webnovel

The Secret of Bad Boy

Gue ga nyangka kalau di tahun ajaran baru ini gue bakal sekelas sama cowok yang bener-bener gue benci, Si Pete! Gue yang cewek baik-baik ini harus sekelas sama cowok yang bandel, suka bolos, dan paling nyebelin sedunia! Bisa dibilang Si Pete ini bad boy. Camkan sekali lagi, BAD BOY!! Penderitaan gue nambah ketika gue sama Pete duduk semeja alias sebangku. Hari gue bener-bener hancur sama tuh anak! Sampai akhirnya gue tau rahasia besar dalam hidup Si Pete. Rahasia yang mengubah banyak hal, termasuk mengubah rasa benci gue.. (tonton TRAILERnya di IG @cerita.elin)

GraceLynne_Prc · Teen
Not enough ratings
186 Chs

JADI KENYATAAN

"Baik, Peter dan Cillya. Hari ini kita cukup sampai di sini. Semangat ya, jangan lupa istirahat yang cukup. Terima kasih, Tuhan Yesus memberkati," kata Pak Handoko menutup kelas persiapan Olimpiade gue dan Pete.

Minggu depan gue dan Pete memang akan mengikuti OSK, alias Olimpiade Sains Kabupaten. Kalau kami lolos, kami akan mengikuti OSN, Olimpiade tingkat Nasional. Sampai sekarang, belum ada satu kali pun SMA Foxie ga lolos OSK.

Dan begitupun gue yakin, kalau susah payah gue dan Pete akan terbayarkan ketika kami berhasil lolos OSK.

Sesuai apa yang dibilang sama Erik tadi. Sehabis belajar khusus Olimpiade gue langsung nerima telpon dari dia.

Gue sendiri ga tau Erik tau dari mana gue baru aja selesai belajarnya. Atau jangan jangan gue selama ini dimata-matai sama Erik ya?

Oh, maafkan pikiranqu yang terlalu sinetron.

"Halo?"

"Halo, ke taman belakang sekarang, ya."

"Oke, deh!"

Habis itu telepon singkat itu dimatiin. Cuman durasi 11 detik, sangat hemat pulsa.

Gila, ternyata gue beneran ditungguin sama Erik. Sepenting apa, sih, yang harus dibicarain? Jantung gue jadi deg degan sekarang.

"Ga pulang lu, be?"

Be?

Cabe?

Oke, sip.

"Ke Erik dulu gue. Lo duluan aja."

"Sip."

Pete lalu berjalan mendekat ke gue.

"Tiati, tiba tiba jadian aja," bisik Pete tepat di telinga gue. Malah bikin gue merinding.

"Ish, apaan sih lo!"

"Bay cabe!"

Pete melambai lambaikan tangan dia ke gue dan hanya gue balas seadanya.

Gue jalan ke taman belakang, sesuai apa yang disuruh sama Erik tadi.

Ada bagusnya juga Erik mau nungguin gue. Jadi gue bisa ngasih penjelasan tentang yang status IG gue kemarin itu.

"Halo."

Erik menoleh sebentar, lalu menepuk nepuk nyamuk, eh maksudnya bangku panjang yang lagi ia dudukin. Minta gue untuk duduk di situ juga.

Gue nurut. Ikut duduk di samping dia.

"Erik."

"Ya?"

"Ada yang mau gue kasih tau," kata gue hati hati.

"Iya, bilang aja. Habis itu gua yang mau ngomong."

Gue aja baru mau ngasih tau soal status IG itu. Tapi langsung ga jadi.

"Eh, ga jadi, deh. Lo duluan aja. Kan lo yang tadi bilamg mau ngomong."

Erik ngiyain gue.

"Cillya..," panggil Erik lembut. Tapi gue merasa ga ada yang salah.

"Iya?"

"Gua suka sama lu."

"Hah?"

Gue kaget bukan main. Jantung gue seketika berpacu cepat.

Jangan bilang kalau Erik mau nembak gue. Gue balas natap Erik dengan ga percaya. Mencari kebohongan di situ.

Tapi nyatanya, dia beneran serius.

