webnovel

The Kings: Tales Of Devour Temptation

WARNING MATURE CONTENT 21+ (KONTEN DEWASA)!! Bagi Jupiter, Ares adalah jiwanya. Bagi Ares, Jupiter seperti napas kehidupannya. Si kembar King, Jupiter dan Ares tak pernah terpisahkan oleh apa pun. Sedari kecil, Jupiter adalah kakak sekaligus perisai pelindung bagi Ares adiknya. Ia akan mengorbankan hidupnya untuk kebahagiaan dan keselamatan Ares. Ikatan cinta persaudaraan Ares pada Jupiter yang begitu besar diuji saat Putri Alexander hadir di tengah-tengah mereka. Ares jatuh cinta pada Putri semenjak mereka masih kanak-kanak. Putri adalah cinta pertama sekaligus cinta sejatinya selamanya. Namun Putri membenci Ares. Karena perilaku nakalnya, Ares ditakuti dan dijauhi oleh Putri. Sebaliknya, Putri menyukai dan dekat dengan kembaran Ares yaitu Jupiter. Bahkan ketika mereka dewasa, Jupiter malah bertunangan dengan Putri. Lalu bagaimana nasib Ares yang harus menahan sakitnya cinta tak berbalas? Haruskah ia merebut Putri dari saudara kembar yang juga sangat ia cintai hanya karena ia tak bisa melepaskan cinta pertamanya? “Kamu adalah gairah yang gak bisa Kakak miliki. Darah Kakak memanas saat kamu mendekat ... dan berhenti gigit bibir kamu! Kakak bisa gila hanya dengan memikirkannya saja!” gumam Ares dengan suara berat yang membuat bulu kuduk Putri langsung berdiri. “Kak ...” hanya gumam lembut yang terdengar dari bibir mungil Putri yang terpaku menatap Ares. “You’re such a Goddess!” desah Ares saat mencumbu lembut bibir Putri. (Novel ini adalah salah satu sekuel dari seri The Seven Wolves, selamat membaca!!) Follow my IG: @nandastrand, FB: @NandaStrand

Andromeda_Venus · Urban
Not enough ratings
427 Chs

I Don't Wanna Miss A Thing

Jupiter mendengus kesal dan membuang pandangannya ke arah lain saat melihat sikap Ares yang sembarangan. Sementara Ares buru-buru masuk dan memakai jubahnya. Jupiter bahkan sedikit masuk untuk kemudian mendapatkan seorang wanita tengah berada di ranjang Ares untuk memanaskan gairah prianya.

"Ares, gue mau ngomong. Gue tunggu lo di bawah sekarang!" perintah Jupiter tegas tanpa senyum. Ares menoleh dan mengangguk tanpa menjawab sambil memakai jubah tidur yang menutupi tubuhnya. Jupiter ikut mendelik pada wanita yang berada di ranjang Ares sebelum ia keluar dari kamar adiknya dengan menggandeng Putri turun ke lantai satu.

Ares sempat melirik sekilas pada Putri tapi Putri yang melihatnya memilih membuang pandangannya ke arah lain. Tentu saja ia tak akan mau memandang Ares sama sekali. Rasa benci Putri pada Ares mungkin sudah sampai ke tingkat yang begitu tinggi.

Sambil menahan rasa hatinya, Ares lalu berjalan memungut T shirt hitam yang tergeletak di lantai lalu membuka kembali jubah dan memakai kaos itu terlebih dahulu sebelum memakai jubahnya. Ia tersenyum pada gadis yang ada di ranjangnya dan menghampiri untuk mencumbunya.

"Aku akan kembali!" ucap Ares tersenyum lalu melepaskan dirinya. Ia berjalan ke arah pintu dan keluar meninggalkan gadis yang ia bawa pulang dari sebuah klub usai pertemuan di Golden Dragon.

Ares lalu turun ke lantai bawah dengan jubah yang tergantung begitu saja di tubuh tegapnya tanpa dikaitkan sama sekali. Jupiter dan Putri sudah menunggu di depan grand piano mewah milik Ares di ruang tengah. Ares sempat berhenti sesaat memandang Jupiter yang menggandeng Putri masih membelakanginya.

