webnovel

0.2

Bima terbangun di area yang tak ia ketahui. Kali ini tidak gelap dan juga tak berpendar putih. Ia bisa melihat, di sekitar tempatnya duduk permukaannya tak rata, ada sesuatu yang menggantung dari atas dan berkilau. Permukaan yang ia duduki pun bergelombang. Namun semuanya, memantulkan bayangan patah-patah. Ada seperti kaca pada seluruh ketidak rataan ini.

Sesaat ia menikmati keindahan gua yang ia tempati. Tak ada kata lain selain “woaaa”, “duhile ….” atau “njir keren bet” meluncur dari bibir. Namun saat fokus lelaki 29 tahun itu bergeser, lebih tepatnya saat ia mengamati dengan seksama bayang dirinya yang terpantulkan oleh kilau indah permukaan gua ini … seketika napasnya tercekat. Lebih, kelereng hitam itu membelalak lebar dan mimik shock merajah wajah.

Badannya … Badannya!!

Badannya hancur. Tidak, salah, pinggang ke atas masih baik-baik saja, kecuali lubang di sana sini dan darah mengucur deras. Tapi kaki … kakinya … termutilasi. Mereka menjadi potongan-potongan kecil.

What the—?! Bima kebingungan. Horor menecekik, ketakutan membebat. Dia mulai merasakan tak bisa bernapas dan sakit yang tidak terasa dari tadi, entah bagaimana jadi berlipat ganda.

Hal horor lainnya mulai terjadi. Tangannya yang semula utuh, lambat laun menyerpih menjadi debu. Dimulai dari kulit, memperlihatkan daging penuh darah dan otot berkedut. Lalu mereka pun terurai, tunjukkan tulang … Kemudian … kemudian …

Tak kuasa menahan kegilaan, dia menjerit.

Tidak! Tidak! TIDAAAAK!

[[DING!]]

Tiba-tiba terdengar suara notifikasi dan detik berikutnya sebuah jendela terpop-up di depan Bima. Ada satu pertanyaan melayang di depannya, di dalam jendela itu:

[You're dead. Do you want to stay alive?]

[Yes] [No]

Dejavu, Bima membaca pertanyaan pada jendela itu dua kali. Sebelum cepat, ia menjulurkan tangan dan menekan tombol [Yes]. Sedetik kemudian, cahaya kuning menyelimutinya. Bima berasa seperti sedang di tengah pusaran angin. Mereka menyedot sana-sini tapi tak mematikan, tak membuatnya sampai terhempas. Lalu suara familiar terdengar [[Welcome to Deel's System]].

Lelaki asli Indonesia itu menegang. Suara yang baru saja ia dengar begitu familiar. Ia mengerutkan kening seiring ingatannya berpacu. Ia yakin sebelum ini pernah mendengar suara itu pun dengan kalimat yang ia bicarakan.

Namun tanpa bisa menyuarakan apa pun, Bima mendengar suara itu lagi. Tak ada nada dari suara itu, datar nan monoton bak robot.

[[Contractor name: Bima Farhan Dinastoro.]]

Ha? Contractor?! Pikir Bima berkelana. Ia berusaha mencerna kejadian aneh yang ia hadapi ini.

[[Administrator status: loading … loading … Neon.]]

Neon? Siapa itu?

[[Synchronization: loading … 5% 17% 44% 80% 100%]]

[[Connected]]

What?! Connected?! Apa yang terkoneks—

Pikir Bima terputus, sinar yang menyelimutinya hilang, angin puting beliung lenyap. Lalu ia seperti berpindah. Tak ada lagi gua berlian dan tampak di depan bima ada hewan berbokong lampu. Lebih tepatnya, hewan nyaris punah yang dari belakang tubuhnya tampak pendaran cahaya; kunang-kunang.

