webnovel

The Kings: Tales Of Devour Temptation

WARNING MATURE CONTENT 21+ (KONTEN DEWASA)!! Bagi Jupiter, Ares adalah jiwanya. Bagi Ares, Jupiter seperti napas kehidupannya. Si kembar King, Jupiter dan Ares tak pernah terpisahkan oleh apa pun. Sedari kecil, Jupiter adalah kakak sekaligus perisai pelindung bagi Ares adiknya. Ia akan mengorbankan hidupnya untuk kebahagiaan dan keselamatan Ares. Ikatan cinta persaudaraan Ares pada Jupiter yang begitu besar diuji saat Putri Alexander hadir di tengah-tengah mereka. Ares jatuh cinta pada Putri semenjak mereka masih kanak-kanak. Putri adalah cinta pertama sekaligus cinta sejatinya selamanya. Namun Putri membenci Ares. Karena perilaku nakalnya, Ares ditakuti dan dijauhi oleh Putri. Sebaliknya, Putri menyukai dan dekat dengan kembaran Ares yaitu Jupiter. Bahkan ketika mereka dewasa, Jupiter malah bertunangan dengan Putri. Lalu bagaimana nasib Ares yang harus menahan sakitnya cinta tak berbalas? Haruskah ia merebut Putri dari saudara kembar yang juga sangat ia cintai hanya karena ia tak bisa melepaskan cinta pertamanya? “Kamu adalah gairah yang gak bisa Kakak miliki. Darah Kakak memanas saat kamu mendekat ... dan berhenti gigit bibir kamu! Kakak bisa gila hanya dengan memikirkannya saja!” gumam Ares dengan suara berat yang membuat bulu kuduk Putri langsung berdiri. “Kak ...” hanya gumam lembut yang terdengar dari bibir mungil Putri yang terpaku menatap Ares. “You’re such a Goddess!” desah Ares saat mencumbu lembut bibir Putri. (Novel ini adalah salah satu sekuel dari seri The Seven Wolves, selamat membaca!!) Follow my IG: @nandastrand, FB: @NandaStrand

Andromeda_Venus · Urban
Not enough ratings
427 Chs

My Turning Point

12 TAHUN YANG LALU

Jupiter membungkus sebuah kado dengan hati-hati di atas meja belajarnya. Sepanjang hari ia tersenyum karena ia akan memberikan kado itu untuk seseorang yang ia sukai selama ini. Masalah bagaimana cara melakukannya, ia akan pikirkan nanti.

Mata Jupiter lalu berbinar saat melihat hiasan bola kaca salju yang ia letakkan di atas meja belajarnya itu. Itu adalah satu-satunya pemberian Venus Harristian saat ia baru pulang dari Paris setelah memenangkan lomba menyanyi. Saat itu Jupiter baru tingkat 4 sedangkan Venus sudah tingkat 6.

Meski dua tahun lebih tua, Jupiter sudah menyukai Venus sejak lama. Namun ia makin tak berani terang-terangan karena banyak sekali yang menyukai Venus termasuk sahabatnya sendiri yaitu Aldrich Caesar. Aldrich bahkan terang-terangan mengatakan jika ia menyukai Venus. Untungnya yang dilakukan Venus adalah tertawa sambil mengelus pipi Aldrich dan pergi berlalu. Tapi Aldrich tak menyerah.

"Dia pasti menyukai hadiah dariku!" gumam Jupiter memandang lagi pada kado yang ingin ia berikan dari hasil mengumpulkan uang jajan selama dua minggu. Ketika masih menyengir dan terdengar suara pintu kamarnya terbuka, Jupiter buru-buru memasukkan kado tersebut ke dalam tas ranselnya dan pura-pura tak tahu apa-apa.

"Kamu sudah siap berangkat?" tanya Ares yang baru masuk ke dalam kamarnya. Jupiter menoleh dan mengangguk. Ia mengancing tas ranselnya dan keluar bersama Ares yang sudah siap. Mereka berjalan ke ruang makan dan tak menemukan kedua orang tuanya. Keduanya pun langsung duduk berdampingan di kursi masing-masing dengan dua orang pengasuh yang selalu siap melayani mereka makan.

"Mana Daddy?" tanya Ares pada pengasuhnya.

"Mana Mommy?" tanya Jupiter pada pengasuhnya. Kedua pengasuh itu saling menatap dan tersenyum sebelum menjawab pertanyaan si kembar.

