webnovel

The meaning Of Love

Kehidupan seorang peria

author_gaje_ya_kan · Urban
Not enough ratings
16 Chs

bab 15

Laut hari ini tak begitu berombak, ahmad sedari tadi duduk dipembatas antara laut dan pingiran jalan.

melihat ke arah hamparan laut dengan angin menghembuskan tubuh, ia termenung memikirkan sesuatu.

"apakah bila ia tau, ia akan menjahui ku?" tanya ahmad menerka-nerka.

Ia berpikir bila alfia mengetahui semua tentang nya akankah alfia masih mau bersama dengan-nya, atau sebaliknya.

Dengan kondisi tubuh mulai menurun ia hawatir akan semua ini.

Apakah waktu itu akan terulang lagi, tidur dalam kondisi itu dan begitu lama-nya.

Atau kah ia tak kan bisa bangun lagi, Dan tidur untuk selamanya, meninggal kan dunia tanpa bisa kembali lagi.

"hu..." keluh nafas yang ia hembuskan sesaat menyudahi pertanyaan demi pertanyaan dalam benak nya,.

"tak usah dipikirkan, cukup jalani saja" kata ia lalu bangkit dan menatap lurus kearah lautan bebas.

Kini ia sedikit tersenyum dengan tangan direngangakan.

"dear ahmad, waktu cukup cepat berlalu. Aku tak mengira selama itu kita tak pernah bertemu, bertatap muka, atau pun tertawa bersama, aku berharap ada sela waktu untuk kita bersama, aku selalu menunggu tanggal berganti, libur panjang menanti. Apakah kamu juga sama seperti ku?."

Malam terus datang, angin malam menyibak rambut, dingin malam begitu menusuk kehati, sepi tanpa ada yang bisa menemani termenung dalam malam yang penuh bintang.

Memandangi langit berwarna hitam.

Menghayal tentang yang disana, sang gadis yang ia cintai.

Sambil tersenyum kecil ia menghayalkan semua itu.

Namun kebahagian dalam hayalnya berubah menjadi kesedihan saat ia beralih pikiran memikirkan tentang dirinya, namun semua tergantung pada yang diatas.

Begitu lah pikirnya.

Terik mantahari menyengat tubuh, kulit tubuh seakan berteriak kepanasan.

Menanti jam pelajaran berikutnya dimulai ahmad berteduh dibawah pohon yang biasa, rindang, ssejuk menyejukan diri.

Burung-burung dengan suara kicauwan yang merdu di dengar, desiran angin mengelitik kulit.

Langit begitu cerah dengan cahaya matahari menyilaukan mata.

Lonceng berbunyi, pertanda jam pelajaran berikutnya dimulai.

Memperhatikan guru yang didepan yang sedang menerangi pelajaran, dengan rumitnya rumus-rumus matematika, murid seakan mengerti padahal tidak sama sekali. Mencatat dan mengerjakan latihan yang diberikan guru.

Atau pun Cuma mencontek pada teman yang diangap pintar.

Pulang-pulang sekolah otak letih, tubuh pun letih.

Menyegarkan tubuh dengan siraman air, atau pun merebahkan badan di kasur yang empuk, memasak mie atau pun membeli lauk masak dirumah makan, menyedu teh hangat, sambil menatap langit.

"ayah, ibu. Sudah lama aku tak kesini lagi, apakah kalian bahagia disana, aku harap begitu". Kata ahmad sambil menuang sebotol air ketanah kuburan ayah dan ibunya yang bersebelahan itu, lalu membaca doa dan sesekali bercerita tentang pengalaman hidupnya kepada keduanya yang sudah tenang tidur disana.

"aku tak tau, aku harus sedih atau gembira ayah, ibu". Dengan mengelus-elus sisi nisan yang bertuliskan nama orang tuanya, ia begitu sedih namun ia tahankan semua-nya.

"karena..." ahmad tak bisa melanjutkan katanya, ia menagis tersedu-sedu.

"karena mungkin aku juga akan cepat menyusul kalian". Ahmad menagis tersedu-sedu dalam keheningan disekitarnya.

"aku selalu mendoakan kalian, agar kelak kita bisa berkumpul bersama ditempat yang telah dijanjikan oleh tuhan pada kita."

"owh! ya apakah kakak pernah kesini juga, tapi aku yakin ia terlalu sibuk dengan pekerjaan nya sebagai dokter." Lalu ahmad berpamitan kepada kedua orang tua-nya yang terbaring disana.