"Aku baru pulang, gini cara kamu nyambut suami?"
Kok Lyra yang disemprot?
Salah sendiri datang-datang main peluk. Siapa yang gak kaget!?
Mana harusnya Martin belum jadwal pulang. Kenapa berada disini!
Rindu!?
Wajar dong kalau Lyra pukul. Bukan salah Lyra, ia hanya sedang mempertahankan diri. Sekali lagi, bukan salah Lyra!
"Kamu kok pulang?"
Tatapan kesal Martin bilang kalau Lyra salah ngomong. Aduh serba salah. Gak paham cara sikapi hal tersebut.
Sambil nunduk orang tersebut pun bicara lirih, "maaf, aku kaget. Gak biasanya kamu pulang jam segini. Tolong jangan marah ya." Lyra ngomong sambil cengengesan. Maklum, Lyra bukan orang yang gimana-gimana, hanya berpikir hal ternyaman untuk ia lakukan.
Lyra gak ngerti kenapa malah dia yang kelihatan bersalah. Otak perempuan itu berproses, cuman gak mau dikasarin oleh suaminya. Martin kalau marah mirip monster yang tak terkendali.
Kalau boleh, Lyra gak mau dekat-dekat orang tersebut. Takut. Sial banget kan tenaga kalah telak?
Makanya gak boleh cari gara-gara.
"Aku dengar tadi ibu dan ayah datang."
Lyra cuman ngangguk. Perkiraannya yang berpikir Satin bisa masuk oleh sebab Martin tambah kuat. Tapi kenapa?
Orang itu yang membiarkan Satin datang.
Kok dapat izin Mr Jinan?
Ada yang gak beres.
Lyra tatap Martin lurus. Tuh orang bilang apa?
Bisa bayangkan, Martin malah begini nih. Lihat sendiri kan?
Hah.
"Maaf, aku ingin buat kamu kesal makanya nyuruh Satin kesini. Aku gak tahu ayah dan ibu bakalan datang. Setelah ini janji gak akan ngelakuin itu."
Semudahnya Martin bilang sederetan kalimat yang bisa bikin siapapun dengar marah?
Yang pastinya orang itu anggap sebagai penjelasan, minta maaf bercampur kegilaan yang lain. Lihatlah betapa mudah hidup orang tersebut.
Easy!?
Hey, mereka bukan pasangan muda yang cepat nikah, hingga emosi tak stabil dan sering salah paham. Umur Lyra 21 dan Martin 24 tahun. Sudah sangat besar!
Harusnya pun sudah matang.
Kenapa bersikap seperti anak SMA yang terpaksa nikah!?
Lyra tak terlalu ambil pusing. Hal yang justru ia lakukan adalah lanjut nonton serta aktivitas yang terpotong. Abai soal Martin, Lyra tak mau lihat orang itu walau hanya sebentar.
"Ly."
Eh, kesambet setan apa ini 'anak?'
Kenapa malah ngedusel kayak anak kucing?
Lyra risih!
Mana cara bicaranya juga sengaja di lembut-lembutin.
Risih, Lyra pun dorong kepala Redis darinya. Sembilan modus, kyra juga teloyor kepala tuh orang.
"Lepas, aku gak suka kamu bersikap gini. Asal kamu tahu, aku marah. Kamu kok tega banget. Untung aku bisa ngehandle nenek lampir kurang kerjaan itu. Awas ya, kalau aku benar-benar ninggalin kamu, kamunya nyari-nyari aku, terus nyuruh aku pulang. Gak sudi!"
Martin kesal. Ia langsung berhenti nempel saat Lyra ngomong gitu ke dia. Niat untuk usap jidat bekas diteloyor Lyra gak jadi Martin lakukan. Kan Martin sudah minta maaf. Sifat Martin yang gak ingin dibantah turut ambil bagian. Ia tak suka di-dikte dan semua hal!
Harus nurut. Martin yang berkuasa.
Sret.
Lyra terpaku saat Martin memposisikan ia dipangkuan orang tersebut. Gila, Martin kepengen 'adik kecilnya' Lyra tendang untuk kesekian kalinya!?
Lyra bergerak gusar yang kemudian ngoceh ke Martin. Sayangnya gak berhasil lepas. Nasib banget kan?
"Kamu kenapa sih? Sudah sana pergi. Kita belum apa-apain Denes, makanya aku masih bertahan ke kamu. Kalau gak, dengan senang hati aku pergi dari mansion. Toh cepat atau lambat kamu juga bakalan buang aku kayak barang rusak. Tapi aku gak rusak ya. Aku doain kamu gak dapat keturunan dan mau gak mau ngejar-ngejar aku. Semoga aja aku hamil, gak apa-apa deh hamil anak kamu, yang penting aku punya anak. Biar kamu nyesal!"
