webnovel

The God Eater Hidden Hero

--- Bumi diguncang oleh bencana maha dahsyat yang mengharuskan 'mereka' bertarung demi bertahan hidup melawan Aragami (アラガミ). Seluruh prajurit terkuat dikerahkan untuk berburu atau diburu, Akmal terpilih menjadi salah satu pemilik 'darah langka' menyebabkan keseimbangan dunia sekali lagi terguncang. Ikuti terus kisah perjuangan Akmal mencari pemilik 'darah langka' lain dan menyatukan kekuatan menghadapi musuh yang jauh lebih mengerikan. Namaku, Akmal. Dan aku adalah pahlawan bumi. ゴッドイーター ---

Mahyan_Arthur · Fantasy
Not enough ratings
23 Chs

Munculnya Rival

Splashh!! Splashh! Splash!! Lesatan busur God Arrow menghantam tubuh aragami. Aku berlari mendekat secepat mungkin. Splash!! Aku memanah sambil berlari. BUM!! Melompat ke atas tubuh aragami, melepaskan anah panah lagi. Berguling ke kanan menghindari ledakan. Mencari tempat bersembunyi dibalik batu. Untung mereka tidak menyadarinya sebelum kepulan asap itu hilang.

BUM!! Satu aragami vajra tumbang. Melihat dari arah batu. Mengintip sela, tersisa dua oregatail dan satu vajra. Tak kurasa napasku tersenggal-senggal. Mencoba mengatur napas. Lumayan seru dan semakin memahami tipe God Arrow milikku. Jarak keduanya tidak terlalu jauh, jika menghabisi oregtail akan mengundang vajra. Kalau sebaliknya, menyerang Vajra akan mengundang Oregtail. Jadi harus menghabisinya dalam satu serangan ya. Pikirku. Mengatur napas sekali lagi. Menggenggam God Arrow milikku dengan erat.

Ini Dia!! Teriakku. Aku berlari setelah melesatkan anak panah ke satu Oregtail. Membidik satunya lagi dan meloloskan anak panah. Vajra mengetahui itu langsung melompat ke arahku, ingin menerkam. Aku ingat betul tubuh raksasa berkaki empatnya tampak mengerikan. Seperti orang yang berdiri di samping bus tingkat dua. Besar sekali.

BUM!! dua oregtail tumbang.

Aku berguling ke depan menghindari serangannya. "Makan tuh!!" kataku. Tanpa disadari vajra termakan jebakanku. Menginjak flashbang sebelum aku selesai berguling tadi. Sinar putih menerpa menyeruak. Silau sekali. Tanpa pikir panjang aku segera membidik vajra yang diam buta Karena flashbang.

Menahan bidikan. Yang kuketahui semakin lama aku menahan bidikan. Semakin besar pula power yang dihasilkan. Daya ledak bertambah, lesatan semakin cepat. "Ini yang terakhir." Lirihku.

Splashh!!!!

BLARR!!.

TRAIN CLEAR

Layar di hologram terpampang. Virtual disekitar arena berubah menjadi lapangan besi baja. Selesai berlatih di arena virtual menjadi agenda dua hari ini. Mengembangkan skill God Arrow-ku. Berlari-lari, menghindar, berguling ke depan dan mulai belajar fokus membidik semua itu mulai cocok denganku. Ketimbang karambit, senjata utamaku dulu. Ringan dan kecil membuatku dulu pernah menjalani latihan berat juga. Untungnya, God Arrow juga memiliki bobot ringan sama dengan karambit. So, easy pizzy.

Aku mengusap keringat yang mengelucur di pipiku. Menghembuskan napas. God Arrow-ku kembali menyusut ke jam tanganku. Melangkah keluar dari ruangan. Tiitt!! Suara dering dari jam tangan. "Halo?" angkatku. Hologram muncul, wajah Iqbal terpampang. Rupanya tuh anak. Buru-buru semangat mengangkat kukira yang bakal muncul wajah si 'Dia'

"Ha?? Ngapain hubungin gua?" senggrangku, ketika tahu tuh wajah nongol di layar. Besar lagi, hampir seluruh layar full batang hidungnya. "Woi-woi. Sabar lah, baru telpon udah kena marah. Hadeh?" kata Iqbal.

