webnovel
#ACTION
#ROMANCE

The Retro: Art and Death

Arabella El-Gauri, seorang dosen kriminologi muda. Tidak banyak yang mengetahui bahwa Bella adalah pengidap hyperthymesia, atau Highly Superior Autobiographical Memory (HSAM). Bella tidak dapat melupakan apapun yang terlanjur diingat otaknya, bahkan memori terburuk sekalipun.   Suatu hari, Bella mengalami kecelakaan yang membuatnya dapat mengetahui apa yang terjadi di masa depan dan masa lalu tanpa direncanakan. Kecelakaan itu juga yang mempertemukannya dengan Tristan Emilio Fariq, seorang Polisi dan Kapten Detektif yang ditugaskan untuk mengusut kasus pembunuhan berantai yang dijuluki ‘The Retro’. Singkat cerita, Tristan dan Bella lantas menikah, ditengah berjalannya investigasi kasus tersebut. 'The Retro', pembunuh berdarah tanpa satu mikroliter jejak darah. Seni klasik. Menjadi ciri khasnya. Lalu siapa, apa, dan bagaimana 'The Retro' bekerja?   Diluar dugaan, Bella Rupanya mampu melihat perlahan-lahan, samar-samar, siapa pelaku pembunuhan sadis itu dalam mimpi dan penglihatannya. Kemampuan ingatan superior menjadikan itu semakin nyata. Mampukah Tristan dan timnya mengungkap siapa 'The Retro'? Unlock the answer by read this story! ------ Hello, Readers! Selamat datang di novel ketiga Aleyshia Wein. Genre untuk novel kali ini adalah Crime, Mystery, dan Romance dengan sedikit unsur Sci-Fi. Seperti biasa, gaya bahasa cenderung teknis, dan istilah-istilah asing terkait kriminologi, seni, hukum, dan politik akan dijelaskan dalam notes Author. Harap bijak dalam membaca, karena akan mengandung unsur-unsur kekerasan dan 'inspirasi kreativitas' dalam menghilangkan nyawa seseorang dan penggunaan senyawa-senyawa kimia berbahaya. Disclaimer: Cerita ini hanya fiktif, tidak mencerminkan situasi, protokol, dan sistem sesungguhnya dari instansi yang diangkat. Penulis menggunakan nalar dan membentuk sistem sendiri untuk novel ini. Novel ini sangat TIDAK disarankan bagi pembaca dibawah 17 tahun. Semoga dapat menikmati alur kriminal dan romansa dalam novel ini. Jika berkenan, dapat memberikan masukan dan review untuk peningkatan kualitas penulisan kedepan. Regards, Aleyshia Wein

aleyshiawein · Urban
Not enough ratings
295 Chs
#ACTION
#ROMANCE

Rahasiakan

Dengan langkah mantap, Tristan memasuki Markas Polda Metro Jaya senin pagi itu. Hasil diskusi dengan Ibu dan Gia hari minggu lalu mengantarkannya untuk menandatangani SK tugas yang sebelumnya diberitakan oleh Rian. Polisi berpangkat Mayor itu lantas senang, lega karena Tristan akhirnya mau ambil andil dalam kasus berat 'The Retro'.

Sampai hari ini, Kian dan Arfani belum diketahui keberadaannya. Polisi masih terus mencari keberadaan kedua detektif itu semaksimal mungkin.

"Berapa orang yang dapat Saya masukan ke tim, Pak?" tanya Tristan begitu mereka selesai dengan SK.

"Cukup lima orang maksimal. Kalian akan banyak bergerak underground, usahakan tidak mencolok," titahnya.

"Siap, Pak. Akan Saya tentukan tim hari ini juga," ujar Tristan lugas.

Rian berdiri, lantas menepuk pundak bawahannya itu, "Saya percayakan ini pada Anda, Kapten Tristan. Bekerja sebaik mungkin, seakurat mungkin, dan setuntas mungkin."

****

Jevan berkacak pinggang di depan Tristan yang mengetikkan sesuatu di keyboard monitornya. SK penugasan tim investigasi sedang dibuatnya, namun satu nama yang Ia sertakan disana masih saja protes sedari tadi.