Mulut Lyra tak berhenti berucap. Seakan mulut tersebut tercipta hanya untuk ngoceh sampai hari esok. Bibir Lyra mengerucut lucu sedangkan kaki berusaha ia hentak-hentak.
Mirip anak kecil gak mau dipangku ayahnya.
"Aw."
Tuh kan ngeringis. Selangkangan Lyra kembali sakit. Habis banyak gerak.
"Ya Tuhan sa... sakit. Malang benget sih..."
Air mata keluar dengan sendirinya, Lyra tak bisa cegah cairan bening tersebut membahasi pipinya. Sedangkan bibi yang lewat hanya tersenyum lihat kelakuan sepasang suami istri baru tersebut.
Pengantin baru. Maklum, masih masa-masa hangatnya.
Arsy mau tak mau tinggal di kantor. Ia harus mengurus semua hal yang Martin tinggal. Orang itu memang tak berperasaan. Suka seenaknya.
"Udah marah-marahnya. Aku bilang minta maaf, kamu kan orang baik, jadi harus maafin aku. Gak terima penolakan."
Siapa Martin yang bisa ngatur-ngatur Lyra?
Suami?
Gak ada suami yang buat istri menderita, marah dan kesal. Lebih-lebih KDRT. Itu menyalahi aturan pernikahan!
Berarti suami tersebut tak bertanggung jawab dan harusnya dihukum.
Kalau gak dari negara yang berkedaulatan, sistem hukum, bisa dari ketidaktenangan hidup. Ada-ada masalah yang muncul. Takdir baik dan buruk berlaku!
"Sini aku lihat," ujar Martin teringin periksa bagian sensitif Lyra. Benar gak pakai otak kan tuh orang?
Lyra misuh-misuh, ia tak biar Martin lakukan yang ia mau. Lyra tahu, pasti sekalian pengen modus.
"Gak boleh! Ini tempat terbuka, kamu mau permaluin aku!?"
Martin mengela napas panjang. Entah kenapa, ia tak mau bersikap buruk ke Lyra saat ini. Setiap kali ingin melakukan, sesuatu dalam dirinya memberontak. Karenanya gak boleh.
Biasanya Martin bahkan tak pandang bulu saat ingin ngamuk. Mau siapapun orang tersebut, kalau mau ngamuk, tinggal ngamuk aja. Selanjutnya, Martin adalah orang yang tak terlalu bisa mengendalikan diri. Kalau kesal ya apapun bisa jadi pelampiasan.
Baik benda mati ataupun hidup.
Lyra mau gak mau berhenti gerak. Sakit di selangkangannya buat tak berkutik.
Martin tersenyum remeh, pada akhirnya, siapapun lawan Martin, orang itu akan berhenti dengan sendirinya. Mau ngalah atau benar-benar kalah, yang penting Martin menang.
"Nah gini dong. Aku pulang kepengen mesra-mesraan sama kamu. Terus mau makan siang denganmu. Gak nyangka, ku pikir kamu sebatas rekan balas dendam yang harusnya tak berpengaruh padaku. Tapi hati dan pikiranku bilang lain, aku terikat ke kamu. Kangen nyentuh dan nyium."
Lyra kaget. Maksud Martin?
Dasar, kalau begitu Lyra kurang lebih budak nafsu Martin dong. Lyra lihat ekspresi suaminya, menyelidik apakah bohong atau tidak.
Pertanyaannya, kenapa orang tersebut terikat ke Lyra?
Dasar maniak, gak tahu malu, bucin!!!
"Kamu jujur aja deh Mar, udah sayang kan ke aku?"
Seperti biasa tingkat PD Lyra gak ketulungan. Kalau menyangkut Martin ia dengan senang hati anggap tinggi walau sebenarnya agak aneh.
Habis hubungan mereka terasa kurang normal, ini arahnya kemana?
Timur, barat, utara atau selatan?
Suami istri, mitra with benefit, rekan, budak nafsu atau campuran?
Benar tidak Martin dan Lyra sebatas mitra with benefit?
Rekan balas dendam?
"Kamu milik aku untuk saat ini. Gak aku biarin kamu lepas sebelum aku yang buang kamu."
Lyra cuman bisa ngebug, ia tak tahu cara sikapi hal tersebut. Rasanya sulit.
Nah, nah, nah, kepengen buang Lyra?
Haruskah Lyra di buang sebegitu mudah?
Tak ada keadilan untuk Lyra???
*****