webnovel

Ayah Yang Asing

'Sampai kapan aku harus berada di dalam tubuh ini? Semakin lama aku disini, kewarasanku akan semakin berkurang. Oh ... aku sangat merindukanmu benda besar berbentuk kotak, yang bisa memberikan kesejukan setiap saat,' keluh Jessie di dalam hati.

"Apa disini tidak ada lemari es?" tanya Jessie pada Lyne.

"Apa? Ha ha ha. Sejak kapan es memiliki lemari?" Lyne balik bertanya seraya masih cekikikan.

Mendengar hal itu, Jessie menyimpitkan matanya menatap ke arah Lyne, yang membuat gadis itu berhenti tertawa dan kembali fokus kepada pekerjaannya.

Terlihat raut wajah Putri Azaela terlihat berpikir dengan sangat keras. Dia masih mencari jalan untuk keluar dari permainan nasib yang telah mempermainkan saat ini. Jessie berpikir apa dia harus melakukan sesuatu yang lebih ekstrim dan berbahaya. Agar roh yang dia miliki dapat terpental dari tubuh asing itu dan kembali pada tempatnya.

Lyne yang sedang sibuk menyisir rambut Putri Azaela pun ikut memperhatikan tingkah Sang Putri yang sangat berbeda saat ini. Bila dulu, Lyne selalu diajarkan tata krama oleh Putri Azaela. Kini malah sebaliknya, dia yang harus mengajarkan sopan santun kepada Sang Putri tersebut.

Tidak lama kemudian, seorang pengawal istana utama, datang ke kediaman Sang Putri. Sebelum pengawal itu masuk, Lyne segera memberitahu bagaimana Putri Azaela harus bersikap.

"Tuan Putri Azaela duduk yang benar, jangan membuka kaki terlalu lebar." Menurunkan kaki Jessie yang sejak tadi berada di atas meja." Tegakkan tubuhmu, dan tersenyumlah," ucapnya setengah memerintah.

"Siapa disini yang menjadi Putri? Kenapa kamu sangat suka memerintahku," gerutu Jessie sedikit kesal.

Terdengar suara daun pintu yang terbuat dari kayu tebal itu terbuka. Dari balik pintu muncul seorang pria dengan jubah panjang berwarna merah darah. Pria paruh baya, dengan panjang yang juga tersegel pada tangan kanannya. Sedangkan pada tangan kiri membawa sesuatu berbentuk tabung, serta berwarna hitam.

Dia pun memberi hormat pada Putri Azaela dengan membungkukkan hampir setengah badannya. Setelah itu berjalan mendekati Sang Putri menggunakan kedua lututnya.

"Aku membawa perintah Raja Emmerich dari kerajaan Adanrille kepada Putri Azaela, Putri kedua dari Raja Emmerich dan Selir ...."

Sebelum merampungkan ucapan tersebut, Jessie sudah lebih dahulu menyela perkataan utusan dari Istana utama itu dengan nada kesal.

"Langsung saja pada intinya!" tegasnya dengan nada yang tinggi.

Jessie memang orang yang tidak menyukai sesuatu bertele-tele dan berputar-putar. Hal itu, akan membuatnya semakin lelah berpikir saja. Namun, pada kerajaan Adanrille, pernyataan tersebut sudah menjadi ucapan umum bagi keluarga kerajaan yang wajib di katakan. Tujuannya untuk mempertegas status atau kedudukan dari orang tersebut.

Mendengar ucap Putri Azaela, bukan hanya pria yang menjadi utusan itu yang tercengang. Namun, Lyne tidak percaya, Putri Azaela mengatakannya dengan nada yang terdengar keras. Dengan cepat, Lyne pun menarik baju yang dikenakan oleh Jessie sambil memberi isyarat untuk tidak melakukan hal tersebut lagi.

'Bukankah pria ini hanya seorang utusan?' gerutu Jessie di dalam hati.

"Apa Anda ada masalah Putri Azaela?" tanya pria tersebut sambil memicingkan matanya menatap ke arah Jessie.

"Tidak. Silahkan lanjutkan," ucap Jessie dengan nada yang lembut dan tersenyum. Walaupun kedua hal itu adalah perbuatan yang sangat dipaksakan oleh Jessie.

Utusan itu pun mengeluarkan gulungan kertas dari benda berbentuk tabung, yang sedari tadi dia bawa. Membuka perlahan dan menyampaikan bahwa Sang Raja ingin bertemu dengan Putri Azaela, ketika makan malam.