"Kapten, Saya mau menikah tahun depan, gimana kalau nanti Saya kenapa-kenapa? Kasihan tunangan Saya," rengeknya. Perlu diakui, kalau Letnan Dua itu agak sangsi dengan kasus 'The Retro'. Takut sih tidak, hanya saja beredar asumsi kalau Kapten Kian dan Arfani malah menjadi korban kejahatan pembunuh berantai itu.

"Saya gak peduli Kamu mau nikah kapan. Kalau mau cepat selesai ya bekerja saja dengan baik," ujar Tristan ketus.

Kalau sudah begini, Jevan hanya bisa pasrah. Tristan itu berkepala batu, keputusannya tidak bisa diganggu gugat.

"Siapa aja Kapt, yang bakal ikut di SK?"

"Saya, Kamu, Yudha, Isyana, dan Luki."

"Isyana? Kapten detektif divisi intelijen?"

Tristan mengangguk, "Ya, kenapa?"

"Enggak. Saya kira Kapten bakal mutiperan, meskipun Kapten detektif juga."

"Dalam satu kasus, perlu sudut pandang berbeda. Akan tidak kuat kalau keputusan hanya ada di tanyan Saya. Isyana cukup kompeten, dan Ia lebih gesit memutus kasus dari pada Saya yang pemikir detail."

"Bagus. Itu akan saling melengkapi."

Tristan mengangguk, lantas menatap Jevan serius, "Dari sekarang, kamu pelajari dulu kasusnya. Kamu akan selalu jadi tangan kanan Saya, orang yang paling Saya percayai di tim ini."

"Siap, Kapten!" seru Jevan. Sepertinya hawa serius Tristan mengesampingkan rasa sangsinya.

"Besok siang kita semua akan rapat untuk menentukan langkah ala yang harus kita lakukan selanjutnya. Kasus ini ... harus kita tangani sebelum tengah tahun."

****

Tristan baru sampai di apartemennya jam sepuluh malam. Jam kantornya memang sudah berakhir jam empat sore, tapi Ia harus memantau bisnisnya, kedai kopi di bilangan Sudirman yang selalu ramai dikunjungi pemuda dari sore hingga malam.

Lelah, Tristan segera menuju kamarnya setelah membersihkan diri. Ponsel Ia charge dulu di nakas sebelum membantingkan diri ke kasur empuk.

Belum sempat memejamkan mata, ponselnya berdenting tanda pesan masuk.

[iMess]

(Arabella)

Tristan, Aku pamit pulang ke Jakarta sore ini. Terimakasih atas semua bantuan Kamu.

Tristan menghangat, satu senyum tak disadari terulas di bibirnya, apalagi mengetahui kalau gadis itu meneleponnya beberapa kali tadi selagi Ia sibuk membantu barista coffee shop miliknya.

(Tristan EF)

Selamat istirahat kembali, Bella.

Makasih sudah hubungi Saya.

Maaf Saya baru saja pulang kerja, gak lihat panggilan Kamu

(Arabella)

Wah maaf Saya jadi ganggu ya

Kapan kapan ayo ketemu lagi. Saya belum berpamitan dan berterimakasih dengan benar hari ini

(Tristan EF)

Berapa kali Kamu harus berterima kasih, hm?

Ayo ketemu. Tapi kayaknya Saya bakal sibuk satu minggu ke depan. Akan Saya kabari lagi ya

(Arabella)

Ya, semoga secepatnya

Saya gak akan berhenti berterimakasih sama Kamu kayaknya.

(Tristan EF)

Saya harus apa agar Kamu berhenti berterima kasih?

(Arabella)

Apa boleh Saya minta tolong yang terakhir?

(Tristan EF)

Boleh, asal janji Kamu gak bakal lagi sungkan sama Saya

(Arabella)

Oke, baik

Saya minta tolong untuk merahasiakan penyakit aneh yang Saya idap

Hanya Kamu yany boleh tahu ini