[[Hiya host. Kita sudah kenalan tadi, tapi nggak apalah, bisa diulang. Jadi, namaku Neon.]] kunang-kunang mungil itu berkata sambil melambaikan tangan. Bima mengerjap melihat hal ini. Uh? Imut ...

[[Terimakasih, aku emang imut~]] Kalimat itu membuat Bima mengernyitkan kening. Apakah kunang-kunang ini bisa mendengarkan pikirannya? Atau over narsis? [[Aniweii … Karena host lagi pingsan dan kita sudah sinkron, kita bisa ngobrol sekarang di bawah alam sadar sebelum aku bisa hadir di sisi host secara nyata.]]

Bima kembali mengerjap. Ah-uh?

[[Jadi ada yang mau host tanyakan sebelum kita putar gacha kehidupan?]]

Bima tergugu. Huh? Yang mau ditanyakan? Banyaaaak. Hanya saja, Bima tak tahu harus memulai dari mana. Bayangan apa yang ingin ia tanyakan bekelibat, ada rasa ingin mempertanyakan sesuatu seperti 'siapa ini Dewa Dewi yang menempatkannya di sini?' atau 'kenapa dia yang dipilih?' atau lagi 'apa keuntungan dia ikut main di sini?' tapi akhirnya, ia memutuskan untuk menunggu Neo menjelaskan.

[[Err, host. Aku rasa lebih baik kau bertanya deh. Aku juga bingung.]] Neo menjawab, Bima mengerutkan kening sejenak sebelum merekahkan senyum miring. Bima berani bersumpah ia tak membuka bibirnya barang sesenti pun untuk menimpali Neo. Namun fakta tiba-tiba kunang-kunang ini menjawab kegamangan hatinya … rupanya Neo benar-benar bisa mendengarkan isi hatinya, huh?

Ini pasti kemampuan spesial administrator. Di novel-novel yang Bima baca, tak jarang yang seperti ini pula. Host itu seperti malaikat kecil yang diperintahkan Dewa Dewi untuk membimbing para domba yang tersesat; atau sesuatu yang seperti itu.

Namun selain itu ... ada pula yang mengatakan bila administrator adalah kumpulan program.

Dan memikirkan tentang fakta bila penampakan di depannya tak lain dan tak bukan adalah data ... Jiwa keteknikan Bima membara. Ia jadi ingin membedah Neo dan menemukan program apa yang dipasang pada sistem yang menghubungkannya dengan dunia. Fufufufu.

Neo memucat. Tawa terpaksa meluncur dari bibir kunang-kunang itu, mikroekspresi di wajah manusianya tunjukkan jika dia sedikit canggung. Ada secuil ketakutan pula di sana. Bima yang suka menganalisis dan menyukai detail, tersenyum melihat hal ini.

Namun karena Neo tak ingin menarik perhatian Bima lebih lanjut pada dirinya, ia kontan membuka bibir, [[Jadi Host terpilih menjadi pemain di dunia buatan Dewi Deela. Pemain di sini maksudnya … host akan masuk jadi suatu karakter, lalu bikin harem dan mati, kemudian melompat ke dunia lain, bikin harem dan mati. Begitu terus sampai … bar survival host penuh.]]

Huh? Bar survival?

Neo menjentikkan jarinya yang seperti jarum kemudian. Muncul suatu bar dan di sana tampak kosong, tak berisi. [[Untuk mengisi bar ini dengan menjumlah banyak poin yang host capai di suatu dunia. Ingat, poin ini bisa berkurang dan bertambah. Berkurang kalau host kena pinalti, misal OOC, dan bertambah jika host menyelesaikan misi!]]

Bima menelengkan kepala.

Dari wajahnya, kentara sekali dia belum ngeh atas penjelasan Neo. Di mukanya ada tulisan sebesar gaban 'lu ngomong apa dah bro?'

Ekspresi yang serius, membuat Neo menelan ludahnya sendiri dan bingung harus menjelaskan dengan kata seperti apa lagi.

[]