webnovel

THE MAGICAL: Soul Of Crystal

Mengapa dari sekian banyak laki-laki, aku harus berurusan dengan pemuda bermanik biru itu? Ketika dirinya penuh dengan hawa yang membuat seluruh bulu kudukku berdiri. Membuat tubuhku membeku. Seolah mencuri semua tenagaku. Mengapa dari sekian banyak laki-laki, aku harus terjerat dalam permainannya? Ketika dia bahkan pernah mencoba melukaiku. Bahkan mungkin berniat untuk membunuhku. Mengapa dari sekian banyak laki-laki, aku harus jatuh hati padanya? Ketika pesona yang elok bagaikan dewa. Dengan perhatian yang lembut dan sirat mata yang khawatir. Mengapa dari sekian banyak laki-laki, rahasia kelahiranku harus diketahuinya? Ketika fakta adalah hal yang terburuk dalam hidupku. Ketika semua harus kupercayai meski tak menginginkannya. Akankah dunia ingin menghukumku atau justru memberi kesempatan untuk menyesali semua yang telah terjadi?

Gadisdewa · General
Not enough ratings
4 Chs

Cool

"Apa yang sedang kau lakukan di sini, huh?"

Jungkook menekankan tangannya lebih kuat. Dadaku terasa sakit. Seluruh sendiku tiba-tiba menjadi ngilu. Ya Tuhan, mengapa dia harus seperti ini?

Dengan susah payah aku memegang pergelangan tangannya. "Tolong ... lepaskan ...," lirihku terputus-putus. Dadaku terasa sakit. Pandanganku sudah mengabur. Apakah semua harus berakhir di sini? Aku bahkan belum menemukan sedikitpun tentang kelahiranku.

Saat semua menjadi gelap, aku merasakan cengkraman di leherku menghilang. Tubuhku terhuyung jatuh ke lantai. Namun sesuatu yang hangat menangkapku.

Aku mengambil oksigen sebanyak mungkin. Berusaha membuat kesadaranku kembali. Perlahan aku mengangkat tangan, hendak menggunakan sihir pemulihan. Lagi-lagi ada yang melakukan sihir itu. Seseorang baru saja menjadi pahlawan penyelamatku.

"Nona, kau tidak apa-apa?"

Samar-samar aku melihat wajah yang tidak asing. Beberapa saat barulah aku sadar bahwa saat ini Tuan Donghae, paman Jungkook. Gawat, aku telah ketahuan oleh lebih banyak orang. Aku menunduk dalam lalu berkata, "Aku ... minta maaf!"

"Katakan, mengapa kau masuk ke sini!" Jungkook mengarahkan ujung pedangnya ke wajahku. Benda itu tampak berkilau dan tidak sabar untuk menggores kulitku.

"Hentikan, Jungook!" Paman Donghae menjauhkan pedang itu. "Kau tidak boleh seperti itu kepad tamu," tambahnya.

"Tamu? Tamu seperti apa yang menyelinap masuk ke ruang pribadi orang lain?" Jungook sepertinya tidak terima ucapan paman Donghae. Aku sangat paham, sangat mengerti mengapa ia bisa semarah ini. Yah, ini salahku sepenuhnya. Tapi ... tapi ... aku tetap ingin melihat Anak Lucifer itu.

Aku menghela napas untuk menguatkan diri. "Tuan Donghae, Jungkook," aku menelan ludah ketika Jungkook menatapku semakin tajam, "maksudku kakak Jungkook." Aku mengatupkan mulutku. Tatapannya semakin tajam. "Tuan Donghae, Tuan Jungkook, aku minta maaf telah masuk tanpa izin ke sini! Aku hanya ingin melihat Anak Lucifer yang kutemui di gerbang tadi ketika Tuan Jungkook membawanya ke dalam. Aku benar-benar hanya ingin lihat! Sungguh! Percaya padaku!" histerisku.

"Hanya melihat katamu?" tanya Jungkook dengan suara tinggi.

"Jungkook," panggil Paman Donghae.

"Bagaimana caranya kau menemukan tempat ini?"

Aku melebarkan mata. Suara yang berat ini bukankah suara pemimpin Klan Sirius? Secepat mungkin aku berbalik. Benar, seorang laki-laki tua berjalan masuk. Aura yang dikeluarkannya mendominasi tempat ini. Apakah seperti ini ketika kita menghadapi malaikat maut?

