Ucapan Lyra mengundang senyum di wajahnya. Senyum Lyra tulus. "Soal hidup yang esensial, ku harap suatu saat nanti kau punya hidup baik. Sebagai orang yang pernah dekat denganmu, aku secara tulus mendoakan yang terbaik untukmu, Martin Jinan."
Tepat setelah berdoa, Lyra pun tersenyum miris. "Kenapa sih orang tampan sepertimu brengsek? Memang sudah kodratnya begitu?"
Jujur aku bingung. Hal itulah yang Lyra rasakan.
Tangan Lyra refleks terangkat. Membuat pola abstrak mengacak-acak wajah Martin. Entahlah, hanya itu yang Lyra ingin lakukan. Lyra senang melakukan hal itu.
"Menyebalkan, aku... aku membencimu dan lelaki brengsek di dunia ini."
Support your favorite authors and translators in webnovel.com