1 Prologue

"Detak jantungnya stabil!"

"Fungsi otak sangat stabil!"

"Sinkronisasi netra mata dan pendengaran berhasil!"

"Dr. Hoover stabilitas tubuhnya meningkat 80%, ini sungguh luar biasa!" ujar pria berkacamata bulat, mendongak menatap tabung besar berisi seorang gadis kecil yang mengapung didalamnya dengan ekspresi sangat puas.

Pria yang dipanggil Dr. Hoover itu hanya mengangguk kecil, jelas dia tak sepenuhnya bisa sepakat dengan kata-kata pria berkacamata disebelahnya. Kecemasan terukir jelas di wajahnya. Sorot matanya menatap nanar tabung besar di depannya.

Tabung besar setinggi 6 meter itu berisi seorang anak manusia di dalamnya, seorang gadis kecil, yang tak lain adalah putrinya sendiri.

Tubuh mungilnya mengapung di dalam cairan pekat berwarna biru. Selang oksigen tersambung dari mesin ventilator menutupi mulut dan hidungnya. Gelembung-gelembung kecil keluar di sela-sela antara selang ventilator dan mulutnya.

Kedua kelopak mata gadis itu yang semula tertutup perlahan terbuka. Manik mata coklatnya menangkap dengan samar 2 pria berjubah putih yang berdiri di depannya.

Gadis kecil itu menggeliat pelan, cairan biru pekat ikut beriak mengikuti pergerakannya.

Keningnya berkerut saat menyadari ada yang ganjil pada dirinya. Badannya terasa sangat ringan seolah melayang. Kedua kakinya mengayun pelan, ia kembali mengernyit saat merasakan telapak kakinya tidak berpijak pada apapun.

Dia mengambang di dalam air.

Gadis kecil itu menyapukan pandangannya ke sekitar. Semuanya buram, cairan biru pekat menghalangi penglihatannya. Dia hanya bisa melihat rambut hitamnya sendiri yang berayun pelan mengikuti riak cairan aneh itu.

Sorot matanya beralih menatap selang oksigen yang menutupi mulut dan hidungnya.

Napasnya sesak. Tangannya terulur hendak menyingkirkan selang itu dari mulut dan hidungnya tapi tertahan oleh belasan selang infus di lengannya yang tersambung dari atas tabung.

Dia terengah, semakin banyak bergerak semakin sulit Ia bernapas. Tapi dia tak tahan lagi dadanya nyeri dan napasnya sesak karena benda sial yang menghalangi pernapasannya.

Dengan sekuat tenaga gadis itu menarik kedua lengannya, mencabut paksa belasan selang infus di tangannya. Satu per satu selang terlepas dari tangannya, namun masih ada belasan selang lagi yang menahan pergerakannya. Dengan brutal Ia menarik selang-selang itu.

Pergerakannya melambat seiring oksigen yang kian menipis. Sesak. Pengap. Dia butuh udara. Dengan sisa-sisa tenaganya ia menarik puluhan selang infus itu, dan dengan sekali sentakan alih-alih selang yang tercabut justru tabung kacanya yang retak. Perlahan retakan itu menjalar seperti sarang laba-laba ke segala sisi tabung dan...

PRANKKK!!

Pecahan kaca tabung yang berkilauan terbang ke segala arah, diikuti cairan biru kental yang tumpah ruah di sekitarnya. Gadis kecil itu jatuh terjerembab di lantai, cairan merah kental mengalir dari kulitnya yang tersayat serpihan tajam pecahan kaca, tangannya terulur masih berusaha melepas selang ventilator yang menutupi mulut dan hidungnya.

Samar-samar dia bisa mendengar dengungan panik dari banyak orang dan banyak figur kaki yang melangkah mendekatinya. Dia tak bisa melihatnya dengan jelas, dadanya sesak, kepalanya juga sakit sekali ... sakit seperti akan meledak..

"Lune! LUNEE!!"

Sebuah suara memanggil namanya.

Suara yang sangat familiar di telinganya. Gadis itu berusaha membuka matanya hendak melihat siapa pemilik suara itu, namun denyut nyeri di kepalanya seakan membutakannya.

Walaupun begitu, dia dapat merasakan tangan dari pemilik suara familiar itu bergerak menarik selang oksigen yang masih tersambung pada mesin ventilator.

Gadis itu terbatuk sekali, terengah-engah, dadanya turun-naik, dengan rakus menghirup udara. Napasnya jauh lebih baik sekarang, namun kepalanya masih berdenyut nyeri.

Dia memaksa kedua kelopak matanya untuk membuka, pandangannya buram, dia melihat banyak orang berjas putih mengelilinginya, mereka mengangkat tubuhnya dan memindahkannya ke permukaan yang nyaman dan lembut, detik berikutnya gadis itu menyadari bahwa dia ada di atas bangsal.

"Hei, snowflakes, it's okay, I'm here"

Suara familiar itu kembali berkata.

Dia menatap lemah pria bersurai hitam yang sekarang tengah menangkup wajahnya, kedua tangan pria itu menyingkirkan helaian anak rambut yang menempel lepek di wajah gadis itu.

Dia mengerjap beberapa kali, pandangannya masih kabur, walaupun samar dia masih bisa melihat pria itu, wajahnya begitu familiar, seseorang yang sangat dikenalnya.

"Dad?" Dia terengah-engah "Where....am...I?"

Sinar terang dari lampu bulat di atas kepalanya menusuk ke netranya, kepalanya kembali berdenyut nyeri.

"It's okay snowflakes, you'll be okay, stay calm okay?" Walaupun berkata begitu, dia tak dapat menutupi raut tegang yang terukir di wajahnya.

Ayah gadis itu berpaling pada pria disampingnya, ia menatapnya sejenak, seperti mempertimbangkan sesuatu, lalu mengangguk dengan yakin. "Do it!"

Mata gadis itu membeliak liar saat menyadari salah satu pria berjubah putih di samping ayahnya menarik selang ventilator dan hendak memasangkan alat pernapasan itu kembali ke mulut dan hidungnnya.

Dia benci benda itu. Alat itu membuatnya sesak nafas. Dia tidak mau. Dengan sekuat tenaga dia meronta, namun nyeri di kepalanya semakin menjadi seiring kesadarnnya yang perlahan menghilang.

Samar-samar, ia mendengar bisikan kata maaf yang sarat akan penyesalan dari mulut sang ayah sebelum kesadarannya hilang sepenuhnya.

avataravatar
Next chapter