Bagastara tertawa puas melihat tubuh Jeje yang bergetar hebat. Dia juga bisa merasakan kekuatan mulai terbentuk di tubunya sejak dia membunuh Dinar. Kuku-kukunya memanjang. Belakang tubuhnya mulai ditumbuhi ekor dari sesuatu seperti air yang transparan berwarna kemerah-merahan. Begitupula kepalanya yang terlihat seperti telinga. Wajah Jeje juga terlihat seperti mocong binatang meski dia masih bisa melihat wajahnya samar-samar.
'Rubah,' pikir Bagastara saat itu juga. 'Mereka benar-benar sepasang rubah.'
Di atas itu semua, Bagastara bisa merasakan pertumbuhan kekuatannya tanpa perlu melihat statusnya.
'Dua kali? Tidak. Lebih dari itu.'
Jeje memiliki kekuatan yang jauh lebih kuat, tetapi kesadaran di dalam matanya semakin menghilang. Mulutnya tak lagi bisa mengeluarkan kata-kata kecuali rengekan nama Dinar yang semakin hilang dan digantikan oleh geraman.
Apa Bagastara salah membunuh Dinar terlebih dulu? Apa seharusnya dia membunuh Jeje agar Dinar yang lebih lemah menjadi rubahnya?
'Tidak. Lebih baik begini.'
Saat dia hampir menggunakan sabit itu, suara di dalam kepalanya terdengar mendesak.
'Jangan gunakan aku!'
Bersamaan dengan itu, Jeje melompat ke arahnya. Gerakannya jauh lebih cepat dan kuat. Bagastara melompat ke kiri. Dinding yang ditabrak Jeje hancur dan berlubang. Mata Bagastara berkabut. Jantungnya berdebar kencang.
Ini berbeda dengan saat dia melawan Faiz atau pun Player lain selama ini. Jeje saat ini tidak bisa berpikir. Dia hanyalah hewan buas yang berbahaya. Bagastara tidak suka membunuh hewan buas. Mereka tidak berarti. Akan tetapi, dia harus membunuh Jeje sekarang atau dialah yang mati.
Bagastara tertawa pada pemikirannya sendiri. Dia menggulung lengannya. Bayangan hitam sabit itu telah memakan tiga per empat lengannya. Bahkan pembuluh darahnya terlihat berwaran hitam.
"Kelihatannya aku harus serius setelah sekian lama."
'Jangan gunakan aku!' ulang Suara itu lebih mendesak. 'Kekuatanmu belum cukup untuk bertahan dari bayangan yang memakanmu.'
Bagastara tertawa, tetapi matanya menatap dingin. Kekuatan yang besar memakan sesuatu yang besar pula. Akan tetapi, Bagastara tak keberatan mengorbankan sedikit bagian tubuhnya daripada mati konyol di tempat ini.
"Sampai siku tidak masalah, kan?"
Suara itu terdiam sejenak. 'Tidak masalah. Aku akan membantumu.'
"Oh baik sekali."
Jeje melompat lagi. Kali ini gerakannya begitu cepat, tetapi Bagastara tak kalah cepat. Dia melompat mundur. Bayangan di kakinya bergerak cepat untuk menjadi perisai. Perisai gelap itu tidak stabil karena Bagastara menggunakannya dengan tiba-tiba. Cakar Jeje mengoyak perisai itu bagai kertas yang tak berguna.
Mata Bagastara melebar sejenak, tetapi kemudian menatap lebih fokus.
'Bayanganku tidak cukup kuat untuk melukainya. Kecepatannya setara. Kekuatannya lebih besar. Tipuan tidak berguna. Dengan hanya aku yang menjadi pusat perhatiannya, sulit untuk mencari kelemahannya.'
Bagastara menghela napas lelah. 'Aku memang tidak cocok menghadapi hewan buas.'
