24 Dunia Apa Ini?

7 Tahun Kemudian....

{2027}

....Semua sudah berakhir. Namun, aku masih bisa membuka mataku lebar, dunia apa ini?

"Zayn!"

Suara seseorang memanggil, suaranya begitu lemah dan tua. Suara apa itu? Kenapa aku tak bisa melihat sedang aku merasa mataku terbuka lebar? Semuanya gelap. Tapi... aku merasa suara panggilan itu semakin dekat dan keras. Oh tidak, sepertinya kupingku mendengar bunyi gerak-gerik seseorang yang akan mendekatiku. Suara itu...

"Zayn bangunlah! Dasar lemah, cepat selesaikan pekerjaanmu!"

Aku tersadar sejak pria tua itu membuka selimut dari wajahku. Tapi aku tidak mengerti apa yang di bicarakannya. Pria itu terus mengusikku dan mendorongku keluar dari tempat yang aneh. Keluar dari tempat itu... aku melotot heran, dunia ini...berbeda dari dunia yang pernah kutempuh. Tidak mungkin, apa karena hari itu setelah kematianku? Jadi ini yang namanya alam kematian? Sungguh aku tidak tahu dunia apa ini, semuanya tampak jelas. Tak ada satupun orang yang kukenal, tak ada satupun benda yang aku ketahui, dan aku tidak tahu kenapa orang tua itu memangilku Zayn?

"Jangan pernah malas atau kita akan terus menjadi keluarga paling miskin di dunia ini, kau mengerti!" ucap pria tua itu.

Pria tua itu membawaku ke hadapan benda yang besar dan aneh. Dia juga memberiku sehelai kain sabun dan keran air. Apa maksudnya ini?

"Hei, apa yang kau lakukan? Cepat cuci mobil itu!" perintahnya.

Mobil? Dia menyebut benda besar itu mobil. Aku hanya berdiam diri, berpikir... apa yang harus kulakukan? Bagaimana? Dan, kenapa aku harus melakukannya?

"Dasar lemah, lambat! Bilas saja mobil itu, lalu lap dengan kain kering!" ucap pria tua itu dengan marah samil mempraktekkan setiap gerak-geriknya. "Cepat lakukan!" Dia mencampakkan kain itu padaku dengan wajah marah. Haruskah aku melakuknnya?

"Seett..." bunyi seretan kain di benda yang bernama mobil membuatku terkejut akan bayangannya, karena sosok yang kulihat itu diriku dengan wajah yang berbeda. Oh tidak... lagi-lagi aku berubah menjadi sosok manusia dengan jasad yang berbeda. Meraba tubuh ini, gaya rambut begitu keren, wajah seputih salju, lumayan tampan, dan rasanya aku suka perubahan ini. Oh, di mana kostum kerajaanku? Kenapa pakaian yang kupakai begitu polos dan jelek, tak ada lambang kerajaan.

Baiklah, mungkin lebih baik aku jalani saja kehidpanku ini, pasti ada sesuatu yag tidak kuketahui dan aku harus mengetahuinya.

Aku meniru setiap langkah orang tua itu melakukan pekerjaan. Orang tua itu bekerja terlalu keras, aku bisa melihat keringatnya yang berjatuhan dari seberangku. Dia menyuci benda mobil itu hingga memenatkan nafasnya. Haruskah aku menolongnya? Sudahlah, aku tak mengenalnya. Lakukan saja tugasku ini, dalam dunia yang berbeda.

***

Bhuk!

Jatuh... seketika pria tua itu jatuh tanpa sebab. Bagaimana bisa aku berdiam diri, tak ada satupun orang di sekitar, bahkan sekuat tenaga kuberteriak meminta tolong. Haruskah aku sepanik ini? Walau aku tak megenalnya, entah kenapa rasanya orang ini begitu dekat dengan jasadku. Adakah hubungan... "Tolong!!!" tak ada yang menjawab. Dunia ini begitu sepi. "Tolong...!" masih sama.

"Su..sudah, jangan berteriak lagi. Hhh (menstabilkan nafas) Zayn, bukankah kau tahu yang kau lakukan itu sia-sia?" ucap pria tua itu pasrah.

"Kenapa?" heranku.

Pria tua itu memaksakan diri duduk stabil, lalu memandangiku heran.

"Kau ini kenapa? Oh iya, kemarin kemana saja tiba-tiba menghilang?" tanyanya.