"Kakak!" sapa Paman Donghae.

"Ayah!" sapa Jungkook.

Aku segera merapikan bajuku dan ikut berdiri di sebelah Paman Donghae. "Tuan Pemimpin!" salamku. Bagaimana ini? Ayah pasti marah besar jika tahu yang apa yang aku alami saat ini. Dan ibu pasti akan menghukumku lagi. Aih, mengapa aku tidak bisa mencegah rasa penasaranku yang terus berujung masalah seperti ini?

"Bukankah kau si bungsi dari Sirius? Jisoo?" tanya Pemimpin Vega.

"Benar Tuan Pemimpin," jawabku. Aku menunduk semakin dalam.

"Bagaimana ayah tahu bahwa kami berada di sini?" tanya Jungkook.

"Aku telah memasang segel sihir di sekeliling ruangan ini, tentu saja aku tahu siapa yang telah masuk atau pun keluar," ucap Pemimpin Vega yang entah mengapa seperti menyebutkanku.

"Bersiaplah menerima hukuman!" ancam Jungkook kepadaku.

Tuan Pemimpin tertawa keras. "Dari pada itu, mengapa kita tidak bertanya tentang bagaimana caranya nona kecil ini bisa menemukan tempat ini? Bukankah itu lebih membuat penasaran? Dan bagaimana caranya ia bisa tahu bahwa yang kau bawa di gerbang tadi siang, Jungkook?"

"Benar kakak! Aku sangat penasaran mengapa nona kecil ini bisa menebaknya. Padahal Jungkook sudah menutupinya serapat mungkin. Nah, Jisoo, ceritakanlah. Mungkin setelah ini akan ada sesuatu yang baik untukmu." Paman Donghae menepuk pundakku.

Aku menatap Tuan Pemimpin lalu beralih ke Paman Donghae, terakhir aku menatap Jungkook yang masih terlihat ingin memakanku hidup-hidup. Sejujurnya aku tidak ingin menceritakan tentang apa yang ditanyakan oleh mereka, karena itu berhubungan dengan jejak Anak Lucifer yang aku miliki. Selama ini tiada yang tahu akan benda itu, bahkan kedua kakak. Namun sepertinya aku harus mengatakannya. Tidak apa-apa, mereka bukanlah orang sembarangan. Dan ayah sangat mempercayai Klan ini.

"Aku ... memiliki ini!" ucapku sambil memperlihat kepingan Anak Lucifer yang kumiliki. Mereka terlihat sangat terkejut. Bahkan Paman Donghae mengambilnya dan memperlihatkannya kepada Pemimpin Vega.

"Dari mana kau mendapatkan ini Jisoo?" tanya Paman Donghae.

"Dari, pengunungan benua hitam tiga tahun lalu." Paman Donghae dan Pemimpin Vega saling berpandangan. Kemudian mereka menatapku dengan pandangan tidak percaya.

Pemimpin Vega mendekat kemudian menggenggam kedua lenganku. "Darah memang sangat kental ya?" Ada eksrepsi sedih dari wajahnya. Seketika ucapan ayah tentang kelahiranku bergema di telinga. Aku ingin memastikannya.

"Tuan tahu tentang kelahiranku?" tanyaku penuh harap. Pemimpin Vega hanya tersenyum, tanpa menghilangkan raut sedih di wajahnya. "Tuan?" pintaku lagi. Beliau menggeleng pelan. Ia berbalik lalu menghampiri peti berisi Anak Lucifer.

"Jisoo," panggil Paman Donghae. "Apa kau bisa menjaga rahasia tentang semua ini?" tanyanya. Aku mengangguk mantap. Anak Lucifer bukanlah makhluk sembarangan. Akan sangat berbahaya jika orang-orang di luar sana tahu tentang keberadaan makhluk ini. "Baiklah, kembalilah ke ruanganmu. Beristirahatlah karena esok pembelajaran akan dimulai. Dan tentang kepinganmu, bisakah kau meminjamkannya sebentar kepada kami?" Aku mengangguk lagi. Begitu aku berbalik hendak keluar ruangan, sebilah pedang meluncur di depan tubuhku. Aku membeku.

