Rasanya seperti terbelah dua. Sakit. Lyra dapat merasakan sesuatu dibawah sana robek. Goodbye the virginity.
Umur Lyra baru 21 tahun dan ia sudah tidak perawan. Tak ada hal yang lebih buruk dari hal tersebut.
Mata Lyra terpejam. Ia sudah bukan orang polos, baik, cuek dan ngenes yang pernah ia lihat dahulu. Sekarang ia adalah orang yang beda jauh.
"You're mine," ujar Martin terus bergerak brutal.
Tidak lembut dan Lyra sangat rendah dari seonggok daging sapi basi penuh ulat. Ia berakhir.
***
Sehabis melakukan kegiatan panas tadi Lyra langsung ke kamar. Selangkangannya sakit. Tak habis pikir, gimana sih malah berakhir menyedihkan seperti sekarang?
Gelar perempuan terbodoh jatuh ke Lyra. Sudahlah malang, ngenes, ditipu nikah, jelek, introvert, mana gak perawan lagi. Lengkap, tak ada yang kurang.
"Hiks, kenapa begini?"
Terdengar suara ketukan pintu. Ngomong-ngomong, ini malam pertama Denes dan sang kakak. Eh, Lyra pun say goodbye juga ke status perawan. Status ia belum sah namun sudah berbuat hal yang paling tak masuk akal.
Dengan tertatih-tatih Lyra pun membuka pintu. Kalau bisa setelah ini ingin tidur, ditekankan, itu pun kalau tertidur.
Wajah Lyra datar seperti triplek melihat ternyata yang datang tersebut adalah Denes, sang kakak ipar. Orang ini ada keperluan apa?
"Kenapa Kak, butuh sesuatu?"
Tangan bersedekap angkuh, kemudian orang tersebut pun berucap. Itu tuh si Denes. Masih menatap lurus Lyra yang berpenampilan aneh. Oh mungkin oleh sebab cuaca dingin makanya orang tersebut berpakaian tertutup.
"Bagaimana kamu dekat ke Martin Jinan?"
Datang menemui Lyra untuk bertanya hal tersebut?
Si empu yang ditanya tak habis pikir, but, oke. Kalau memang harus, ia tak akan bersikap buruk. Tinggal jawab. Toh Lyra terpikir soal sesuatu.
"Kami pernah bertemu beberapa kali. Aku dan dia cukup akrab."
Danes menatap tak percaya. Ibarat sedang melihat patung terbalik yang mana kaki diatas dan kepala dibawah.
Orang tersebut terkekeh pelan yang setelahnya kembali bicara.
"Jangan bercanda, tak mungkin Martin mau dekat denganmu. Ia punya standar bahkan untuk orang yang ingin ia dekati," ujar Denes tajam.
Dengar hal tersebut Lyra sontak terkekeh. Memang benar, Martin bilang ingin menikah dengannya untuk balas dendam. Padahal ia tak memiliki apapun untuk membantu. Hal inilah yang membuat Lyra berpikir ada yang tak beres.
Tak mungkin Martin care ke dia kan?
Kalau ingin balas, ya setidaknya cari orang yang benar-benar bisa membantu, bukan orang yang mau dibantu. Kecuali hajat yang berbeda.
Seperti, Lyra sangat membenci Denes hingga menghalalkan segala cara untuk ketuntasan dendam tersebut.
Soal marah, benar, Lyra tak bisa memaafkan Denes. Namun salah kalau beranggapan Lyra mau melakukan apapun untuk balas dendam. Ia ingin hidup tenang untuk itu dendam bukanlah poros hidup Lyra.
Kunci tenang pada diri sendiri. Untuk itu ia tak akan melakukan hal buruk. Lyra nyaman pada diri sendiri.
The world in my life.
But, setelah melihat tingkah Denes yang respek terhadap hal ini, Lyra pun kepikiran untuk mengetes. Sejauh mana ketakutan dan rasa khawatirnya.
"Dengar, terserah kamu percaya atau tidak. Kamu bertanya dan aku jawab, aku gak peduli kamu anggap aku bicara omong kosong." Giliran Lyra natap julid. "Permisi, nikmati malam pertama Anda," ujar Lyra yang bersiap menutup pintu.
Sayangnya ditahan oleh Denes. Sontak perempuan tersebut menatap nyalang. Mau dipukul!?
"Pergi, aku gak mau berurusan denganmu lagi. Dasar brengsek," ujar Lyra tajam.