"Rik, gue,--" Erik ga ngasih kesempatan gue ngomong, dia langsung motong omongan gue.

Sekarang tangan Erik ngegenggam tangan gue. Tentu saja gue berontak, tapi percuma. Gue kalah tenaga.

Entah kenapa, tapi gue malah jadi ngerasa takut.

"Rik, lep,--"

"Sebentar aja, Cill. Biarin gua ngomong dulu."

Gue mengangguk patuh. Pengen cepat cepat selesai, lalu gue jelasin semuanya.

"Gua suka sama lu, Cill. Gua udah suka sama lu dari kelas 11. Lu juga suka sama gua, kan?" tanya Erik tapi kedengerannya lebih seperti memaksa.

"Erik---"

"Gua suka sama lu. Kita sama sama suka. Lu mau, kan, jadi pacar gua?"

DWAR!

Reflek tubuh gue tersentak dengar dia bilang gitu.

Sama sama suka? Maaf, kayanya jauh banget.

Sekarang gue mengerti 100% kalau Erik lagi nembak gue. Jadi ini artinya ramalan Pete tadi itu bener? Jadi kenyataan?

"Erik, sakit..," lirih gue. Emang, tadi tiba tiba Erik jadi kenceng pegang tangan gue.

"Maaf."

Lalu Erik lepasin tangannya dari gue.

"Erik, sebenarnya---"

"Jawab dulu pertanyaan gua," tegas dia menandakan ga mau dicela untuk saat ini.

Dih, dia aja ga mau dicela. Tapi dari tadi nyela gue terus.

Sebenarnya gue mau jelasin semuanya dulu. Tapi karena Erik maksa, jadi gue ga punya pilihan lain selain jawab pertanyaan dia.

"Gue ga bisa Erik," ucap gue hati hati tapi yakin. Gue emang ga ada rasa apa apa lagi sama dia.

"Kenapa? Lu, kan, suka sama gue. Kita udah sama sama suka dari kelas 11. Lu sendiri juga yang bilang di status IG kemarin."

Erik ngeluarin ponselnya. Kasih liat gue, status IG gue yang udah dia screenshot.

Dia gila apa, ya, nge screenshot gituan?

Oke. Ini udah ga ada waktu lagi buat basa basi. Gue harus segera meluruskan semua ini secepatnya.

"Erik, itu cuman tantangan dari Peter." gue menjeda, "Gue ga suka sama lo."

Gue berdiri, pengen pergi dari sini. Pulang ke rumah.

Tapi Erik juga ikut berdiri. Bahkan sekarang dia berdiri di depan gue dengan tangan kiri yang di taro ke tembok. Menghalangi gue. Kalau yang kaya gitu Carol, gue pasti udah seneng bukan main sambil berfantasi liar ke drama drama korea yang pernah gue tonton.

Sayangnya ini Erik, bukan Carol. Suasananya malah jadi horor.

Gue ga bisa pergi ke mana mana sekarang. Gue meneguk ludah susah payah.

"Tantangan? Peter? Gua ga peduli. Intinya sekarang gua suka sama lu."

Gue melotot sempurna.

Ingin gue berkata, "Gue juga ga peduli, Bangsul! Lo kata gue peduli? Hilih, ketek lo!" Tapi sayangnya cuman bisa terucap dalam hati.

"Erik. Maaf, gue ga suka sama lu. Gue pulang, ya?" ucap gue masih berusaha santai. Justru ini lah yang keluar dari mulut gue.

"Bohong. Gua tau lu suka sama gua dari kelas 11. Trus kalau bukan suka sama gua, lu sukanya sama siapa? Peter?"

"Apaan, sih, Rik!" gue udah mulai kesal campur takut. Gue berusaha pergi, tapi selalu gagal. Malah sekarang tangan kiri gue di pegang sama Erik.

Tenggorokan gue rasanya semakin kering.

"Cill, gua suka sama lu..," kata dia super lembut. Tapi gue justru jiji, muak liat muka dia.

Apaan maksa gini?

"Tapi gue enggak!" tolak gue.

"Lu mau, kan, jadi pacar gua?" tanya dia lagi seakan ga denger pernyataan gue barusan.