Bagastara mengayunkan sabit untuk menghalau serangan Jeje. Sabit itu terbentur keras, tetapi cukup kuat untuk menahan tangan Jeje. Ada darah yang menetes, tetapi tidak cukup kuat untuk menebasnya. Begitu dia melompat menjauh, luka itu kembali menutup dengan cepat.
"Ho!"
Bagastara terkesiap. 'Regenerasinya pun terlalu cepat.'
'Selimuti bayanganmu padaku.'
"Apakah itu akan bisa menghentikannya?"
'Tidak. Itu akan melambatkan regenerasinya dan kalau kau ingin membunuhnya, kau harus membakarnya atau menggunakan satu serangan berkekuatan besar.'
Wajah Damar muncul di kepalanya. Damar adalah satu-satunya orang di sini yang memiliki kekuatan cukup besar untuk menghancurkan satu kota menggunakan satu skill. Akan tetapi, dia cukup jauh darinya. Untuk itu, Bagastara harus menarik makhluk ini padanya.
'Pasti lucu bila makhluk ini merepotkan Damar juga.'
Merasa bahwa itu adalah ide terbaik, Bagastara segera melompat keluar dari rumah dan memancing makhluk yang terus menggeram marah padanya.
Di saat yang sama, Damar menatap lima orang terakhir yang tersisa dari kelompok Kenneth yang cukup kuat untuk melawannya setelah serangan tiba-tibanya. Akan tetapi, sialnya mereka semua memiliki kemampuan yang cukup besar dan kerja sama yang terlalu baik hingga membuatnya kesulitan.
'Bertahan dan menyerang dalam jarak dekat dan jauh. Mereka jelas berlatih bersama cukup lama. Bila membandingkan kemampuan individu, si Brengsek Bagastara lebih kuat, tetapi bila mereka bersatu, Bagastara pun akan kesulitan.'
Damar melemparkan satu bola api besar ketika penyerang jarak dekat mereka mencoba menyerangnya. Hal itu membuatnya kembali menjaga jarak. Damar mulai menyesal telah meninggalkan pedang rantai itu Randy, tetapi dia tak bisa meninggalkan lelaki itu tanpa penjagaan apa pun.
Begitu penyihir di belakang mereka menembakkan api dari perapalan yang memakan waktu, Damar menangkisnya dengan gelombang angin dan membuyarkan api itu di udara.
Melihat hal itu, si Penyihir di belakang sana mengumpat kesal. "Brengsek! Dia bisa menggunakan angin juga?"
Siapa sebenarnya Bajingan ini? Bagaimana mungkin dia tidak pernah melihatnya selama ini? Bahkan Penyihir itu pernah melihat Bagastara, si Pembunuh Sinting, dan Astari dari wilayah selatan. Namun orang ini? Dia tidak pernah melihatnya dan tiba-tiba saja lelaki Bajingan itu datang bersama Astari dan meledakkan tempat persembunyian mereka dan menewaskan sebagian besar orang-orangnya. Mereka yang melarikan diri dari ledakan itu diburu oleh Astari dan anak buahnya.
Penyihir, Titin, berhasil selamat karena skill bertahan Bahrin. Dia bersama lima orang kelompoknya yang masih kebingungan harus menghadapi serangan elemen lain darinya dan dalam sekejap saja, mereka terpojok.
Kekuatan elemen itu terlalu berbahaya. Pada dasarnya, penyihir membutuhkan banyak waktu untuk merapal mantra, tetapi dia bisa menggunakan seluruh atribut alam dengan menggunakan sihir dan mantra yang tepat. Berbeda dengannya, Elementalis tidak memerlukan mantra atau pun waktu untuk membuat lingkaran sihir. Kekuatan mereka berasal dari spirit yang sama dengan living weapon. Akan tetapi, mereka seharusnya hanya memiliki satu atribut.
"Curang!"
Lelaki itu menghela napas. Matanya berkilat tidak peduli.
"Ini bukan ajang olah raga bela diri."
Alan, pengguna pegang di kelompoknya, maju dengan marah. "Kau ini siapa?"