"Tidak bisa! Mengapa Paman dan Ayah mempercayainya begitu saja?" protes Jungkook. Paman Donghae menggeleng. "Tapi," protesnya lagi.

Aku menghela napas sambil menjauhkan bilah pedangnya. "Tuan Jungkook, ah tidak, kakak Jungkook, tolong jangan terlalu mencurigai orang-orang di sekitar kakak," salamku sambil tersenyum. Setelah itu aku cepat-cepat keluar. Jungkook pasti sedang sangat kesal karena ucapanku.

.

.

.

Waktu bersantai setelah pembelajaran yang membosankan adalah yang terbaik. Ditemani teh daun mint dan kue kering, istirahat menjadi lebih nikmat. Namun semua itu tidak berlangsung lama. Kakak Suho datang sambil membawa kantung yang sangat menakutkan. Parahnya kak Jiyoon juga berada di sebelahnya. Mereka berdua pasti akan memaksaku meminum obat itu lagi.

"Jisoo, mengapa dalam beberapa hari ini aku melihat kau dimusuhi oleh Jungkook?" tanya Kak Suho.

Aku menggaruk kepala. "Yah, mungkin dia tidak suka dengan anak pembuat masalah sepertiku?" Aku melirik obat yang tengah diracik oleh Kak Jiyoon. Setiap tetesnya seolah sudah memenuhi mulutku. Rasa pahitnya membuatku ingin muntah.

"Begitukah?" Kak Suho berpikir keras. Ia memasukkan sepotong kue kering ke mulutnya.

Tiga hari telah berlalu sejak penyelinapanku untuk melihat Anak Lucifer. Sejak saat itu pula Jungkook memusuhiku. Matanya yang tajam itu terus berusaha untuk membunuhku. Padahal sebelumnya aku sudah mengatakan bahwa jangan terlalu mencurigai orang-orang, tapi tetap saja ia menganggapku seorang pembohong. Aku memang mengendap masuk tanpa izin. Namun aku benar-benar hanya ingin melihat secara langsung bagaimana rupa Anak Lucifer itu.

"Ini, minumlah!" kak Jiyoon menyodorkan obat mengerikan itu. Aku memandangnya cukup lama. Namun kak Jiyoon melotot kepadaku, memintaku untuk segera menelannya. Yah, apa boleh buat.

Obat terasa sangat pahit ketika bersentuhan dengan lidah. Aku segera meneguk teh manis untuk menghilangkan rasa yang tertinggal. Tiba-tiba suara derap langkah mencuri perhatianku.

"Jisoo!" sapa Paman Donghae.

Kami segera berdiri dan memberikan salam. "Ada perlu apa Tuan menemui kami?" tanya kak Suho.

"Suho, Jiyoon, saya ingin minta izin kalian untuk mengajak Jisoo ikut dalam misi di desa. Saya membutuhkannya dalam perjalanan kali ini," terang Paman Donghae. Detik berikutnya, aku mendengar seseorang mendengkus. Rupanya di belakang Paman Donghae, Jungkook tengah melipat tangan. Melihat ekspresi wajahnya, aku bisa menebak bahwa ia tidak pernah setuju atas keterlibatanku.

"Maaf, Tuan, bukannya saya lancang, adik saya Jisoo tidak bisa pergi sendirian. Saya harus mendampinginya." Kak Suho maju beberapa langkah. Aku menatap Paman Donghae, memberikan sinyal kecil kepadanya untuk tidak mengizinkan kakak untuk pergi. Sungguh, aku tidak ingin dia pergi dalam perjalanan ini.

Paman Donghae memang memperhatikanku, tapi ia memberikan senyum kecil saja. "Akan sangat bagus jika kau juga ikut pergi dalam perjalanan kali ini Suho," ucap Paman Donghae yang meruntuhkan segala kebahagiaanku.

Akhirnya aku dan Kak Suho ikut dalam perjalanan kali ini. Paman Donghae berkata bahwa akhir-akhir ini warga desa resah karena kemunculan monster di dekat air terjun. Jadi, sebagai pemimpin wilayah, Paman Donghae, Jungkook, dan beberapa orang lainnya melakukan perjalanan untuk menghapus keresahan warga. Sepertinya ini akan menjadi perjalanan yang sedikit melelahkan.