Setelah menepis rasa di hatinya, Ares kembali meneruskan langkahnya ke bawah dan mendehem pelan sehingga Jupiter berbalik padanya.

"Kenapa lo gak angkat telepon gue?" tanya Jupiter tanpa basa basi dan terkesan kesal. Ares hanya mengangkat kedua alisnya bersamaan dan cuek.

"Mau minum apa, Pit?" tanya Ares cuek sambil berjalan melewati pasangan itu. Putri masih diam saja sambil sedikit melirik pada Ares. Ares memang begitu berbeda dengan Jupiter. Meski kini mereka sama-sama berambut pirang tapi Ares jauh lebih pemberontak dan menyebalkan dari pada Jupiter yang jauh lebih lembut dan seksi menurut Putri.

"Gue bukan datang buat minum, gue datang mau liat ada apa sama lo! Sampe hari gini lo belum ngehubungin gue sama sekali, gue uda capek nelepon lo terus!" Jupiter mengomel pada Ares yang dengan cueknya malah masuk dapur dan menempelkan tangannya di pintu kulkas sehingga pintunya terbuka dengan sendirinya.

"Res, lu denger gue gak!" sahut Jupiter lagi makin kesal dan berjalan mendekat ke dapur. Tangan Putri kemudian menggenggam lengannya. Jupiter menoleh pada Putri yang tersenyum menggelengkan kepalanya. Putri tak ingin Jupiter jadi bertengkar dengan Ares gara-gara hal kecil.

Ares dengan gontai membuka satu minuman bersoda lalu menarik dua kaleng lainnya dan meletakkannya ke atas meja di depan Jupiter.

"Minum, Dek!" sapa Ares dengan cuek lalu membuang wajahnya ke arah lain seakan Putri tak penting. Jupiter sedikit menoleh pada Putri yang menatap Ares dengan kening mengernyit aneh lalu ia menghela napasnya.

"Putri gak bisa minum soda dulu!" tegur Jupiter dengan nada rendah. Ares berpaling sedikit dan menaikkan kedua alisnya bersamaan. Tapi masih bersikap begitu acuh.

"Oh ya? Kenapa? Putri sakit ya?" tanya Ares santai lalu duduk di kursi meja makan dengan gaya angkuh. Jupiter mendengus kesal melihat sikap Ares yang malah bersikap acuh pada Putri.

"Lo masih tanya Putri sakit ato gak!" Jupiter menghardik Ares dan hampir keceplosan. Ares menoleh dan memandang Jupiter dengan tajam. Sedangkan Putri menoleh pada perkataan Jupiter yang mencurigakan. Jupiter pun akhirnya sadar jika ia bisa saja membuka rahasia jika yang menyelamatkan Putri adalah Ares bukan dirinya.

"Ya gak tau lah. Emang ada yang ngasih tau gue!" sahut Ares dengan angkuhnya. Ares hanya melirik satu detik pada Putri berharap ia tak curiga padanya. Putri masih diam saja dan memilih memandang apa saja selain Ares di depannya.

"Ya udah gue kasih tau. Putri tertembak beberapa hari lalu dan gue cari elo semenjak hari itu. Kemana aja lo?" Ares bersikap begitu tenang dan tak kaget sama sekali tentang penembakan itu. Putri tak curiga karena ia tahu jika Ares memang tak pernah peduli padanya.

"Gue di rumah, semalam ada meeting di Golden Dragon. Cuma itu doang!" Jupiter menggeleng masih mengernyitkan keningnya.

"Trus kenapa telepon gue gak diangkat?" Ares menghela napas kesal sambil memegang ujung kaleng di dengan beberapa jemarinya.

"Lo kan tau gue sibuk. Gue adalah Leader Golden Dragon plus gue juga pegang SJ Corp sekarang. Mana punya waktu buat hal-hal aneh!" Dengan kesal Jupiter yang marah merebut kaleng minuman Ares lalu meremas dan separuh melempar ke tong sampah. Ia tak peduli jika isi di dalamnya kini berhamburan keluar.

"Jadi telepon dari gue itu aneh? Jadi gue gak penting?" hardik Jupiter mulai menaikkan nada suaranya. Putri langsung datang untuk menenangkan Jupiter dengan memegang lengannya.

