas dengan lancar. Saat itu aku seperti meluncur di dalam arus sungai dengan daun pintu sebagai alasnya.

Ketika aku membuka mata, mengintip ingin tau apa yang sedang terjadi saat itu. Nampaklah sebuah wajah seseorang yang terlihat seperti Bu Dian dengan kulit wajah putih pucat, bibir melengkung seperti pelangi merah, dan dua mata hitam yang disertai sebuah titik cahaya putih tepat di tengahnya. Secara spontan kudorong tubuhnya sekuat tenaga dengan dua tangan.

Dan kini terlihat tubuh Bu Dian yang tertutup daster putih dengan lubang horizontal di perutnya. Sambil meneteskan air merah dari mata hitamnya, dia mulai membuka mulutnya, dan dengan nada lirih serta dua tangannya yang mengayun-ayun ke depan berusaha meraihku, dia berkata, "kembalikan.... kembalikan padaku!".

Aku yang masih ketakutan dan bingung dengan apa yang terjadi saat itu, hanya bisa diam membisu, sambil mendengar serta melihatnya menangis sambil menjulurkan kedua tangannya di tengah arus cairan kuning kehijauan yang sedang mengalir melingkar menuruni sebuah tangga. Hal itu seketika membuatku sadar bahwa sedang tidak berada di rumahku sendiri.

Tanpa aba-aba atau tanda peringatan apapun, tiba-tiba saja Bu Dian bergerak meluncur membelah air layaknya sebuah torpedo dengan posisi kedua tangannya yang seperti bersiap untuk mencekikku.

Karena kedua kaki yang masih tak bisa digerakkan sama sekali, dengan mudahnya kedua tangan Bu Dian melingkari serta mencekik erat leherku, yang langsung disambut dengan cengkraman tajam tanganku di lengannya.

Namun sepertinya cengkraman serta tusukan dari kuku-kuku tajamku sama sekali tidak berpengaruh apa-apa padanya. Malahan dia mulai mengguncang-guncangkan leherku sambil menjerit-jerit memintaku mengembalikan sesuatu yang entah apa.

"Kembalikan.... kembalikan.... kembalikan!" jeritnya.

Kemudian aku melepaskan cengkraman tanganku dan mulai mengayunkannya sekuat tenaga sampai menimbulkan arus-arus air kecil lalu melayangkan pukulan-pukulan keras ke wajah putih pucatnya. Sama halnya dengan cengkraman sebelumnya, pukulanku nampaknya bukanlah sesuatu yang bahkan bisa mengusiknya.

Lalu dengan sebuah ayunan kuat, dia hempaskan tubuhku ke samping ke luar dari arus air kuning kehijauan itu punggungku mematahkan railing besi pagar pembatas tangga, yang membuat patahan itu jatuh serta terhimpit oleh lantai dan tubuhku. Hal itu membuat dada serta perutku terdongak ke atas, dan punggung ini kembali merasakan sensasi panas nan perih yang sama seperti saat aku dipukuli menggunakan balok kayu oleh seorang preman ketika masih di sekolah menengah pertama, benar-benar sakit sekali.

Saat sebagian tubuhku terdongak ke atas, aku bisa melihat Bu Dian bak seekor harimau mengerikan yang sedang mengaum serta loncat menerkam mangsanya, Dia melompat keluar arus air itu dengan mata menitihkan darah, cairan kuning kehijauan yang mengalir dari lubang di perutnya, serta mulut terbuka lebar yang kembali meneriakkan kata itu.

"Kembalikan!" Teriak Bu Dian.

Melihat itu, dengan cepat aku tarik keluar besi patahan railing tangga tadi dengan tangan kanan dan bersiap-siap mengayunkannya ke kepala perempuan itu., Dan.

Teeengggg....

Ayunan kuatku berhasil membuat batang besi mengenai pelipis kiri perempuan itu. Namun sayangnya hal itu juga terlihat tidak memiliki pengaruh apa-apa baginya, dia benar-benar tidak bergeming sedikitpun, padahal jelas-jelas tongkat besi itu mengenainya sampai menimbulkan suara dengungan logam yang amat keras

Ketika momen itu aku mulai berpikir bahwa waktu hidup yang telah diberikan oleh Tuhan maha kuasa lagi maha berkehendak akan habis sebentar lagi, dan aku akan meninggal di bunuh perempuan itu di tempat yang asing ini.

Saat kedua tangannya hampir menggapai leherku, dan tangan kiriku bersiap menangkap pergelangan tangan kanannya, tiba-tiba muncul cahaya putih dari balik badannya, yang kemudian cahaya itu dengan sekejap memenuhi seisi ruangan serta menghapus sosok perempuan itu dari penglihatanku dan menggantinya dengan pemandangan putih bersih nan menyilaukan mata.

Berikan saya kritik!

Berikan saya saran!

Berikan saya vote!

Add novel ini ke library anda!

Thanks to you, karena sudah mau mampir!

CTRIPcreators' thoughts