webnovel

BAB I : CHAPTER 8 : petunjuk

HAPPY READING AND HAPPY WRITING

Pada hari itu, malam itu, di ruangan itu semuanya berjalan lambat sekaligus cepat dalam waktu bersamaan. Sampai hari ini, hari dimana dirinya berdiri menatap seseorang yang tengah menerima hukuman penggal dengan tak percaya.

Hal yang semakin dirinya tak percaya adalah, kaisar Lurie III yang baru saja bertemu dengannya sudah meninggal dengan cara yang tragis tepat di depan matanya di malam yang dingin itu.

Madeleine berjalan dengan lunglai kembali ke dalam gubuknya. Ia ambruk sebelum sampai ke atas kasur kecilnya. Matanya memerah berkaca kaca dengan pandangan kosong menatap ke depan. Wajahnya tenggelam dalam lipatan lututnya dan mengeluarkan air matanya disana. Kaisar Lurie III bukanlah seseorang yang penting dalam hidupnya, tapi entah mengapa kematiannya begitu menyakitinya.

Entah sudah berapa banyak air mata yang ia keluarkan untuk menangis, sepertinya dirinya hanya shock atas apa yang terjadi padanya karena semua itu terjadi tepat di depannya.

Tapi kini waktu terus berjalan tanpa terasa sudah tepat genap satu bulan kaisar Lurie III meninggal, hari ini adalah hari hukuman para pelaku pembunuhan kaisar Lurie III. Tapi kenapa dirinya masih belum melupakan kejadian itu semua. Kejadian itu begitu cepat namun masih tersimpan rapi di memorinya dan terus berputar berulang seolah mengingatkan Madeleine pada rasa bersalahnya.

Seseorang membuka pintunya dan melangkah mendekati Madeleine yang duduk dengan kaki yang ditekuk menelungkupkan wajahnya di antara lipatan kaki dan tubuhnya.

"Madeleine.."

Oars membawa wanita itu ke dalam pelukannya. Ia berusaha menenangkan wanita yang masih trauma dan berguncang atas semua yang sudah dirinya lewati. Tak berhentinya ucapan lembut membisikan telinga Madeleine agar tetap tenang dan tegar.

"Tidak!!!!!"

Madeleine berteriak ketika dirinya di malam itu tengah tertidur di dalam kamar yang sama bersama kaisar Lurie III mendengar suara teriakan kesakitan yang dikeluarkan oleh sang kaisar yang juga tertidur di sebelahnya.

Teriakan keluar begitu matanya terbuka, seseorang sudah menyanyat kaisar Lurie III tepat di depan matanya. Madeleine sama sekali tak dapat menggerakan tubuhnya yang mendadak kaku.

Belum sampai disitu, kaisar Lurie III yang bahkan belum siap, menerima kembali tusukan di dadanya berulang kali tanpa bisa melakukan perlawanan.

Seharusnya yang Madeleine lakukan adalah segera bergegas pergi dan memanggil bantuan agar bisa menghentikan penjahat gila berpoteng ini yang membunuh dengan bringas sang kaisar.

Kalau saja dirinya lebih berani, dan bisa bergerak dengan lebih cepat, mungkin saja hasilnya akan berbeda. Kenapa disaat dirinya akan mati menyusul kaisar Lurie III bantuan baru saja datang. Sangat terlambat sekaligus lebih awal.

Madeleine selalu dan mungkin akan selalu mendapatkan mimpi buruk yang sama setiap malamnya. Mungkin ini adalah karma yang harus ia terima karena malam itu ia tak bertindak apapun untuk menyelamatkan kaisar Lurie III. Setidaknya ia juga pantas mati saat itu juga. Dirinya tak sanggup bila harus terus hidup dengan perasaan rasa bersalah yang terus menghantuinya.

"Madeleine!"

"Madeleine!"

Teriakan dari luar membuat Madeleine mau tak mau meninggalkan kasurnya untuk melihat siapa yang bertamu di malam hari seperti ini.

Pintu rapuh itu dibukanya dengan kasar, mulutnya siap mengeluarkan makian pada orang yang memanggilnya dengan keras di malam hari seperti ini.

"Kau-"

"Telan kemarahanmu karena yang seharusnya marah adalah diriku!"

"Kau sudah tak pergi ke bar si tua mesum itu selama satu bulan dan dengan tenangnya kau diam di dalam gubuk kumuhmu ini! membuat orang kesulitan saja bisanya kau!"