"Kalau nggak ada keperluan, gua tutup nih. Mau latihan gua." Kataku. "Wihhh!! Buat persiapan tahap akhir ya?" "Yup." Aku duduk di bangku lorong. Napasku masih ngos-ngosan. Melihat ada Vendi Mechine aku beranjak membeli dua minuman kaleng.

"Semua kapten pasukan ada di sana Mal."

"Udah tahu." Kataku menyela omongan Iqbal.

"Hah! Uhh ok. Kalau gitu. Gua mau bilang soal lawan lu di pertandingan pertama. Yahh walaupun pengumuman instan belum dikirim, setidaknya gua bakal bantu lu sama Zakky." Kata Iqbal. Lagi-lagi aku merasa punya hutang budi sama Iqbal. Tapi, aku sedikit kurang suka kalau kali ini. "Bal. gua terima kasih banget ama bantuan lu sejak awal. Mungkin gua jujur aja."

"Tapi- cukup kali ini gua ingin berusaha sendiri." Kataku singkat. Hening. "Mal."

Aku siap menerima amukan Iqbal.

"SIAPA BILANG GUA NGASIH TAHU LAWAN LU!!!" teriak Iqbal. suaranya melengking menggema di telingaku. Sakit. "Woi!! Pelan-pelan ngapa sih. Sakit tahu." Kataku marah-marah. "LAH LU AJA KEPEDEAN!! GUA BELUM NGOMONG MALAH LU POTONG!" Iqbal masih teriak-teriak. "Lah katanya lu bakal ngasih tahu siapa lawan gua. Ya gua kira lu spoiler, gitu." "SIAPA YANG BILANG!! GUA MAU BILANG LAWAN DARI CABANG FENRIR LAIN. BUKAN NAMA ORANGNYA BUNGUL!"

Benar juga ya. Iqbal belum selesai ngomong malah kupotong. Astaga, malunya aku. Mau ditaruh mana wajah gua entar kalau ketemu Iqbal. "Bal. kayaknya gua harus pergi, ada urusan mendadak. Yah, lu tahu lah gua kan sibuk. Ok?" kataku mengalihkan. "Hey. Jangan lari lu, gua belum selesai ngomong woi."

Aku mengakhiri percakapan secepat mungkin. Malu.

Aku buka kaleng minuman digenggamanku. Meminumnya, menarik napas dan menghembuskan. "lebih baik aku berlatih lagi."

***

"Ky lu ke mana aja? Sampai mana woi. Udah telat nih." Ku bicara di depan gedung fenrir. Pakai jas, bersandar di dinding. Kemarin malam aku, Zakky, dan Heni udah sepakat bakal berangkat bersama. Ketemu di depan Gedung fenrir pukul tujuh lebih lima belas, tapi lihat sekarang, sudah dua puluh menit berlalu melebihi kesepakatan kita. Aku dan Heni tengah menunggu Zakky. Heni duduk di terotoar dan aku marah-marah di layar hologram. "Sorry-sorry Mal. ini gua usahain. Bentar, gua perjalanan." Kata Zakky tersenggah-senggah. Zakky kelihatannya lari-lari gitu. Terlihat di layar wajah Zakky goyang-goyang, keringat bercucuran, tunggu dulu. Rambutnya basah jadi kalau nggak keringatan karena lari-lari ya habis mandi baru bangun tidur.

"Lu nggak habis bangun tidur?" tanyaku. Zakky nggak membalas. Masih lari-lari. "Ya ampun Zak. Baru bangun tidur rupanya lu. Astaga." Kataku kecewa. Zakky tiba-tiba nyengir nggak bersalah. Benar sesuai dugaanku Zakky telat bangun pagi.

Tabiat buruk Zakky. Terkadang membuatku menunggu.

"Sorry-sorry Mal. Gua telat. Tungguin kek, bentar lagi sampai." Heni mendengar percakapanku dengan Zakky. "Tungguin aja Mal. Kasihan." Kata Heni pelan. Aku mendengarnya sedikit pasrah. Dua suara lawan satu suara. Yah mau bagaimana lagi. Beruntung lu Zak ada Heni. Kalau nggak gua tinggal dari tadi. Batinku. "Nggak masalah nih nungguin ni anak? Bakalan lama sekitar dua tiga menit." Kataku pada Heni.

