webnovel

TKC 24

INTINYA,Apo bodoh.

Lelaki carrier itu benar-benar diperhatikan Raja Millerius selama berkeliling playground. Kemana pun dia mau, pasti dituruti ke sana. Segala wahana yang Apo inginkan dinaiki berdua. Meski tak banyak bicara, Apo paham sang dominan ingin membuat momen tak terlalu berantakan.

Raja Millerius membelikan sarung tangan, gantungan plush, dan cokelat hangat dengan cup berdesain serupa. Tidak lupa replika boneka King-Natta dalam paper bag yang ditenteng kemana-mana. Hadiah naik wahana Apo berikan ke anak-anak di sekitar. Entah karena semua orang asyik sendiri, atau Raja Millerius keburu membeli topeng merak yang dikenakan, tak seorang pun mengganggu mereka dalam Arabel dan Merve karena tidak ada yang menyadari.

Saat pulang Apo pikir tinggal menunggu kereta kuda diputar balik, tapi sang dominan tak lupa menghadiahkan syal miliknya ke leher Apo. Katanya, "Saljunya semakin banyak, Natta. Cepat masuk. Kau bisa membeku di sini." Kemudian pamit pukul 10 malam.

Begitu masuk kamar, Apo baru linglung dengan semua hal yang telah terjadi. Dia membanting diri ke ranjang empuk, lalu menendang-nendang selimut sangking tidak percayanya.

"AAARRGGHHHHHH! GOBLOK! GOBLOK! GOBLOOOOOOOOOK! TMI BANGET SIH?! ANNGGGJAYYY! Mana muka dia sampai plonga-plongo! Paham tidak ya kira-kira kusemprot sebegitunya?!"

Apo menggila sambil meninjui bantal-guling.

"MILLEEERIUUSSSSSS!! TAIIIII! Huhuhu ... mending kau tidak sok gentle begitu, gils buset! Cipok atau perkosa terserah! Biar aku makin benci kepadamu. Bisa kan? Bisa pasti! Arrrrrrrrggghhhhh!

Lelaki carrier itu guling-guling hingga ranjang berantakan. Dia kesal dengan hal yang tidak jelas, tahu-tahu mukanya memerah di balik seprai yang dijambak.

Separuh wajah Apo tertutupi dan tinggal matanya. Dia merengek lagi, saat ingat dengan betapa lembut suara Raja Millerius dari dekat.

"Iya, tolong bungkus dua, Nona."

"Kue ini, Tuan?"

"Betul."

"Siap. Mohon ditunggu sebentar ...."

"Berikan box yang bagus, kalau ada. Jangan terlalu tipis begitu. Bisa rusak isinya kalau dibawa keliling."

"Ah, baik."

"Harganya tidak menjadi masalah."

Dipikir-pikir tidak wajar Apo berdebar sekencang ini. Dia meraba dada sendiri, karena tiba-tiba ingin bertemu Millerius lagi.

Dafuq?! Padahal baru pisah 30 menit!!

Anjing!

Ada ada saja kau Apo!

Jangan sampai belok di game!!

Tidak akan!

Kau seharusnya masih sangat waras!

Namun beda dengan kepalanya, hidung Apo justru meneteskan darah saat ingat aroma parfum sang raja. Dia melempar syal hitam dari leher agar tidak tergoda solo betulan.

Apo buru-buru lari ke kamar mandi untuk cuci muka dan mandi dengan air hangat. Dia memaki-maki, karena darah tersebut terus mengalir.

"Brengsek! Bisa-bisanya aku mimisan! Dia kan bukan wanitaaaaaa!! ARRRGHHHH!"

Apo ribut sekali di dalam. Dia berakhir insomnia padahal seharian sangat melelehkan. Seprai kasur jadi kacau akibat terus membolak-balik tubuh tak nyaman. Pagi-pagi Apo menemukan dirinya pulas, karena memeluk syal hitam sang dominan.

"HEH!! NAJIS!!"

Apo melempar syal itu ketika tersadar total.

"SEJAK KAPAN AKU MENGAMBILNYA! JANCOOOK! TADI MALAM PERASAAN KAN SUDAH SEMPAT KUSINGKIRKAAAAAAN!"

Apo guling-guling lagi hingga sistem muncul sambil senyum.

[Selamat pagiiii, Tuan Nattarylie! Selamat datang pada level 7! Happy mandiiii~]

[Challenge hari ini adalah memilihkan pakaian Raja Millerius. Tring! Tring! Tring! Anda harus pintar memberi pendapat yang kira-kira akan beliau sukai]

"APA?!" kaget Apo dengan muka merah. "Semacam simulasi menjadi istrinya? Jiakh! Ancu! Game ini betulan tak waras!" Dia salah tingkah sendiri karena omongan barusan.

[Anda bagaimana sih, Tuan? Lombanya kan memang challenge cara menjadi istri raja? Kenapa baru sadar sekarang?]

"Sial ... aku tidak tahu lagi."

[Semangat! Semangat! Semoga berhasil dan sukses lagi! Poin Anda kini 159.0000 setelah dijumlahkan dengan reward bonus level kemarin!]

[Tring! Tring! Tring!]

Pagi itu Apo pun siap-siap rapi seperti biasa. Dia disemangati Phillip dan Phelipe di teras sebelum berangkat. Ritual lambai tangan dan cium pipi tidak pernah libur. Namun kereta Apo malah berhenti di gerbang rumahnya.