"Sepertinya Daddy dan Mommy belum bangun. Dari tadi mereka belum terlihat," jawab salah satu pengasuh dan pengasuh lainnya mengangguk. Jupiter dan Ares lalu saling memandang dan menaikkan bahunya. Mereka kemudian mulai makan setelah berdoa tanpa menunggu Mars dan Vanylla.

Setelah selesai sarapan, Ares lantas mengajak Jupiter untuk membangunkan kedua orang tua mereka.

"Jangan, mungkin mereka pulang malam dan masih mengantuk," ujar Jupiter melarang. Tapi Ares tetap bersikeras.

"Ayolah, kita biasa memberikan kecupan pagi pada Mommy!" jawab Ares separuh merengek. Jupiter menghela napas dan mengangguk.

"Baiklah." Jupiter menggandeng tangan Ares berjalan ke arah kamar kedua orang tua mereka dan hendak mengetuk pintu. Tapi Jupiter berhenti dan mengernyitkan keningnya.

"Ada suara aneh," bisiknya pada Ares. Ares ikut bingung dan akhirnya sama-sama menempelkan telinga mereka pada pintu.

"Apa yang terjadi?" tanya Ares dan Jupiter menggelengkan kepalanya.

"Apa Daddy mencekik Mommy lagi?" tanya Ares lagi dengan polosnya. Jupiter menaikkan kedua alisnya dan memutuskan untuk mengetuk pintu.

"Dad? Mom? Apa yang kalian lakukan di dalam?" teriak Jupiter dari depan pintu. Suara-suara aneh itu lantas tak terdengar lagi tapi kemudian ayah mereka Mars keluar dengan memakai jubah seadanya dan celana boxer pendek.

"Apa yang kalian lakukan di depan kamar Daddy?" tanya Mars dengan dahi berpeluh dan sedikit terengah.

"Apa yang Daddy lakukan pada Mommy?" Ares balik bertanya membuat Mars tertegun tak tahu harus menjawab. Tiba-tiba kedua anak itu menerobos masuk dan Mars tak sempat menghalangi. Mereka mencari ibu mereka yang baru saja memakai gaun tidur malam saat kedua anak itu langsung menyerang dengan ciuman.

"Mommy, kami mau pergi ke sekolah!" pekik Ares langsung mencium ibunya. Begitu pula dengan Jupiter yang mencium pipi sebelahnya lagi. Vanylla langsung memeluk kedua putranya dan mencium mereka bergantian.

Mars yang ikut menyusul masuk kemudian hanya bisa pasrah jika waktu bercintanya di pagi hari diinterupsi oleh dua jagoannya itu.

"Kalian tidak mau beri ciuman pada Daddy?" tanya Mars separuh berjongkok lalu membuka kedua lengannya untuk memeluk Ares dan Jupiter. Jadilah Mars dan Vanylla harus meladeni anak-anaknya dulu karena mereka akan segera bersekolah.

"Apa Uncle Han sudah datang?" Ares mengangguk dan keluar bersama Jupiter setelah pamit. Jupiter kemudian menutup pintu kamar kembali dan menyusul Ares.

"Menurutmu apa yang dilakukan Mommy dan Daddy di dalam?" tanya Jupiter pada Ares sambil berjalan ke depan dan mobil mereka sudah menunggu.

"XO XO, hugs and kisses!" Jupiter menoleh keheranan dan Ares hanya tersenyum saja.

"Kita pikirkan saja saat kita dewasa nanti, ayo naik!" ajak Ares lagi dan Jupiter diam saja. Di dalam mobil jemputan, Jupiter tak bicara selain memeluk tas ranselnya. Apa salah jika ia mulai memiliki keinginan untuk memeluk dan mencium Venus, mungkin suatu saat? Padahal ia belum dewasa.

Jupiter menunggu momennya begitu lama bahkan sampai pulang sekolah ia tak mendapatkan hal itu juga. Bagaimana caranya ia bisa ke kelas Venus di tingkat tujuh jika ia terus dikelilingi oleh teman-temannya.

"Pit ... tebak aku sudah menemukan ketukan yang tepat untuk pedal drum ku pada lagu Jaded. Apa mau mencobanya?" tanya Aldrich langsung memberondong dengan pertanyaan pada Jupiter yang hanya menarik napas dan tersenyum.

"Ah, kita lakukan saja nanti oke!"

"Kamu mau kemana?" tanya Aldrich mengernyitkan keningnya pada Jupiter yang terburu-buru. Jupiter berpikir cepat mencari alasan.

"Aku harus cari Ares dulu. Masuklah ke mobil kami akan menyusul nanti!" Aldrich mengangguk saja sementara Jupiter separuh berlari di koridor penuh siswa. Aldrich menatap Jupiter agak aneh.

