Kelas kemudian dimulai dengan penjelasan konsep yang membosankan, materi yang dibawakan oleh Ardan bukanlah sesuatu yang baru lagi karena kebanyakan sudah tersebar luas di internet.
Beberapa bahkan menguap dan mempertanyakan kualitas Ardan sebagai pemateri. Namun berbeda dengan Rein yang justru menyimaknya dengan fokus. Memang, Ia jauh tertinggal dalam hal informasi di banding yang lain.
Dimulai dari pengenalan alat virtual reality, lalu tujuan Exaworld Online diciptakan, hingga akhirnya ke peluang-peluang yang mungkin masyarakat dapatkan. Sangat membosankan sampai Rudi yang berada di sebelahnya terus menguap sepanjang waktu.
Ekspektasi mahasiswa yang tinggi ditampar oleh kenyataan yang mengecewakan. Ardan seharusnya tahu akan hal itu, tapi ia tetap saja melanjutkannya seolah tak peduli.
Hingga akhirnya Ardan berbicara dan menutup buku yang ia baca. Wajahnya yang kusut sama sekali tidak sesuai dengan posisinya saat ini, dan kemudian ia melontarkan sebuah pertanyaan yang menarik.
"Menurut kalian, kenapa para pionir bisa masuk ke dalam permainan tanpa menggunakan alat ini?" Tanya Ardan sambil menepuk helm ExaDream.
Mahasiswa yang setengah tertidur segera membuka matanya dan mulai berbicara satu sama lain. Sudah banyak teori konspirasi tentang hal ini namun belum ada penjelasan resmi dari pihak Exaworld Online.
Aula seketika menjadi sangat berisik saat mahasiswa menyampaikan ide liar mereka. Tapi hanya begitu, tidak ada satu pun yang berani mengangkat tangan.
Rein sendiri sebagai seorang pionir tidak tahu bagaimana prosesnya. Namun sedikit yang ia tahu, ini semua pasti berkaitan dengan gelombang otak dan cairan aneh yang ia minum sebelumnya.
Karena tidak ada yang bisa menjawab, Ardan pun mulai menjelaskan.
"Jawabannya sangat sederhana, itu adalah tingkat sinkronisasi otak." Jawab Ardan sambil mengetuk kepalanya.
"Otak kalian mengirim dan menerima sinyal elektromagnetik dan tanpa kalian sadari sinyal itu bisa dimodifikasi oleh barang yang sekarang ada di kantong celana kalian." Lanjut Ardan.
Rein tanpa sadar menyentuh smartphone yang ada di kantongnya, lalu kembali menyimak penjelasan Ardan.
"Tentu kegiatan seperti membajak otak adalah suatu masalah, tapi apakah kalian tahu kalau kalian semua mendapatkan kesempatan yang sama seperti para pionir?" Ardan berjalan sedikit ke dapan dan matanya melirik ke arah Rein.
"Para pionir memiliki tingkat sinkronisasi yang sangat tinggi dan bahkan tanpa alat khusus seperti ini pun mereka seharusnya bisa login ke dalam Exaworld Online."
Seorang mahasiswa tiba-tiba mengangkat tangannya, dan Ardan pun membiarkan pemuda itu untuk bertanya.
"Lalu kenapa kami tidak terpilih? Apakah itu semua karena faktor tingkat sinkronisasi? Seharusnya ada faktor lain seperti dimana Smartphone itu diletakkan 'kan, apalagi tidak selamanya orang-orang membawa HP. Terlalu tidak adil jika mengatakan kami semua mendapatkan kesempatan yang sama." Rein bisa merasakan rasa iri dari pertanyaan tersebut.
Ardan kemudian menghela napasnya sebelum menjawab.
"Tidak adil? Yah biar sedikit kujelaskan. Faktanya tidak hanya smartphone yang bisa mengirim sinyal elektromagnetik ke otak kalian, tapi bisa juga dari perangkat elektronik seperti laptop, smartwatch, dan perangkat IoT lainnya. Apakah kalian tahu teknologi apa yang baru-baru ini dibangun?"
