webnovel

The Heavenhold Is NOT For Mob! (Indonesia)

Heavenhold– kastil terbang yang diciptakan oleh pahlawan legendaris Kaden untuk melawan ancaman yang membawa akhir kepunahan seluruh makhluk planet Tetis. —Itu adalah latar belakang singkat dari markas terbang yang berada di game favorit Klein. Tapi untuk kasus saat ini, bukan sebuah game lagi... *** Fanfic Guardian Tales.

Skartha · Video Games
Not enough ratings
11 Chs

Chapter 2 Part 4: Marina

Pulau Cider. 497 A.H.

Bagi Klein. Ini adalah sebuah pengalaman yang tidak akan mungkin dia alami di bumi saat masih menjadi manusia. Bertemu dengan idola– seorang pahlawan perang, Marina.

Tidak sendirian, Klein bisa melihat dua orang pria yang merupakan bawahan Marina, mengejar sang Laksamana Agung. Kali ini dihadapan Klein ada tiga orang dengan seragam angkatan laut. Siapapun yang melihat pastinya akan berpikir bahwa Klein melakukan sesuatu yang tidak termaafkan. Walaupun tujuan Marina bukanlah hal itu.

Matanya memandang Klein. Walaupun di luar terlihat tenang, Klein yang dipandang oleh sepasang mata hijau itu bisa merasakan ketertarikan unik pada dirinya. Dia akhirnya mengeluarkan suaranya setelah diam beberapa detik. "Senang bertemu denganmu. Kami berasal dari armada laut kerajaan Adela. Namaku Marina dan dua orang ini—" dia menunjuk pada dua orang pria di belakangnya, yang satu memiliki gaya rambut yang rapi, sementara yang lain terlihat seperti prajurit rata-rata yang bisa kau temukan di manapun. "—Mereka adalah rekanku, John dan James."

Klein melihat keduanya bolak-balik, sebelum kembali ke arah sang Laksamana Agung. "Ya… senang bertemu dengan anda juga, Nona Marina. Apakah ada yang bisa saya bantu?"

"Kami ingin bertanya tentang sesuatu. Apakah kamu penumpang dari kapal A234?" Bukan Marina, John, orang yang memiliki gaya rambut rapi menjawab.

Klein diam. 'Kemungkinan besar, ini karena kejadian perompak yang tadi,' pikirnya.

Namun, Klein sudah tidak butuh apapun kecuali istirahat di atas ranjang yang empuk, jadi tidak ada alasan untuk berbohong atau memperlambat komunikasi.

Klein mengangguk dengan jujur. "Benar, saya dari kapal A234. Nama saya Klein. Adakah yang bisa saya bantu?"

"Sebenarnya, kami ingin mencari tahu mengenai orang yang membantu angkatan laut menyelamatkan kapal dari serangan meriam perompak." Marina berbicara, mata hijaunya yang kuat memandang mata merah tua Klein dengan emosi yang sulit bagi lawan bicaranya baca. "Untuk itu, kami ingin kerjasama anda dalam hal ini."

Bibir Klein membentuk senyuman masam dan ekspresinya menunjukkan ketidaknyamanan kepada dirinya sendiri. "Saya juga ingin berpartisipasi untuk membantu, tapi maafkan saya, sayangnya saya juga panik saat itu, jadi saya tidak bisa memperhatikan sekeliling saya." Dia menundukkan kepalanya ke arah Marina dan dua rekannya dengan ekspresi yang menunjukkan permintaan maaf.

John dan James saling membuat kontak mata, sementara Marina menutup matanya sebelum menghela nafas, tapi dia tidak menyalahkan Klein sedikitpun soal itu. Dia memandang Klein. "Kami mengerti. Kalau begitu, maaf sudah menyita waktumu. Senang bertemu denganmu, Tuan Klein."

"Senang bertemu dengan anda juga, Nona Marina, tuan-tuan."

Ketiga pasukan angkatan laut berbalik dan pergi begitu saja, meninggalkan Klein sendirian lagi. Remaja itu menghela nafas pelan, sebelum pergi mencari penginapan terdekat.