"Bukankah dia satu kelas dengan Ares? Kenapa mencarinya ke arah berbeda?" gumam Aldrich keheranan.

Jupiter yang merasa bisa lolos dari teman-temannya bernapas lega. Ia berjalan lagi akan keluar dari pintu koridor yang satunya sampai ia berpapasan dengan Andrew sekilas. Sepertinya Andrew akan pulang dari pintu berbeda. Benar, dia akan dijemput oleh ibunya Kiran seperti yang dikatakannya tadi pagi.

"Hei, berhati-hatilah!" ujar Jupiter tersenyum pada Andrew. Entah mengapa setelah beberapa langkah Andrew kembali berlari ke arah Jupiter dan memanggilnya.

"Pit ... " Jupiter berbalik dan Andrew langsung berbisik padanya.

"Ares sedang belajar Bahasa Indonesia, bantulah dia!" Jupiter lalu menoleh dan tersenyum pada Andrew.

"Tentu, aku akan melakukannya. Tapi kenapa?" Andrew masih tersenyum. Jupiter mengernyitkan kening dan berpikir sejenak. Entah mengapa ia teringat pernah memergoki Ares tersenyum malu-malu pada Mila Alexander saat pesta di taman bermain di markas Golden Dragon. Jupiter menaikkan kedua alisnya lalu seperti memberi kode pada Andrew seakan mereka memikirkan hal yang sama.

'Aku tidak tahu ternyata Ares menyukai Mila," pikir Jupiter lalu mengangguk setuju pada Andrew.

"Apa kamu tahu?" Jupiter mengangguk pasti dan yakin. Andrew menarik napas lega dan mengangguk.

"Aku pasti akan menjaganya!" tepuk Jupiter dan Andrew ikut tersenyum mengangguk.

"Kamu pulang lewat mana?" tanya Andrew yang mulai curiga pada Jupiter yang berjalan ke arah berlawanan.

"Aku ada urusan sedikit dengan siswa tingkat tujuh!" aku Jupiter tanpa menyebut nama. Andrew hanya mengangguk saja dan tersenyum.

"Aku harus pulang, Mommy sudah menunggu!" balas Andrew dengan senyum semringah. Jupiter mengangguk mengangkat tangan lalu berjalan cepat meninggalkan Andrew yang harus keluar dari lorong yang berlawanan. Andrew pun menganggap Jupiter pasti tahu yang terjadi pada Ares jadi ia tak harus khawatir. Mereka berpisah di koridor dengan arah yang berbeda.

Tak butuh waktu lama bagi Jupiter untuk menemukan kelas tempat siswa tingkat tujuh belajar. Dan beruntungnya bagi Jupiter ternyata Venus tengah berdiri sendirian membaca buku tepat bersandar di pintu keluar. Sepertinya ia menunggu Rei kakaknya yang berada di kelas berbeda.

"Venus?" panggil Jupiter. Venus berbalik dan tersenyum pada Jupiter. Jupiter hampir tak bisa menggerakkan kakinya.

"Hai Pit!" balas Venus dengan ramah. Jupiter tersenyum dan agak sedikit bodoh, ia mendekat perlahan dan hampir berhasil untuk bicara.

"Kamu tidak pulang?" tanya Venus dengan nada lembut. Jupiter mengangguk cepat seperti tak sadar. Venus jadi sedikit terkekeh melihatnya.

"A-Aku ... ingin m-memberikan sesuatu p-padamu," ucap Jupiter terbata-bata karena gugup. Venus masih tersenyum dan mengangguk. Ia memindahkan helai rambut ke belakang telinga dan pemandangan itu sangat luar biasa bagi Jupiter.

Sampai ia tersentak hebat karena terdengar suara letusan senjata tiba-tiba. Venus dan Jupiter sontak menoleh. Venus langsung menarik tangan Jupiter untuk melihat apa yang terjadi. Venus berhenti dengan syok melihat Aunty Kiran sudah tergeletak di aspal dan Andrew berdiri di depan ibunya.

Jupiter tak akan melupakan hari itu, hari saat ia melihat Andrew jatuh pingsan setelah ia melihat ibunya Kiran tertembak di depan matanya. Venus yang melihat Andrew terjatuh langsung berlari ke arahnya bahkan tak peduli keselamatannya sendiri.

"ANDY ... ANDY?" Venus berbalik dengan wajah ketakutan memanggil Jupiter yang syok tak bisa bergerak.

"JUPITER ... JUPITER ... TOLONG ANDY!"