"Itu... Jaringan 6.5 G?" Jawab pemuda itu sebelum matanya terbelalak "jangan bilang teknologi ini terhubung satu sama lain?"
"Tepat seperti itu, temuan teknologi 6.5 G membuat tingkat penyebaran gelombang elektromagnetik masuk ke dimensi yang baru. Mereka dapat menghubungkan perangkat antar perangkat seperti rantai yang tak terputus, bahkan rasanya sudah mustahil mencari wilayah yang tak tersebar oleh gelombang itu." Jawab Ardan.
"Gila, berarti para pionir bisa masuk ke dalam permainan bahkan jika mereka di dalam hutan tanpa sinyal dan listrik sekalipun?" Wajah mahasiswa itu semakin penuh dengan keirian.
Sekali lagi entah itu arogansi atau memang fakta, Ardan menjawabnya dengan tegas,
"Tentu mereka bisa masuk kapan pun, hanya saja karena gelombang yang dikirim terlalu acak jadi sulit mendapatkan fitur penuh dalam permainan. Bagi Pionir yang tidak memakai helm biasanya mereka tidak akan bisa merasakan rasa sakit, tidak bisa menggunakan indra penciuman dan pendengaran, bahkan akan terasa delay yang lumayan parah jika kemampuan otak tidak sanggup menganalisa gelombang."
Disini Rein baru sadar saat di awal awal penyambutan para pionir kemarin ia sama sekali tidak merasakan rasa sakit. Kejadiannya sangat berbeda ketika ia pertama kali login menggunakan helm ExaDream. Itu seolah-olah ia terlahir kembali menjadi wujud yang baru.
Pertanyaan datang satu persatu, dan uniknya hampir setengah mahasiswa yang ada disini mengangkat tangannya. Dimulai dari pertanyaan berat yang berhubungan dengan filosofi dan politik, sampai ke pertanyaan bodoh seperti;
"Jika Exaworld Online digadang-gadang sebagai bumi kedua dan dikatakan memiliki fitur yang sangat realistis, apakah itu berarti pemainnya harus mandi, makan, tidur, dan buang air juga?"
Rein tidak tahu atas dasar apa pertanyaan itu. Tapi jawaban Ardan sungguh mengejutkannya.
"Ya, fitur itu ada dan kalian tidak dapat mematikannya. Jika tingkat kelaparanmu jatuh ke nilai 0, maka kau mati. Jika kau tidak mandi, kau akan busuk dan akan dijauhi oleh NPC. Dan jika tidak tidur kalian bisa kehabisan energi dan pingsan. Bukankah ini adalah game yang kalian minta? Sebuah game dengan tingkat realistis tertinggi?" Jawab Ardan sambil mengabaikan tanggapan negatif dari depannya.
"Ya tidak serealistis itu juga kali."
Rein mendengar suara itu dari kursi sebelahnya. Tampaknya Rudi ingin bertanya tentang apa yang terjadi jika tidak membuang air besar atau kecil? Sayangnya dia hanya bergumam, padahal Rein juga cukup penasaran akan hal itu.
"Baiklah cukup, kalian terlalu banyak bertanya sampai kita kehabisan waktu." Ucap Ardan sebelum disambut nada kecewa oleh para mahasiswa.
Bwuuu
Setelah sesi pertanyaan yang tidak terduga, Ardan mengambil berkas dari dalam tasnya dan duduk sejenak. Wajar jika ia kelelahan setelah diserbu puluhan pertanyaan tanpa henti.
Suasana di dalam aula sekali lagi menjadi berisik, dan Ardan sama sekali tidak peduli dengan itu. Alih-alih menyuruh mereka diam, Ardan dengan santainya melepas microphone dan mulai menelepon seseorang.
Tidak tahu apa yang dia bicarakan, namun Rein menjadi gelisah karena Ardan berbicara sambil sesekali melirik ke arahnya.
Hingga akhirnya.
"Baiklah, selanjutnya akan ada tes sinkronisasi. Seperti yang sudah kujelaskan sebelumnya semakin tinggi tingkat sinkronisasi maka semakin besar pula potensimu di dalam game." Ucap Ardan, dan kemudian melanjutkan.
"Jadi, siapa yang pertama?"
