webnovel

TKC 43

Seperti reklame dunia dongeng. Bagian dalam Kastil Gilberte dibangun dengan amat epik. Bangunannya hanya berfungsi sebagai tipuan. Begitu turun ke tangga berputar, Apo menemukkan tanaman gantung bersulur penuh bunga putih. Daunnya rimbun, tapi mahkotanya kecil mungil. Kalau disentuh bunga itu akan menguncup kaget putri malu.

Apo coba menghirup aromanya yang harum, tapi menolak waktu Mile ingin memetikkan satu. Carrier itu ngibrit ke taman elderflower tanpa berpamitan. Malu sekali dianggap istimewa hingga diajak kemari. Sebanyak 2 ayunan besar, 4 ayunan mungil, dan 1 meja bulat ditaruh di sana. Kelinci-kelinci berbulu biru berlompatan di atas padang rumput yang diteduhi pohon rindang. Jika digendong mereka malah tidur dan bermanja-manja. Bola mata Apo pun berbinar saat menikmati setiap pemandangan.

"Whoa, bulunya disemir ya!" kata Apo kesenangan. Dia memutuskan tak bertanya tentang desain lokasi tersebut, daripada diajak mengobrol topik anak turun lagi. Padahal jelas-jelas Raja Millerius berusaha menunjukkan wisata masa depannya, tapi Apo merasa ini sangat jelek.

Jelek untuk keteguhan hatinya, maksudnya.

Apo tidak bodoh, melainkan sadar sang dominan memandangi wajahnya sejak tadi. Secantik apa sosok Nattarylie di mata Raja Millerius dia tak bisa mengira-ngira.

"Iya, agar beda."

Raja Millerius ikut mengelus bulu-bulu si kelinci.

"Ha ha ha, lucu."

Apo menciumi hidung berkedut mamalia gemas itu.

"Hm, memang," kata Raja Millerius. "Tapi menurutku ... masih ada yang menandingi mereka."

"Hah? Yang mana?"

"Ada."

"...."

Sang dominan tersenyum padanya. Butuh 5 detik sampai Apo sadar dia lah sosok yang dimaksud. Stress sekali didekati intim begini, pura-pura tidak dengar adalah jalan paling aman bagi Apo sebelum kabur awur-awuran.

"Oh, wow! Yang itu sepertinya masih bayi! Hello rabbit! Buset anaknya 12 sekali brojol! Pfffftt ...." katanya ngeles. "Kalian pasti senang ya di sini. Salam kenal~"

Dia membelai mereka satu per satu.

Raja Millerius bilang dia berusaha membentuk dunia khayalan. Sebagai ilmuan gadungan tempat itu pun berubah mengikuti keinginannya. Sungai-sungai yang lebih kecil melingkari ratusan pot bunga matahari. Warna airnya bukan transparan, melainkan merah delima nan bersih. Ujung selang di bagian irigasi menaburkan pewarna buatan. Bagian penyedot berfungsi mengembalikan air pangkal, agar turun dan berputar kembali di ujung.

Sang dominan bilang itu aman untuk diminum. Apo pun terpana-pana setiap kali melewati spot baru. Menurutnya ini cocok disebut Underground Disneyland daripada tempat rahasia. Di gazebo ada lukisan potret Raja Millerius yang matanya menatap lurus ke rumah kaca. Masuk ke dalam Apo menemukan lebih banyak kupu-kupu. Kali ini rata-rata berukuran besar, bersayap lebar, dan suka menghisap mawar yang tumbuh. Ujung hidung Apo nyaris kena kepakan saat mengelilinginya. Raja Millerius tampak bangga membawa si carrier favorit dalam zona nyaman. Dia bilang di tempat lah sering membuang depresi kalau ada masalah kerajaan. Apo rasa sisi gelap hati memang harus diimbangi dengan hal-hal manis.

"Jadi, Anda ini bisa dibilang terjebak dalam inner child ya, Yang Mulia?" celutuk Apo sambil memandang wajahnya sendiri melalui pantulan air sungai. Dia diajak naik perahu kano untuk mengintari seluruh isi ruangan. Sesekali jemarinya mengayun untuk mencicipi kesegaran diantara aliran menuju hilir.

"Yeah."

"Ha ha ... aneh."

Oops, tunggu ralat.

"Iyakah?"

"Maksud saya bukan begitu," kata Apo cepat-cepat. "Hanya saja tak biasa bagi lelaki berumur 27. Apalagi seorang raja seperti Anda."

"...."

"Tapi tidak masalah kok. Oke." Apo mengangguk-angguk agar sang dominan tak tersinggung. "Anggap saja ini media penyeimbang kerajaan Inggris. Ada bagusnya juga Anda tak bermain wanita ketika suntuk."

Eh? Sebentar-sebentar ...

"Maksud kamu itu apa?"

"Bukan."

"Natta."

Apo refleks membuang mukanya.

"Lupakan saja sih, ya ampun. Saya tadi salah ngomong." Carrier itu melepaskan si kelinci agar melompat ke tepi sungai. Dia tampak gelagapan, sangking kacaunya situasi ini. "Lagipula bukan urusan saya kalau iya. Ha ha."

"Barusan itu cemburu?"

"TIDAK YA!"

Memang boleh se-nyolot ini ke penguasa rakyat Inggris? Anjing Apo! Kau tidak boleh lemas cuma karena jalan-jalan tipis!

"Baik, baik. Tidak."

Raja Millerius terkekeh.

"Gitu dong! Jangan maksa kalau saya belum suka ya."

"Ha ha ha, hu-um."