Aku menghilang? Jangan-jangan maksudnya tubuh pria ini, aku juga tidak tahu. Kenapa aku masuk ke tubuhnya dan dianya tidak ada. Apa mungkin... gawat, tidak salah lagi pria ini pasti sudah mati. Haruskah aku memberi tahu pria tua itu? Jangan, terlalu buru-buru bila semuanya terbongkar, sedangkan aku belum tahu tujuanku di sini. Biarlah aku bersandiwara sementara. Dulu aku juga sering menyamar jadi pemilik tubuh, karena aku manusia tanpa tubuh dan terlahir sebagai kutukan. Tapi... sudahlah tak usah banyak berpikir, lakukan saja!

"Zayn, kenapa kau melamun?" tanya pria itu terus meragukanku.

"Oh, tidak ada. Apa kau sudah membaik?"

"Zayn, kau biasanya memanggilku Apha, tapi sekarang kau berlagak tak beretika. Dimana rasa hormatmu pada orangtua? Aku yang mengasuhmu sejak lahir, aku yang memberimu segalanya, walau... kita termiskinpun aku tak pernah meninggalkanmu, Zayn. Kenapa kau berubah?" ucapnya mengerut kening sedih.

Aku hanya berdiam diri, kesalahanku tak berhati-hati saat bicara, sudahkah jelas aku tak tahu sifat tubuh Zayn ini.

Pria tua itu melotot terlintas dalam benaknya. "Jangan-jangan kau mulai bergaul dengan anak-anak kaya?"

Apa maksudnya? Apa ada penghalang antara orang miskin dan kaya di dunia ini?

"Aku tidak tahu, tidak... aku bahkan tak punya satupun teman," ucapku jelas.

Pria tua itu memegang pundakku tegas. "Zayn, kekayaan itu bukan segalanya. Yang lebih berhaga adalah cinta dan kasih sayang dari orang yang kita percaya, ingat itu! aku tahu sejak dulu kau ingin bergaul dengan anak-anak kaya, tapi aku melihatmu tak sama dari sudut pandang mereka. Kau hanya akan jadi budak dan umpan mereka, kau diperlakukan seperti mainan, tak ada yang tulus padamu, Zayn. Zayn, buka matamu! Aku tidak tega melihat itu, pada akhirnya kau lulus sekolah dan aku melarangmu bermain dengan mereka. Kau tak boleh melanggar peraturan itu!" tegas Pria tua itu setengah menangis.

Aku menatap pria tua itu dengan penuh rasa iba, juga begitu malangnya nasib tubuh pria ini. Aku jadi tak tega untuk mengungkapkan bahwa Zayn telah tiada. Tapi pada akhirnya Zayn tega meninggalkan pria tua ini sendiri, yang telah merawatnya sejak kecil.

"Zayn, teruslah panggil aku Apha!" harap pria tua itu sambil tersenyum.

"Baik, Apha," jawabku sambil membalas senyum.

***

Menikmati hembusan angin dari dunia yang berbeda, rasanya juga berbeda. Pemandangan yang terlihat bukanlah gunung, pohon, batuan ataupun pasir, bahkan rerumputan tak muncul sehelaipun. Yang terlihat hanyalah bangunan-bangnan besar meninggi ke langit, benda-benda aneh yang beredar di mana-mana, suasana sepi bukan hanya manusia yang tak terlihat, namun para hewan tak kujumpai. Hanya beberapa besi bergerak yang berbicara di seberang jalan.

Aku menghadap ke langit bangunan itu dan menitikkan air mata. di sinilah kehidupanku selanjutnya, tanpa marga, pakaian kerajaan, pengawal dan... (memejamkan mata) hiks...hiks...

Perpiahan yang begitu berat dalam hidupku. Padahal sejak lahir aku selalu berada di sisimu, tak pernah ada rasa kesepian, kejauhan dan sakit. Kau pergi ke alam yang berbeda pastinya, menempuh jalan yang masih panjang, berlayar ke samudra penghisapan. Tunggulah diriku, aku ingin pergi bersamamu, menggenggam tanganmu, dan memasuki pintu bersama. Bisakah itu? Bisakah itu... hiks...

Ssssst

Angin apa ini? Hembusan dari belakangku (menoleh).

Puks!

"Auuhh" Aku terjatuh terkena angin kuat itu berlaju secepat kilat.

"Oh, ya ampun, itu saja tidak bisa mengelak?" tanya seseorang yang mendorongku dengan penuh gaya.

"Hei, seharusnya kau minta maaf!" kesalku.

"Heh, itu bukan gayaku, dasar anak miskin!" ucapnya tajam, lalu membuka kacamatanya.

Eh... "Violet?"

***

avataravatar
Next chapter