Elementalist itu terdiam sejenak.
"Randy," jawabnya.
Seketika semua orang di sana tersentak. Nama yang sama dengan orang yang harus mereka bunuh. Wajah mereka memucat. Mereka bertanya-tanya mengapa sistem ingin mereka membunuh Randy, tetapi setelah melihat anomali dalam kekuatannya yang berlebihan, mereka mulai membuat gambaran mereka sendiri.
Respons itu pun tak dilewatkan oleh Damar. Dia yakin mereka tak mungkin memiliki cara untuk mengidentifikasi kebenaran dalam ucapannya. Perintah sialan sistem itu pun menjadi keuntungan baginya.
'Sistem bahkan meminta mereka membunuh Randy. Siapa Randy itu? Kenapa Sistem ingin mereka membunuhnya?'
Tidak mungkin Damar akan membiarkan mereka mencari cara untuk mendapat jawabannya. Oleh karena itulah, dia memilih untuk membuat rumor palsu. Dibanding, Randy adalah player lemah yang memiliki kekuatan untuk membuka skill lain. Randy adalah orang yang sangat kuat, karena itu lah Sistem ingin menghapusnya adalah rumor yang lebih baik. Damar harus memastikan nama Randy adalah orang yang terlalu kuat hingga lebih baik mereka menjauhinya.
Damar sendiri tidak tahu sampai mana perintah sistem itu disebar luaskan. Apakah perintah itu hanya untuk orang-orang di Grassland? Atau seluruh player di dunia ini memiliki perintah yang sama? Akan tetapi, yang terpenting sekarang adalah memastikan tidak ada orang yang ingin mendekati Randy.
Dunia ini dipenuhi pertanyaan yang belum terjawab. Siapa admin-admin itu? Seberapa besar kekuatan yang mungkin dimiliki manusia yang dikirim di dunia ini. Untuk apa mereka dikirim ke dunia ini? Pertanyaan-pertanyaan itu terus terngiang di kepala Damar sejak pertama kali dia ada di dunia ini, tetapi pertanyaan itu bisa dicari tahu nanti.
Hal terpenting sekarang adalah Grassland dan pertarungan di depan mata. Lebih penting lagi, dia ingin membawa kembali kakaknya. Dirga, meski harus mengorbankan Randy untuk mendapatkan keinginannya. Damar merasa bersalah untuk itu, tetapi dia akan membalasnya nanti.
Damar berjalan santai, meski tubuhnya terasa lelah. Ledakan pertama menghabiskan sebagian besar mananya. Akan tetapi, untuk meyakinkan mereka bahwa Randy adalah orang yang terlalu kuat untuk disentuh—dan tentu saja, Damar tidak ingin mereka sadar tentang kelemahannya—Damar menyembunyikannya.
'Damar! Kau tak apa?'
Iris. Spirit elemennya bertanya khawatir di kepalanya. Iris mulai berbicara setelah Randy menggunakan The Perfect Key saat melawan Gerr dan kelompok bajingannya. Damar menyembunyikan ini dari Randy karena lelaki itu tak perlu tahu. Lagipula, yang dilakukan Iris selama ini hanya mengeluh tentang Damar yang seharusnya tidak menggunakan kekuatannya sembarangan.
Kekuatan Elemennya sudah kuat sejak pertama kali muncul, tetapi bila tubuhnya tidak kuat untuk menggunakannya, kekuatan itu akan mengamuk. Seharusnya, Iris belum muncul di status Damar saat ini, tetapi saat Randy menggunakan The Perfect Key padanya, Iris mau tak mau harus muncul. Permasalahannya adalah dia tak bisa kembali lagi setelah muncul sekali. Skill Damar mencegahnya lepas kendali, tetapi saat skill itu tidak diaplikasikan padanya. Kekuatan Damar bisa lepas kendali kapan saja saat dia menggunakan kekuatannya secara berlebihan.