Asli, kali ini gue naik tensi. Lebih emosi dari ngadepin Pete.

"Gak! Gue ga mau jadi pacar lo! Gue mau pulang!" kata gue dengan marah, bahkan udah hampir ngebentak.

"Lepasin!" Gue menghentak kasar tangan gue, tapi tetep aja tangan Erik engga bisa lepas.

Erik menatap gue dalam. Masih mencari harapan.

"Cill. Kalau lu ga suka sama gua. Lu ada suka sama cowok lain?"

"Iya! Sekarang gue mau pulang!" emosi gue bertambah. Gue asal jawab aja pertanyaan dia, yang penting gue mau pergi.

"Pasti semua gara gara Peter itu kan? Lu suka sama dia, kan? Gara gara dia, lu jadi ga suka sama gua, kan?" Dari suaranya gue bisa tau Erik emosi waktu nyebut nama Peter.

Lah, apa apaan, nih, jadi ngebahas Pete? Apa hubungannya sama dia?

Erik semakin kencang megang tangan gue. Dia mendekatkan wajahnya ke gue. Tapi gue langsung buang muka.

Baru tau, ternyata Erik cowok tipe yang maksain kehendaknya.

"Liat mata gua."

Gue masih aja ngalihin muka. Ga mau liat sama sekali.

Sekarang, dengan sangat ga sopan, Erik langsung pegang pipi gue. Ngarahin biar gue ngeliat dia.

Mata kita ketemu. Jantung gue berpacu 2X lebih cepat dari sebelumnya. Posisi kita sekarang terbilang sangat dekat.

Tapi detak jantung ini bukan tanda tanda suka. Tanda tanda sakau kali yang ada. Gue takut bukan main.

"Semua itu gara gara Peter kan? Lu sering jalan bareng dia! Kemana mana selalu berdua! Bahkan lu selalu sebangku sama dia!" tuduh dia lumayan ngegas.

Sip. Sekarang gue udah tahu kenapa negara gue kagak maju maju. Kebanyakan rakyat kaya Erik sih, mulut asal dipake padahal ga tau faktanya. Orang gue sama Pete emang diatur Bu Letta buat sebangku. Kalo situ pengen protes, ya bilang lah ke Bu Letta.

Gini nih situasi yang paling gue keselin, ketika semua kalimat dan kata sudah tersusun rapi di otak. Tapi justru lidah gue yang kelu ga bisa ngomong.

Erik semakin mendekatkan wajahnya. Bikin tubuh gue langsung bergetar hebat karena takut.

Sekarang jarak kita sisa 1 jengkal. Dan dia masih terus mendekat. Bahkan hembusan napasnya udah kerasa di muka gue. Bahkan tatapan Erik berubah.

"Rik..," lirih gue ketakutan. Tapi ga direspon sama dia.

Tubuh gue tiba tiba jadi lemes. Tenaga gue yang tadi hilang seketika.

Gue coba memberontak tapi ga bisa. Apalagi dengan posisi tangan dia yang megangin pipi gue.

Mata Erik turun ke bibir gue.

Gue semakin ketakutan.

Dia mau ngapain ini, njir?

Mata gue memanas. Rasanya gue pengen nangis saking takutnya.

"Lepasin, Rik.. Ga lucu!" gue masih terus mencoba berontak.

Tapi Erik justru tersenyum aneh.

"Mungkin habis ini lu bakal berubah pikiran."

Siapapun tolong gue..

# # #

#LuvLuvAuthor

Heyoo! Dengan Elin di sini!

Ada yang ngeship Erik sama Cillya di sini?

Wahai para readers Elin, keluarkan kemampuan cenayang kalian sekarang! Huaaaa! Ramaikan kolom komentar!

Kira kira yang akan terjadi selanjutnya?

Butuh xpoiler? Follow Instagram @cerita.elin dan @grac38 yaw!

Jangan lupa kasih votenya biar Elin makin semangat nulisnya. Kalau mau kasih Elin balon atau gift apa pun itu juga boleh. Akan Elin terima dengan senang hati, ihihi

Oke, cukup sampai di sini.

Ya, dadah bubye!

GraceLynne_Prccreators' thoughts