webnovel

TIME TO GO BACK

4th Febaruary Monday, Campbell Enterprise, London, UK.

Di dalam lift menuju ruang kerja arthur, Jennifer masih terdiam sejak ia dan robert berangkat dari rumah pagi ini. mereka berniat menemui arthur hari ini, walaupun sebenarnya jennifer tidak yakin jika arthur sudah kembali dari paris.

Jennifer menghela napasnya, entah untuk yang keberapa kali. Dan entah untuk berapa kali juga robert mengernyit dan bertanya pada jennifer.

“Ada apa, jennifer? Kau terlihat gelisah. Sedang memikirkan sesuatu?” tanya robert.

“Tidak, robert. Aku baik-baik saja.”

Jawaban yang sama lagi, dan robert hanya menganggukinya.

Pintu lift terbuka. Jennifr mangangkat dagunya dan berjalan menuju meja sekretaris dimana danzell sedang bekerja di depan komputernya. Danzell mendongak dan mendapati jennifer bersama berjalan ke arahnya pria yang pernah ia temui di club tempo lalu. Danzell berdiri dari tempatnya.

“Jennifer? Sudah lama kau tidak kesini. Bagaimana kabarmu?” sapa danzell ramah dan mengulurkan tangannya pada jennifer. Jennifer membalas uluran tangan danzell dan ikut tersenyum.

“Well, aku tidak akan kemari hanya untuk menemui saja, bukan? Aku baik, dan kulihat kau juga baik dan….. semakin sibuk?” kekeh jennifer.

Dengan gaya soknya, danzell berpura-pura menunjukkan wajah lesunya dan menghela napas berat. “Arthur pergi jauh dan pekerjaan semakin menumpuk di sini. Tentu saja aku tidak bisa menelantarkannya begitu saja.” Jelas danzell.

Jennifer tertawa. Tak selang lama, terdengar dehaman. Jennifer menoleh pada robert, di sampingnya, dan segera mengenalkannya pada danzell.

“Ah, iya. Danzell, robert. Robert, danzell.” Ucap jennifer.

Danzell melirik robert dari atas sampai bawah sebelum mengulurkan tangannya. “Danzell. Kita pernah bertemu. Salam kenal, robert.”

“Robert. Kekasih jennifer. Ya, saat itu aku tidak terlalu memerhatikanmu jadi tadi aku belum terlalu mengingatmu. Sekarang aku mengingatmu.” Sahut robert.

Jennifer menoleh pada danzell, memiringkan kepalanya saat danzell dan robert sama-sama tertawa.

“Ah, saat itu kau sedang mabuk, jen. Jadi, kau tidak akan mengingatnya.” Celetuk danzell saat menyadari arti tatapan jennifer padanya.

“Tapi, omong-omong, ada perlu apa kau kemari?” tanya danzell kemudian.

“Itu –kami ingin bertemu dengan arthur.” jawab jennifer setengah gugup, entah kenapa.

Danzell melirik keduanya secara bergantian dan mengangkat kedua alisnya. “Kalian? Apakah penting? Karena sebenarnya arthur belum kembali dari paris.”

Robert menatap danzell setengah curiga. Berbeda dengan jennifer, ia kembali bertanya pada danzell.

“Benarkah? Ada yang perlu kami bicarakan dengannya. Kira-kira, kapan dia akan kembali?” tanya jennifer.

Tanpa berpikir lagi, danzell segera menjawab, “Maaf, jennifer. Tapi, arthur juga tidak memberitahuku kapan dia akan kembali.”

Jennifer berdecak kesal. “Sebenarnya apa yang membuatnya lama di sana. Dia mengatakan padaku jika ia tidak akan lama dan langsung kembali.” Jennifer melipat kedua tangannya di depan dadanya.

“Tenang, sayang. dia tidak akan lama di sana.” Ucap robert seraya melirik danzell sekilas.

“Kurasa Brittany ada benarnya.” Ucap jennifer lagi.

Danzell mengangkat kedua alisnya, merasa tertarik dengan ucapan jennifer. Namun, sebelum danzell bersuara, robert sudah mendahuluinya.

“Tentang?”

Jennifer menoleh pada danzell yang masih diam dan menghela napas. “Kau tahu, kurasa atasanmu yang plin plan itu terlalu merindukan keluarganya di sana dank arena itu kau semakin sibuk di sini.” Kesal jennifer.

Danzell terkekeh. “Ah, kurasa begitu. Kalau itu alasannya, kurasa aku akan menerimanya.”

Jennifer mengedikkan bahunya. “Kalau begitu, aku pulang dulu. Jika bisa, bisakah kau kirim pesan –” jennifer menjeda ucapannya dan berpikir sebentar sebelum kembali berkata, “ah, tidak. Lanjutkan pekerjaanmu. Aku pulang sekarang.”

Jennifer berbalik badan dan berlalu sementara robert melirik danzell dengan tatapan yang tidak terbaca sebelum menyusul jennifer dan memasuki lift. Diam-diam, danzell mendengus dan menghela napas berat.

“Arthur benar. Pria ini berbahaya. Untung saja jennifer tidak bertanya macam-macam lagi.” gumamnya, dan kembali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.

*****

Dalam perjalanan pulang, jennifer terdiam memandangi kendaraan yang lewat. Entah apa yang dipikirkannya saat ini. robert menyadari tingkah jennifer yang terkesan aneh, hingga ia bersuara memecah keheningan di antara kedaunya.

“Jennifer, harusnya kau jangan terlalu memercayai ucapannya tadi. bisa saja dia menutupinya darimu.” Ucap robert.

