webnovel

Keanehan (2)

Sepulang dari sekolah, Deon merengut bingung sebab Beni tak ada di rumahnya. Deon juga tak melihat sosok paman dan bibinya hari itu. Deon mencurigai kejadian malam yang sangat membuat adiknya stres sampai sekarang.

Lia bahkan tak mau sekolah dan keluar kamar. Terkecuali, jika Deon mau masuk ke dalam kamarnya dan mengatakan bahwa ia mau menyuapi adiknya. Entah apa yang Lia lihat malam itu tapi ini benar-benar mencurigakan.

Deon tak lupa membeli permen coklat kesukaan Lia supaya gadis kecil itu mau kembali ceria seperti sedia kala. Ia tak bisa membujuk Lia dengan baik sebab biasanya ayahnya yang suka membujuk Lia jika mengambek seperti ini.

"Pak, permen ini berapa harganya?" tanya Deon saat dirinya telah sampai di toko permen.

"Oh, itu satu dollar satunya. Mau beli berapa?" tanya pemilik toko itu.

"Saya beli sepuluh, tolong bungkuskan!" pinta Deon.

"Baik," sahut pemilik toko tersebut.

Deon kemudian menerima keresek berisi permen tersebut dan ia membayar sepuluh dollar kepada pemilik toko tersebut.

"Terima kasih," ucap Deon kemudian ia keluar dari toko.

Ia kemudian berjalan menuju ke pertigaan menuju rumahnya. Kebetulan, Beni pun mengendarai motor melewati Deon begitu saja. Hal itu menimbulkan pertanyaan dalam benak Deon.

'Habis dari mana dia? Bukankah biasanya dia tak diperbolehkan naik motor?' batin Deon bertanya-tanya.

Ia kemudian menaikkan alisnya dan berjalan lebih cepat. Kebetulan saat sudah berada di depan rumahnya, ia langsung mendekat ke arah Beni yang tengah membereskan barang yang sempat ia bawa entah dari mana.

"Beni!" panggil Deon membuat Beni seketika mengalihkan pandangnya.

"Ya? Kenapa?" tanya Beni bingung sebab Deon tiba-tiba mendekat ke arahnya.

"Kau darimana? Tumben sekali paman dan bibi membolehkanmu menggunakan motor," jelas Deon senang seraya bercelingukan kesana kemari mencari keberadaan Ayah dan Ibu Beni disana.

"Oh, mereka pergi ke rumah nenek. Setelah kami bertengkar, mereka mengacuhkanku dan meninggalkanku," jelas Beni sedih.

"Apakah benar begitu? Ya tuhan.." Deon menutup mulutnya tak menyangka jika ayah dan ibunya Beni akan setega itu padanya.

"Kau tahu apa yang harus kulakukan? Aku tak bisa apa-apa sekarang. Bahkan aku pergi ke pasar menjual ayam pun aku tak tau harganya berapa. Aku benar-benar sedih mereka meninggalkanku seperti ini," ucap Beni sedih seraya menitikkan air mata.

Deon kemudian menghampiri Beni dan memeluknya. Menepuk-nepuk punggung Beni dengan perasaan iba sebab orang tuanya tak pernah mau merubah pikirannya.

"Kau harus sabar, Beni. Aku tahu, kau pasti sangat terluka. Kau ini hebat, aku yakin itu!" ucap Deon memberikan semangat.

"Pulanglah Deon, tak perlu pedulikan aku. Pedulikan dirimu, jika nanti ada tetangga mengadukan kau dekat denganku lagi, kau akan terkena siksaan ayah dan ibumu," ujar Beni mengusir Deon agar tidak tetap disana dan segera pulang.

"Aku tahu. Mereka tengah di luar kota, rasanya tak mungkin untuk menyiksaku jika jauh dari jangkauan. Aku hanya memedulikanmu," jelas Deon sedih.

"Tak perlu iba padaku, Deon. Aku tahu selama ini kau hanya kasihan padaku. Jika ya kau peduli padaku, hari itu kau pasti akan membantuku dan semuanya tak akan seburuk sekarang. Jadi, kumohon pergilah!" usir Beni kemudian segera masuk ke dalam rumahnya.

Deon menatap nanar pintu yang baru saja Beni tutupkan untuknya. Semalam, ia tak mendengar suara mobil sama sekali. Jika ya, paman dan bibinya pergi. Pasti dia mendengar suara kendaraan tersebut.