"Jangan marah, Kak. Mungkin Kak Ares gak bermaksud seperti itu," ucap Putri mencoba meredakan suasana tegang dengan membela Ares tapi tak mau melihat ke arahnya. Ares sempat tertegun beberapa detik sebelum ia memasang rona angkuhnya kembali.

"Lu seharusnya angkat telepon gue. Identitas cewek itu uda ketemu. Sekarang Rei sedang menginterogasi dia. Kalo lo gak bisa ngerjain hal ini lagi, lu bilang sama gue. Biar gue yang bantuin, Rei! Sori gue gangguin waktu lo ..." Jupiter terlihat begitu kesal dan marah. Ia kemudian menarik tangan Putri untuk segera pergi dari kediaman Ares.

Ares tak menghalangi sama sekali saat Jupiter dan Putri langsung masuk ke dalam lift dan turun ke garasi milik Ares. Ares masih diam saja sambil melipat kedua lengan di atas meja memandang sisi meja di depannya dengan pandangan kosong.

Bertahun-tahun ia dan Jupiter berakting bodoh seperti tadi di depan Putri. Ares akan berperan seperti monster naga yang jahat sementara Jupiter yang menjadi kesatrianya. Harapan Ares hanya sederhana pada Jupiter, ia hanya ingin melihat kakaknya bahagia dengan gadis pujaan hatinya, Putri Alexander.

Setelah menarik napas dan menelan kembali mata berkaca-kaca yang selalu disembunyikannya, Ares berjalan ke arah sebuah meja dan membuka lacinya. Ia mengeluarkan sebuah ponsel dari sana dan menghubungi Rei Harristian.

"Hai, Rei. Sori gue baru nelepon lo!" ujar Ares berjalan ke arah Grand Piano dan duduk dua kursinya.

"Gak pa-pa. Lo baik-baik aja?" jawab Rei dengan santai.

"Yah, gue baik-baik aja. Gue denger lo uda tau siapa cewek itu!" Rei mendengus dan kelihatannya ia tengah bahagia.

"Tebak ... gue ketemu siapa!" Ares tersenyum mendengar jawaban Rei selanjutnya. Ia ikut bahagia atas Rei dan kesabarannya mencari sekian lama, akhirnya ia menemukan yang ia inginkan.

"Selamat, Rei. Gue ikut senang!"

"Yah, gue harap lo juga menemukan yang lo cari." Ares hanya bisa mengatupkan bibirnya dan memandang ke seluruh rumahnya yang luas dan mewah, namun sepi tanpa nyawa.

"Kenapa lo diem?" tanya Rei lagi. Ares sedikit terkesiap dan tersenyum.

"Gak ada. Gak pa-pa. Oh ya, Golden Dragon ada pertemuan antar elit dua hari lagi. Kita harus bicara soal kelompok Don Chino yang mencoba masuk ke New York dan Brooklyn. Lo mau datang kan?" ujar Ares mengalihkan pembicaraan.

"Yah, akan gue usahain." Ares pun tersenyum lagi.

"Ntar kita ngobrol lagi. Jangan banyak maen perempuan ntar lo sakit!" Ares hanya melebarkan senyumannya sebelum kemudian menutup sambungan telepon itu sambil menghela napasnya.

Pandangan Ares lalu beralih pada Grand Piano di sampingnya. Ia lalu meletakkan ponsel di atasnya dan membuka penutupnya. Sambil tersenyum pelan, Ares menekan satu persatu tuts sampai ia menekan bersamaan dengan begitu apik sehingga membentuk sebuah nada.

Pandangan Ares kembali menerawang saat ia pernah menyanyikan sebuah lagu lawas dengan permainan piano itu yang sebenarnya ia tunjukan untuk Putri saat prom night ketika masih di sekolah menengah. Dalam kesunyian hatinya, Ares menyanyikannya sekali lagi.

"I could stay awake just to hear you breathing. Watch you smile while you are sleeping, while you're far away and dreaming. I could spend my life in this sweet surrender. I could stay lost in this moment forever. Every moment spent with you is a moment I treasure ..."

"Don't wanna close my eyes ... I don't wanna fall asleep, 'Cause I'd miss you, baby ... And I don't wanna miss a thing ..."