Setelah selesai menyampaikan pesan dari Raja, utusan itu pun kembali bangkit dan undur diri, setelah sebelumnya memberikan penghormatan kepada Sang Putri Azaela.

"Ini berita besar, Putri Azaela!" seru Lyne dengan nada yang histeris.

Sang Putri Azaela yang di undang untuk makan malam, namun Lyne yang terlihat sangat senang, seraya setengah bersorak. Sikap Lyne tersebut bukan tanpa alasan. Karena ini adalah pertama kalinya, Putri Azaela diminta untuk datang ke istana utama kerajaan Adanrille.

Walaupun Putri Azaela adalah anak Raja sendiri, namun hidupnya bukan seperti seorang putri pada umumnya. Terlahir dari rahim seorang wanita yang bergelar selir Raja, membuat status Putri Azaela lebih rendah para anggota kerajaan lainnya.

Hal itu membuat Putri Azaela harus hidup menanggung beban itu seumur hidup. Apalagi, setelah sang Ibu meninggalkannya seorang diri. Semua semakin bertindak sewenang-wenang sangat tidak adil di bawah perintah Sang Ratu, yang sangat membenci Ibu Putri Azaela.

"Memangnya apa yang menjadikan ini sangat istimewa? Bukankah sudah menjadi hal umum seorang anak makan malam bersama dengan ayahnya?" tanya Jessie.

Jessie kembali menyandarkan berat tubuh pada dinding yang ads di belakangnya. Bukan hanya itu, sambil menikmati buah segar yang tersedia dia mengangkat kembali kedua kaki ke atas meja.

Lyne hanya hanya tersenyum masam melihat hal tersebut. Apalagi sekarang, dia harus memasukkan memori demi memori pada otak Putri Azaela, yang sama sekali tidak mengingat apapun.

"Tentu saja istimewa, Tuan Putri. Karena selama ini, Raja Emmerich tidak pernah menemui, Anda."

Mendengar hal itu, Jessie tidak sengaja menelan bongkahan besar buah apel, dan sekarang telah tersangkut di kerongkongannya. Hal itu membuat Jessie panik dan melambaikan tangan dengan cepat ke arah Lyne, untuk meminta bantuan.

"Aiss! Tenang! Tenang!" seru Lyne.

Dengan segera gadis itu menarik tubuh Putri Azaela dari sandarannya, lalu memukul bagian belakang tubuh Sang Putri dengan keras. Dengan cara itu akhirnya buah apel yang menjadi penyakit pun keluar dengan selamat.

"Bisakah Anda tidak membuatku selalu panik?" tanya Lyne meringis menggaruk kepalanya.

"Aku tidak pernah bertemu ayahku? Kenapa? Apa dia terlalu banyak mempunyai anak sehingga melupakan putrinya yang teramat cantik ini?" tanya Jessie tidak peduli dengan nyawa yang hampir saja melayang karena sepotong buah apel.

Lyne mengembangkan nafas panjang, lalu membuangnya perlahan. Menatap wajah Putri Azaela yang di penuhi banyak pertanyaan. Karena mengulang cerita yang menyakitkan ini, Lyne takut jika Putri Azaela kembali sedih.

Akhirnya, Lyne pun menceritakan kembali takdir yang tak diinginkan oleh Putri Azaela. Dengan hidup yang di kekang dan penuh aturan, namun selalu diabaikan.

"Jika seperti itu, apa kamu tidak merasa ada hal yang aneh dari undangan ini?" tanya Jessie kepada Lyne.

"Aneh? Menurutku tidak ada yang aneh Tuan Putri. Mungkin Raja Emmerich sangat merindukanmu," ucap Lyne sambil tersenyum dalam mengucapkan hal baik yang baru saja datang ini.

"Rindu? Selama belasan tahun?" Jessie menyunggingkan sebuah senyuman sinis pada sudut bibir milik Putri Azaela.

Suasana kembali hening, karena kedua gadis itu sibuk berkutat dengan pikirannya masing-masing. Bukan tentang tujuan makan malam yang akan berlangsung, melainkan hal lain. Jika Lyne sibuk memikirkan rangkaian baju yang akan di pakai oleh Putri Azaela nanti malam, Jessie justru memiliki tempat tinggi untuk kembali terjun bebas.

Bersambung ....