Bahkan gerak-gerik Beni tampak mencurigakan bagi Deon. Dan sampai sekarang, Lia masih syok dengan kejadian semalam. Entah apa yang terjadi, tapi Deon harus menyiasati kejadian yang sesungguhnya terjadi.

***

Deon pulang dan menemui adiknya. Gadis kecil itu masih mengurung diri dalam kamar. Ia masih memikirkan bagaimana cara membujuk Lia agar keluar dan kembali bermain kembali.

Tok! Tok! Tok!

"Lia, apakah kau tidur? Apa kau sudah makan lagi? Aku membawakanmu coklat, bukalah pintunya jika kau mau," seru Deon mengisyaratkan Lia agar keluar.

CEKLEK!

Pintu terbuka, menampakkan seorang gadis kecil berusia 7 tahun itu dengan tampilan yang acak-acakan. Sepertinya, Lia belum mandi dan makan.

"Hei, little girl? What happened? Kenapa kau terus murung seperti ini? Aku mencemaskanmu," ucap Deon pelan seraya berjongkok mengusap pipi Lia lembut.

"I'm so scared, kak. Beni sangat menyeramkan, aku takut!" jelas Lia hendak menangis.

"Sst.. Bicaranya nanti ya? Sekarang, Lia harus mandi dan makan. Kalau tidak, kau akan sakit dan aku akan dimarahi ayah dan ibu," ujar Deon.

"Tapi, aku takut mandi sendiri! Aku takut Beni membunuhku!" seru Lia ketakutan.

Deon merengut bingung, sebab Lia terus-terusan berkata jika Beni akan membunuhnya. Padahal, Beni sama sekali tak menemui dirinya sejak hari kemarin bahkan mengusirnya.

"Sudah, lupakan soal itu. Aku akan menemanimu. Besok mau tidak mau, kau harus kembali sekolah! Aku akan membawa motor demi mengantarkanmu," ujar Deon yang dibalas anggukan pasrah dari Lia.

Sejujurnya, Lia takut jika Beni akan melakukan hal yang semalam ia lakukan pada paman dan bibinya. Ia benar-benar takut. Namun, Deon tak mempercayai dirinya sama sekali.

Sedangkan Deon, ia berniat akan menyelidiki gerak-gerik Beni malam ini. Apa yang membuat Lia menjadi stres dan murung seperti ini? Bahkan, Lia berulang kali mengatakan jika Beni akan membunuhnya.

Apakah mungkin Beni membunuh paman dan bibinya malam itu? Tapi, Beni mengatakan jika paman dan bibinya meninggalkannya tadi malam ke rumah neneknya dan sudah tak mau lagi mengurusnya.

Beni bahkan menyalahkan dirinya yang tak membantu Beni saat laki-laki itu dipukul habis-habisan oleh ibunya dan hendak dibunuh. Deon kala itu tengah dilanda amarah, meski pada kenyataannya dia sangat khawatir akan Beni.

Gerak-gerik Beni juga tadi sempat membuat Deon curiga. Namun, apapun yang terjadi Deon akan menjaga Lia dengan baik. Lia satu-satunya adik yang ia sayangi.

Bahkan saat orang tua Deon menekan dan menyiksa Deon habis-habisan dengan nilai Deon yang turun atau sesuatu hal yang tak bisa Deon lakukan demi mereka. Lia pasti memberikan semangat kepadanya.

Bahkan, Lia selalu menjadi alasannya tertawa. Sebab, tak ada gadis mana pun yang mampu menolong kesepian yang Deon rasakan. Lia merasakan apa yang Deon rasakan. Dan mereka sama-sama saling menguatkan.

Lia selesai dari kamar mandi dan segera mengenakan pakaiannya. Mau bagaimana pun juga, ia akan melakukan segalanya untuk Lia. Bahkan menuruti semua kemauannya.

Setelah selesai, Lia kemudian makan ditemani Deon dengan menceritakan dongeng-dongeng lucu penghalau kegelisahan Lia. Meski, pada kenyataannya Deon terus memutar otaknya memikirkan Beni. Apa yang semalam laki-laki itu lakukan? Apa yang Lia lihat sampai setrauma itu? Ini benar-benar mengganggu pikirannya!