Sontak beberapa mahasiswa langsung berdiri.
"Akuuu!"
"Pilih aku!"
"Aku, aku, akuu!"
Tidak ada kata sopan lagi disini. Semua berteriak keras berharap merekalah yang dipilih. Bahkan untuk Rein yang sudah memiliki alat ExaDream dan seharusnya bisa mengukur sendiri di rumah juga ikut mengangkat tangannya.
Kenapa? Tentu saja untuk pamer!
"Kau yang di sana." Ardan menunjuk seorang gadis yang duduk paling depan.
"Pasang helm ini dan masuk ke dalam kapsul." Gadis itu terlihat gugup namun tetap mengikuti perintah Ardan.
Proses pemeriksaannya ternyata cukup rumit, pemain harus mengikuti berbagai macam tantangan seperti berlari, melompat, berjalan menyeberangi papan kecil, dan yang paling sulit menghindari belasan bola yang ditembakkan ke arahmu.
Kata Ardan tes ini bukan tentang seberapa baik kau bisa menyelesaikannya, tetapi seberapa tanggap otakmu saat dihadapkan oleh gelombang informasi yang diberikan helm ExaDream.
"Lumayan, kau mendapatkan nilai 81 dari 100. Ini angka yang cukup tinggi dibandingkan rata-rata manusia." Pujian Ardan membuat senyum di wajah gugup gadis tersebut.
"Baik selanjutnya."
Nilai para mahasiswa tampak sangat variatif, semuanya berkisar antara 70 sampai 88. Rein juga mengamati ternyata ada sedikit korelasi antara umur dan kemampuan sinkronisasi seseorang.
Contohnya pada mahasiswa baru, mereka memiliki nilai rata-rata di atas 80 poin, sangat berbeda dengan dosen yang sudah berumur tua. Dari 10 dosen yang ikut diperiksa hanya ada 1 yang nilainya berada di atas 80 poin, sedangkan sisanya hanya 70 dan bahkan ada 2 orang yang 60 poin.
Setelah beberapa waktu berlalu, sekarang Rein merasa jengkel. Ia sering kali melihat Ardan melirik ke arahnya, namun pria berkacamata itu tidak pernah sekalipun memanggilnya naik ke atas panggung.
"Sial, padahal aku mau pamer..." Keluh Rein lalu langsung diceletuk oleh Rudi.
"Pamer apanya, aku bahkan ragu kau dipanggil ke sana."
"Haaa... Rudi, kau tidak tahu kan seberapa hokinya kakakmu ini?"
Mendengar tanggapan percaya diri Rein membuat Rudi menggelengkan kepalanya, "Suka-sukamu sajalah Rein, aku berani bertaruh kau tidak akan dipanggil."
"Taruhan? Hahaha... omong kosong apa yang kau ucapkan, taruhan itu permainan setan Rud."
Rudi hanya bisa mendesah melihat temannya yang satu ini. Bukannya mengejek dan merendahkan, hanya saja ia sudah hafal betul dengan kondisi keberuntungan Rein yang sangat busuk.
Satu-satunya agar Rein berhenti bicara omong kosong, ajak saja ia taruhan. Jika kau bertaruh dengan Rein, maka hampir 90% kau akan menang.
Keduanya saling bercanda satu sama lain, tidak memedulikan apakah akan terpilih atau tidak.
"Ngomong-ngomong apa yang terjadi dengan ExO? Kau tahu kan mereka tiba-tiba melakukan Maintenance darurat?" Tanya Rein.
"Katanya sih mereka ingin menambah beberapa batch pemain lagi, makanya server ditutup untuk sementara."
"Benarkah? Kukira itu karena sistem mereka yang jelek. Katanya tidak ada bug, tapi apaan coba, harusnya game ini ganti nama saja jadi bugs online." Rein menjadi kesal saat mengingat tentang bugnya.
Disaat Rein mengatakan itu, tiba-tiba ia merasakan bulu kuduknya merinding. Refleks ia mencari darimana perasaan aneh itu berasal, dan kemudian.
"Kau yang di sana, maju kedepan."
Ternyata itu adalah Ardan yang sekarang menatapnya dengan tajam.