"Tunggu, tunggu, tunggu ... putar balik!" perintah Apo sambil membuka jendela samping. "Aku tidak mau pergi! Libur saja! Plissss! Aku tak masalah potong poin!"

Sistem pun terkejut dengan kelakuannya.

[Eh? Kenapa, Tuan? Apakah ada barang yang ketinggalan? ]

"Ada! Mentalku masih tercecer di kamar!"

[Hah? Bagaimana?]

"Pokoknya putarrrr baliiiiikkk! Aku tidak sanggup bertemu dengannyaaaaa! Ayo pulang!! Cepat!"

Padahal kendaraan itu hitungannya pun masih di rumah.

Phillip sampai batal masuk ke keretanya sendiri, begitu pun Phelipe batal senyum karena bayinya kembali lagi.

Apo menerobos mereka berdua tanpa ba bi bu. Baginya takut ke orangtua, lebih menakutkan lagi menghadapi muka Millerius. Apo bingung harus bagaimana mengatur ekspresi. Dia membanting pintu kamar dan merosot langsung ke lantai.

"Eh?! Natta, Sayaaaaaang! Natta!!"

"Lho? Natta kenapa tidak jadi pergi? Ayah harus bicara padamu!"

"Tidak mau!" sahut Apo sambil memeluk kedua lututnya.

Phillip pun menyerahkan tas kerja kepada Phelipe. Dia langsung menggedor-gedor karena Apo jelas sehat nan bugar. Tidak ada alasan bolos untuk yang kedua kali. Setelah berkali-kali menang dan punya peluang, Phillip tidak mau posisi bayinya tergeser turun. "Natta! Buka pintunya!"

teriaknya. "NATTA! Kau ini sebenarnya kenapa? Ayah perlu tahu ada apa!" Gedorannya bersahutan dengan detak jantung Apo.

Lelaki carrier itu takut melihat telapak tangannya yang basah. Belum apa-apa dia sudah berkeringat banyak karena wajah Raja Millerius sudah menguasai isi otaknya. Tidak hanya dalam mimpi, kini tersadar pun rasanya seperti hantu.

Apo melihat Millerius di piring sarapan.

Apo melihat Millerius di kotak sepatu.

Apo melihat Millerius di lemari baju.

Apo melihat Millerius sebagai kusir dan bahkan prajurit

Apo tidak tahan melihat Millerius nanti di level 7 seharian!!

"Aku pasti sudah gila ... betulan miring!" bentak Apo ke diri sendiri. "Semua tak boleh terjadi. Dia bahkan tidak pernah menciumku! Tidak betulan loh! Tidak seperti di film porno! Kenapa sih bocil itu tidak pergi-pergi?! Ibuuu ... Apo sendirian di sini, Bu. Ibu sini ... ikut Apo masuk sini ...." Dia menyumbat telinga agar tidak mendengar betapa berisiknya sang Ayah.

Tidak hilang akal, Phillip pun rela mencari kunci cadangan. Lelaki itu naik ke lantai 2 dan membuka brangkas dalam kamarnya.

"Sayang, tunggu dulu. Kita tanya baik-baik--"

"Diam dulu, Bu! Natta ini suka manja!" bentak Phillip ke Phelipe. Dia memasukkan kunci tersebut ke lubang. Mode galak tidak hilang hanya karena dielus pada punggungnya. "Ibu tahu sendiri kan sebelum daftar? Bilang mau, tapi tidak tanda tangan. Sebenarnya apa yang dia pikirkan? Ayah sampai sekarang sulit memahami dia! Plin-plan kok dirawat terus-menerus. Harus dewasa dong! Bulan depan kan dia 19!"

Cklek.

Apo pun ditarik berdiri paksa lelaki itu. Phelipe sendiri buru-buru merangkul bayinya karena khawatir menangis. Mereka cek-cok menangani Apo secepat mungkin karena waktu terus bergulir, jangan sampai si manis terlambat hanya karena hal konyol.

Ajaibnya, untuk pertama kali Apo diam di tengah mereka. Dia hanya mendusel ke dada Phelipe agar rambutnya dielus.

Phelipe pikir bayinya sudah terisak-isak dan sakit hati. Dicekal Phillip pada lengan wajahnya justru memerah tidak karuan.

"Natta! Bilang Ayah!"

"Aaarrgh! Natta takkan berangkat sampai kapan pun!" jerit Apo, seraya gantian memeluk Phillip.

"Eh?"

"Natta ...."

Wanita itu mulai heran karena Apo lebih terlihat malu, daripada bermasalah. Gestur tubuhnya jadi jelas saat Apo selalu menutup wajah dan mempererat pelukan.

Fogo banget anjir!

Hentikan!

Aku tak suka dipaksa-paksa!

Ayah, kali ini saja tolong jangan jahat!!

"Natta, Sayang. Kalau bukan Ayah, bisa cerita ke Ibu?" tanya Phelipe selembut mungkin. "Kau kan bisa--"

"Uumnn, pokoknya Natta tidak suka Yang Mulia ... tidak mauuu ...." rajuk Apo dengan kaki yang menghentak-hentak. Dia sendiri pasti kaget semisal menyadarinya. Apalagi remasan jemarinya kesal di punggung Phillip tak pernah berhenti. "Natta benci sama dia ...."