Garetta berdiri di depannya dengan tangan berkacak pinggang dan mata yang hampir keluar sepenuhnya menatap Madeleine dengan berapi api mengeluarkan semua yang sudah siap di kepalanya.

Madeleine menghela nafasnya. Ia berusaha mengatur emosinya. Bagaimanapun disini memang dirinya lah yang telah salah.

"Aku tidak akan pergi kesana lagi" ucap Madeleine dengan wajah yang datar. Tangannya bersiap menutup kembali menutup pintu gubuknya.

"Heh! Kau sudah merasa kaya sekarang? tidak butuh makan kau?! atau,"

"Kau sudah tidak memiliki tubuh sexy lagi.."

Madeleine lebih memilih melanjutkan kembali menutup pintu gubuknya. Namun buru buru ditahannya oleh kaki Garetta.

"Setidaknya bicaralah pada si tua itu bukan melalui aku! merepotkan saja wanita ini!"

Itulah ucapan terakhir Garetta sebelum akhirnya wanita itu pergi dari depan gubuknya membiarkan Madeleine menutup pintu gubuknya.

----------

Brakk!

Suara keras bagai barang yang jatuh atau dibanting itu sampai terdengar ke lantai dasar dimana bar tempat Madeleine bekerja berada.

"Kau sudah memiliki uang banyak rupanya.."

"Siapa bangsawan yang menyongsomu sekarang?"

"Hah?!"

Pria tua di depan Madeleine terus memakinya dan bicara dengan kasar dan keras pada Madeleine yang sore ini mendatangi bosnya untuk keluar dari pekerjaannya.

"Kalau ada bangsawan yang sudah menyongsomu sih apa boleh buat,"

"Tapi.. bagaimana jika kita berbisnis saja Madeleine?"

"Sudah tidak ada lagi yang perlu saya bicarakan denganmu tuan, terima kasih selama ini anda telah memberikan saya pekerjaan"

Madeleine beranjak dari duduknya dan pergi keluar ruangan setelah dirasa urusannya selesai. Tak menghiraukan pria tua di belakangnya yang terus berteriak memanggil namanya.

Brakk!

Madeleine menuruni tangga dengan anggun melewati karyawan bar lainnya yang menatap dirinya dengan pandangan terkejut juga pelanggan yang berkunjung yang saling berbisik satu sama lainnya.

"Akhirnya.. sainganku sudah pergi untuk selamanya ya,"

"Selamat tinggal pecundang"

Madeleine tak menghiraukan apa yang dikatakan oleh Garetta, ia terus berjalan lurus tanpa menghiraukan apapun.

Setelah hari penghukuman itu, sudah berlalu selama 7 hari. Sudah 7 hari pula dirinya tak keluar selangkahpun dari gubuk nyaman tempat ia tinggal. Ini pertama kalinya setelah hari itu, dirinya kembali menikmati jalan sore melewati ibukota.

Mimpi itu masih menganggunya, tapi mungkin karena sudah terbiasa, ia sudah terbiasa menangani dirinya yang panik dan depresi karena perasaan bersalah pada kaisar Lurie III. Itu mungkin memang hukumannya.

Madeleine berjalan tanpa arah menikmati angin sore yang sejuk ditemani dengan langit berwarna jingga yang sebentar lagi akan menenggelamkan sang surya.

Langkah kakinya terhenti ketika matanya menatap lurus pada orang di depannya yang berjarak beberapa langkah. Disana Oars tengah menatapnya dalam diam. Waktu seakan terhenti diantara keduanya ketika keduanya hanya diam saling menatap satu sama lainnya dari tempat mereka berpijak.

Pancaran yang dimiliki Madeleine pada Oars bukanlah tatapan penuh cinta yang biasa Madeleine berikan di setiap waktu yang Madeleine habiskan dengan Oars kekasihnya, melainkan tatapan yang tak dapat diartikan.

Mimpi yang selama ini menghantuinya, yang selama ini membelenggunya akan mengingatkannya pada hari dimana ia melihat dengan mata kepalanya sendiri yang mulia kaisar Lurie mati. Karma ini entah adalah karma baik atau buruk, atau mungkin adalah sebuah petunjuk bagi Madeleine yang harus dirinya pecahkan.

Kekasihnya apa benar adalah orang yang dirinya kenal.

-

-

-

tbc