"Lagian jangan sok ganteng, Yang Mulia. Pantas begitu mentang-mentang dekorasi tempat ini keren?" kata Apo sambil menaikkan dagu. "Saya bisa bikin lebih bagus kok kalau punya harta sebanyak Anda. Stop sombong. Ti-dak mem-pan sa-ma sa-ya!" tegasnya.

"Iya, Natta."

"Sekarang beritahu dulu apa ada makanan di sini?" kata Apo. "Saya benar-benar mau ngemil! Apalah!"

"Sebentar."

"Menangis nih sampai PHP," julid Apo sambil menyilangkan tangan di perut. "Yakin deh barusan ada yang bunyiiiiiiiii!!" katanya, seolah-olah punya magh kambuh. "Aduh sakiiiiiiittttt! Ayaaaaaaaah!"

Sang dominan geleng-geleng melihat akting jeleknya. Dia menghentikan perahu mereka menggunakan tuas di bagian tengah. Di sanalah pendayung mandiri berhenti dan masuk ke laci bawah. Apo tidak melawan ketika digandeng keluar. Tapi mulut tetap seramai petasan.

"Ayo."

"Mau kemana? Kata Yang Mulia tidak ada dayang di sini."

"Benar, tapi ada anggur kok. Banyak."

"Huh? Beneran?"

"Juga kebun jeruk 1 hektar. Di situ baru kuperbolehkan suruhanku mengambil panen pada waktunya. Tinggi pohon rata-rata mungkin 2 meter. Pasti sudah masak, Natta. Kupisahkan dengan gerbang, jadi harus keluar dari sini dulu."

"Oh, ya oke."

"Itu tempatnya lebih terbuka."

Apo pun memetik banyak jeruk begitu sampai tujuan. Anggur bergerombol juga dimasukkan ke keranjang anyam dari bambu bawaannya. Pita yang menghiasi pegangan cukup ribet sebenarnya. Namun Raja Millerius benar-benar pecinta estetik. Segala benda yang disediakan pasti bagus-bagus. Apo dikupaskan satu, padahal dia belum selesai panen dadakan.

"Natta, coba."

"Aaaah, nanti dulu." Apo jinjit-jinjit untuk mengambil yang menurutnya besar. "Aku mau itu, Yang Mulia. Yang itu. Ihh ... susah anjing."

Tangannya menggapai sia-sia.

Raja Millerius mendekat untuk menggeser badannya. "Sini kuambilkan saja, kau pendek."

"Apa?!"

Babi ya! Ngatain Apo Nattawin! Kau tidak tahu saja cil, aku dulu 181! Argh!

Apo terpaksa mundur, meski bola matanya berputar. Dia harus terima perawakan Raja Millerius memang lebih gagah nan berotot.

"Kenapa? Carrier memang ditakdirkan lebih pendek, Natta. Jangan sedih. Kalian semua sama saja."

"Alalah! Badmood!"

"Kau mungkin 10 senti di bawahku."

"Dih ...."

"Ini."

Apo berbalik dan pergi. "Tidak mau! Makan sendiri saja jeruknya. Saya mau cari target lain. Pasti ada kok yang gemuk, tapi nunduk rendah. Akan saya buktikan pasti dapat!"

"Hmm."

Dengan seluruh kekeraskepalaan, Apo pun berjongkok dan mengintip mana saja jeruk yang mirip nan potensial. Tapi panas matahari terus mendera hingga keningnya lembab keringat. Gengsi membuat mata Apo hanya melirik curi sekali. Sayang dia ketahuan akibat jeruk sang dominan memang lebih menggiurkan.

Mana tinggal makan lagi! Astaga. Bisa berhenti lucu Yang Mulia?!

"Ya sudahlah, terima kasih."

Raja Millerius hanya tersenyum.

"Nah berarti Anda juga harus makan."

"Tidak perlu."

Tangan Apo yang membawa sepotong jeruk di arahkan kembali ke mulutnya.

"Hei--"

"Aku suka melihatmu mengunyah, Natta. Bagus. Habiskan tidak apa-apa."

Aih, freak!

"...."

"Setelah ini kubuatkan anggur peras juga, kalau mau. Aku punya mesinnya di dalam, walau masih tradisional. Bedanya makin praktis dan bisa dibawa kemana-mana. Tidak seperti di pabrik besar."

"Mmm."

Seharian itu Apo pun mendapat servis beruntun. Dia dimanjakan walau belum jadi apa-apa. Saat pulang, baru dibelikan roti-rotian dan kue. Kata Raja Millerius dia sengaja agar Apo mau mencoba hasil panen sangking lapar dan hausnya. Namun Apo terlalu lelah untuk terjaga seperti saat berangkat. Dia menguap berkali-kali sebelum ditunjukkan paha kosong yang leluasa. Raja Millerius bilang dia boleh tidur di sana. Apo mikir 100 kali lipat sebelum mau menunduk perlahan-lahan.

"Dingin ya, anginnya?" kata Raja Millerius sambil mencopot jubah untuk jadi selimut si carrier. "Mungkin salju segera merembet daerah sini. Tapi iklimnya lambat sekali. Entahlah, Natta."

"Bisa diam tidak?" seloroh Apo. "Anda ini berisik sekali! Ngantuk tahu."

"Hhhhh ... tidur saja."

"Plis deh."

Dengan satu serudukan Apo pun menduseli perut sang dominan. Dia peluk pinggang itu demi mencari kenyamanan. Dari sentuhan mereka, Raja Millerius tahu betapa heboh detak jantungnya yang asli. Hanya saja kata-kata yang terpendam di dalamnya terkubur jauh tak terbagi.

Anying lah, setaaaan! Setaaaan!

Kenapa tidak langsung menikah saja.