Jennifer sontak menoleh pada robert yang sedang menyetir dan mengernyit. “Kenapa kau berpikir seperti itu?” tanyanya.

Robert mengedikkan bahunya. “Insting antar pria?”

Jennifer tertawa mendengarnya dan menepuk pundak robert beberapa kali. “Kau tidak bisa memutuskan sesuatu hanya dengan instingmu, robert. Jangan berpikir yang aneh-aneh.” Nasehatnya.

Terdengar helaan napas berat jennifer. Robert kembali menoleh.

“Lagipula, aku tidak tahu lagi siapa yang bisa kupercaya mulai saat ini. aku berpikir, kehidupanku begitu membingungkan sejak –”

Jennifer berhenti berbiacara, membiarkan robert menerka-nerka di dalam otaknya apa yang jennifer hendak katakan. Mengabaikan hal itu, robert tersenyum dan menarik jennifer mendekat padanya.

“You can trust me, sweetie.” Ucap arthur yang ditanggapi senyuman manis jennifer.

*****

4th February Monday, 7.22 P.M. Edric’s Mansion, France.

Edric terus memantau arthur yang sedari tadi pagi masih mengerjakan dokumen-dokumen. Tentu saja dokumen itu bukan masalah pekerjaan. Ini lebih besar. Begitu berarti bagi arthur. arthur berkata ia tidak akan pulang sebelum ia menemukan sesuatu yang bisa memastikan semua orang tentang pria sialan itu, robert.

Edric berdecih, meletakkan kertas yang ia pegang sebelumnya dan mengambil kertas lainnya yang akan ia baca.

“Aku bosan yang melihatmu bekerja terlalu keras setiap hari. Sampai kapan kau akan di sini?” tanya edric.

“Sampai aku menemukan satu penyelesaian dari semua kejanggalan ini.” jawab arthur tanpa menoleh pada edric. Masih sibuk dengan membaca dokumen dan menyatukannya dengan kertas lainnya.

Edric memutar kedua matanya jengah. “Aku juga bosan mendengar jawabanmu itu.”

“Kalau begitu jangan banyak bertanya, Ed. Kau sendiri yang mengatakan akan membantuku. Jadi, bantu aku sekarang.” Sahut arthur. kali ini, ia menatap edric dengan tatapan seriusnya. Edric menghela napasnya. Seharusnya, edric menuruti perkataan arthur, tapi tidak.

Edric meletakkan kertasnya dan mencondongkan tubuhnya ke depan, balik menatap arthur, dan menyatukan jari jemarinya di depan.

“Bagaimana jika jennifer mencarimu?”

Satu pertanyaan itu membuat arthur mengangkat kedua alisnya.

“Aku sudah meminta danzell untuk tetap diam. Aku yakin dia pasti sudah mendatangi danzell saat ini. semalam, robert sialan itu sudah menjebak orang-orangku yang menjaga area rumah jennifer. Aku tidak menyangka dia akan mengetahuinya secepat ini.” jawab arthur panjang lebar. Rahangnya mengeras.

“Cukup cerdik. Dia memang terobsesi dengan jennifer. Kenapa jennifer tidak menyadarinya?” pikir edric.

“Mereka berteman sejak lama, Ed. Kurasa jennifer tidak akan menyadarinya. Sekalipun aku mengatakan padanya, dia tidak akan percaya begitu saja padaku. Ditambah dengan kejadian semalam. Aku bisa membayangkan raut wajah kesalnya sekarang.” Kekeh arthur kemudian.

Kemudian, tawa itu terhenti. Ia ampak memikirkan sesuatu. “Tunggu. Obesesi katamu?” ulang arthur.

Edric mengedikkan bahunya. “Bukankah sudah jelas? Dia cemburu berlebihan padamu yang jelas-jelas hanya orang asing baginya, dan bahkan ia rela melakukan apa saja untuk jennifer. Dia juga terlihat memanjakannya. Tunggu, jangan bilang kau tidak berpikir seperti itu?”

Arthur menyisir rambutnya ke belakang dan menghela napas kasar. “Damn it. Aku tidak sempat berpikir kesana.”

“Aku yakin pria spertinya pasti akan melukai siapapun yang mendekati jennifer. Dia bisa saja melukaimu, Art. Lebih baik kau berhati-hati.” Sahut edric.

“Tidak hanya itu, ed. Dia mungkin bisa saja melukai jennifer secara tidak sengaja. Dia sangat pemarah. Robert selalu datang ke rumah jennifer seolah ia ingin mengawasinya setiap saat. Tapi, karena ia berpikir ia tidak akan bisa mengawasinya setiap saat, bisa saja dia –”

“Kamera pengawasan. Dia pasti meletakkannya di beberapa tempat. Itu kenapa dia bisa langsung tahu kau menaruh orang-orangmu di sana. Orang-orangmu pasti sempat tertangkap kamera pengawasannya.” Sela edric.

“Damn. Kenapa baru terpikirkan sekarang.” Arthur berdiri dari tempatnya dan mengerang kesal.

Arthur terdiam sesaat dan edric bisa tahu jika arthur sedang merencanakan beberapa hal yang akan dilakukannya ke depan. Jadi, edric membiarkannya sementara ia menuangkan wine di gelasnya dan arthur.

“Just a few steps left. It’s time to go back, Art.”

Mendengar ucapan edric barusan, membuat arthur tersadar dan menoleh pada edric. Menganggukkan kepalanya, ia tersenyum miring.

“Kau benar. Besok aku akan kembali.”

Arthur menjawabnya dengan keyakinan yang kental. Hal itu, membuatnya yakin jika ia bisa menunjukkan pada jennifer jika robert adalah pria yang berbahaya.