Kalau boleh ia ingin sekali memukul wajah orang sok berkuasa tersebut!
Saat keduanya beradu kekuatan untuk menutup pintu, Martin datang sambil berdecak.
Seolah-olah berucap, 'apa sih yang ku lihat ini?'
"Tidak malam pertama, Mr Alkhair?"
Saat Denes lengah, Lyra pun tutup pintu. Sama-sama muak dengan dua orang dihadapannya. Kalau boleh, Lyra ingin pergi ke tempat lain yang tidak ada orang bernama Denes dan Martin!
Blam!
Keduanya kaget, untung tangan Danes tak berada di pintu, kalau iya pasti sudah mati rasa. Atau yang lebih buruk, terjepit sampai putus. Melihat bagaimana kuat Lyra menutup pintu, tak menutup kemungkinan bisa putus.
Ngeri, itu tenaga atau kerasukan?
"Orang mau tidur juga, apa-apaan sih!?"
Sampai kamar Lyra langsung mengerutu. Sedetik kemudian sudah berada di tempat tujuan yaitu pulau kapuk.
"Ah... nyamannya." Ngedusel deh Lyra di kasur tersayang.
Baru kepengen tutup mata nih ceritanya, tahu-tahu suara ketukan pintu kembali terdengar. Tutup mata belum tentu tertidur lho, dan sekarang malah kena ganggu!?
Hidup Lyra tak pernah aman sejak ditipu nikah.
Orang tersebut pun langsung menggerutu, apa sih yang terjadi padanya ini!?
Sebal!
Mau abai dengan menutup kepala pakai bantal pun masih kedengaran. Hah, goodbye to hidup aman, tentram dan damai.
"Keluar, gak ngerti orang mau tidur!?"
"Oh, kamu bisa tidur?"
Lyra menatap aneh ke Martin yang bersmirk. Lah, kemana si buluk Denes?
What happen?
"Follow me?"
"Kemana?" Lyra bertanya, namun Martin sudah lebih dulu mengamit tangan perempuan tersebut.
Hua, Lyra diculikkah!?
Masa sih orang jelek pun dikejar-kejar!?
Siapapun tolong Lyra!
"Lepas!"
Sret.
Kacau.
***
Disinilah Lyra sekarang, menatap mansion besar nan megah sampai mulut mengangga. Ini mansion atau istana!?
Desain interior keren, perpaduan antara artistik dan modern. Siapapun pasti akan betah tinggal ditempat tersebut walau hanya sendiri.
Untuk orang introvert seperti Lyra mending sendirian ketimbang bersama banyak orang. Ia nyaman lakukan hal tersebut. Rileks dan tak bersangkutan ke sesuatu yang ribet.
Hanya sebatas dunia sendiri. Tak ada halang dari siapapun.
"Jangan kulot. Udah percaya kan kalau aku presdir?"
Lyra mengalihkan pandangan ke Martin. Seorang penculik berkedok malaikat pahlawan kesiangan yang katanya sudah dikasih izin oleh sang ibu. Jujur Lyra tak percaya, namun look. Ia sudah berada di mansion bertulis Jinan besar-besar di pagarnya.
Rapi dan indah.
Keberadaan Lyra disana sudah dapat izin dari ibu dan ayahnya lho. Pakai ilmu hitam macam Ama sih Martin sampai-sampai ibu dan ayah Lyra langsung nurut?
Baik, kembali ke hajat awal Lyra yang ingin marah.
Setiap bersama orang menyebalkan ini selalu dicekoki hal-hal sindiran telak. Tak ada manis-manisnya. Well, benar sih. Lyra Lebih suka yang jujur walau tak terlalu diungkap benar. Ada saatnya jujur tersebut kurang tepat dipakai.
"Kamu yakin bawa aku kemari. Camkan, aku gak bakalan mau kamu suruh yang aneh-aneh. Awas manfaatin orang baik sepertiku."
Martin cuman rolling eyes. Sebenarnya Lyra tak benar-benar introvert. Oleh sebab gak punya teman buat main dan ngobrol makanya pendiam. Kalau sudah ada teman mah langsung ceplas-ceplos.
Orang ini lebih wow dari cover luar. Tinggal pahami orang tersebut.
"Ikut aku," ujar Martin yang langsung pergi dari.
Meninggalkan Lyra yang menatap aneh. Jadi, ia ditinggal?
Hiks, untuk apa Lyra diculik ke tempat mewah yang menyilaukan mata!?
*****