Bagi Klein, masa ini belum saatnya untuk ikut campur dengan negara orang, masih ada lima tahun sebelum segalanya terjadi, maka untuk aksi yang tidak ketahuan, itu merupakan hal yang patut disyukuri.

—Atau begitulah yang Klein pikirkan mengenai dirinya yang sangat mencolok di dalam kapal saat itu.

John yang berjalan beriringan dengan James bertanya kepada Marina yang berjalan di depan keduanya. "Laksamana, apakah anda yakin tentang hal ini?"

James mengangguk setuju pada pertanyaan rekannya. "Benar, Laksamana. Bukankah tujuan anda sudah di depan mata? Rambut warna hitam gagak, mata merah tua… hanya pemuda itu yang punya ciri-ciri seperti itu di kapal A234."

Marina mendengarkan dengan tenang, diam untuk beberapa saat, sebelum mulai memberikan jawabannya kepada dua bawahannya. "Pemuda itu bukan tipe orang yang mencari kemewahan. Dari caranya berlagak dan berbicara, bisa diketahui jika dia tidak ingin dikenal sebagai pahlawan seperti itu… aku hanya ingin menghormati dia. Namun, itu juga akan jadi sia-sia jika aku tidak memberikan penghargaan kepada dirinya."

"Kalau begitu, Laksamana." James menyatakan pikirannya. "Anda bisa memberikan dia hadiah dan beberapa pesan melalui identitas anonim."

Marina menyentuh dagunya dan merenung. "Itu tidak buruk. Kalau begitu, kirim seseorang untuk menyamar dan mengirimkan pesan kepadanya nanti malam! Ini adalah pertama kalinya aku melihat orang semenarik ini…"

John dan James saling berpandangan mendengar kalimat terakhir yang diucapkan oleh Laksamana mereka dengan terkejut, tapi keduanya segera menjawab perintahnya dengan tegas.

"Dimengerti, Laksamana!"

Malam itu… di dalam ruangan penginapan yang disewa oleh remaja tertentu.

Klein hanya bisa menunjukkan ekspresi masam melihat kotak paket di depannya. Dia benar-benar ingin menyesali kata-kata yang dia ucapkan kepada Marina siang tadi, tapi semuanya sudah terjadi.

Ini bukan berarti Klein tidak menduga bahwa dia akan diketahui oleh seseorang di kapal yang sama. Bagaimanapun, dia adalah satu-satunya orang yang terlihat dengan jelas melakukan gerakan simbolis untuk mengaktifkan sihir.

"Apapun itu, aku akan menyerahkannya kepada diriku di masa depan. Tidak ada yang bisa kulakukan saat ini." Klein memutuskan. Dia memandang pesan yang sudah dia baca seluruhnya dan kotak sepanjang sekitar satu meter yang masih tersegel.

Dia membuka kotak itu dan mengambil barang di dalamnya. Sebuah pedang saber satu sisi dengan bilah sedikit melengkung dan runcing, dan memiliki pelindung di bagian gagang. Identik dengan cutlass yang digunakan oleh angkatan laut di era pelayaran di masa lalu. Ada juga sarung coklat untuk pedang itu.

Klein mengayunkan pedang di tangannya beberapa kali untuk menyesuaikan dirinya. Untungnya dia sudah menjual beberapa pedang yang dia dapatkan selama di hutan Kanterbury.

Tentu saja untuk senjata ini, Klein tidak akan pernah menjual ataupun membiarkannya berdebu– bagaimanapun, ini adalah pemberian dari salah satu karakter favorit Klein di masa lalu.

"Pedang dan Laksamana… Melusine?" Klein berbicara dengan senyuman tipis di bibirnya. Tangannya masih mengeksplorasi pedang itu dengan cermat, belum menunjukkan tanda-tanda untuk berhenti.

—Melusine nama dari seorang peri air dalam legenda di Inggris.

Dia mengingat nama itu karena Laksamana Agung Marina; seorang wanita muda yang cantik namun di luar jangkauan dan hanya merupakan angan-angan belaka, seperti seorang peri.

"Mulai sekarang namamu adalah Melusine." Klein berbicara dengan lembut, saat dia membelai bilah pedang di tangannya, secara otomatis membuat pedang itu menjadi pedang favoritnya.