"Nggak apa-apa." Sejak jalan-jalan kita bertiga aku, Zakky, dan Heni mulai akrab. Berberapa kali kumpul dua hari lalu, jalan bareng, latihan bareng. Jadi kalau ngomong sama satu gadi sini aku nggak ngerasa canggung. "Yaudah. Gua turutin. Lu denger kan Zak?" kataku pada Zakky. Zakky mendengarkannya.

"Thanks Mal, Hen." Kata Zakky. Aku menutup telpon dari Zakky.

Dua menit berlalu. Dari jauh Zakky udah kelihatan. Benar saja ia lari-lari dari rumah sampai kesini. Sedikit Ngosngosan sampai sini. Wihh, mantan kapten basket sekolahku bukan hisapan jempol belaka. Padahal jarak keseluruhan kira-kira dua puluh kilometer. Aku dan Heni melihatnya. Keringat disekitar kepala sampai leher.

"Kuat juga lu ya." Kataku.

"Kalau gini doang mah, masalah kecil doang. Huh!" Jawab Zakky.

"Padahal Jauh, tapi cepet juga sampainya." Kata Heni. Zakky tersenyum, "Kapten tim basket nggak selemah itu." Kata Zakky sombong. Aku tidak menghiraukan celomet Zakky.

Kami melangkah masuk ke dalam gedung.

Didalam sudah banyak orang lalu lalang, petugas disetiap sudut gedung, antrian di sebelah kanan, banyak orang duduk di bangku pintu depan. Kok kayak antrian rumah sakit ya, nunggu giliran kita dipanggil untuk registrasi keuangan atau pengambilan obat. "Lewat mana nih?" tanya Zakky bingung. "Enggak tahu, gua pikir langsung ke arena. Tapi menurut pengumuman harus ke gedung utama dulu. Mungkin ada pengumuman sebentar gitu. Di kumpulin semua peserta." Jelasku. "Sepertinya sih." Tambah Heni. Kami melihat banyak warna warni jas fenrir. Merah, putih, hitam, biru. Pikirku mereka staf gedung ini. Tapi gelang ditangan mereka sama dengan gelang yang kini ku pakai. God Eater. Berarti mereka dari cabang lain.

Zakky dan Heni melihat mereka seksama. "Jas nya beda." Kata Heni. "Itu dari cabang lain." Sahutku. "Udah datang rupanya. Cepet amat ya, tadi di depan rasanya nggak ada orang masuk tuh." Aku bergumam dalam hati. Ya iya lah, kemarin mereka udah datang. Nggak mungkin secepat itu datang ke markas pusat. Beda lagi kalau pake portal.

Aku masih fokus berjalan ke depan, mengidahkan pikiran-pikiran buruk tentang cabang lain. Berhenti sombong Mal, ini nggak semudah yang lu pikirkan. Gumanku dalam hati. Menghela napas, mamasukkan tangan ke dalam saku celana. "Lebih baik kita persiapin lawan mereka, nggak sulit tapi juga nggak mudah. Dilihat dari gelang mereka. Mereka jauh lebih ahl menggunakan God Arc. Kemungkinan terburuknya mereka tahu cara menggunakan Blood Arc." Kataku. Zakky dan Heni tahu maksud pembicaraanku. Blood arc, sebuah seni berpedang tingkat akhir yang harus dimiliki seorang God Eater.

"Masak waktu sesingkat ini bisa nguasain hal itu. Mustahil kali Mal. Kita aja yang latihan dua hari terkhir itu nggak tahu cara gunainnya." Kata Zakky.

"Siapa tahu. Kali aja ada. Mereka bukan dari cabang timur, dan setahuku dari cabang timur hanya Jenderal Mahyan yang menduduki peringkat teratas komandan God Eater. Di bawahnya kebanyakan dari cabang lain." Kataku.

"Kok gua ngeri ya dengerin tentang Jenderal Mahyan. Kayak sacral-sakral gitu loh. Lu tau kan." Sahut Zakky. "Emang lu pikir Jenderal Mahyan setan gitu? Ya nggak lah." Jawabku.

"Tapi, benar apa yang dibicarain semua orang sudah sepatutnya membuat nama orang itu banyak disegani. Dari prestasi pencapaiannya yang kubaca ia pernah berhadapan satu lawan satu dengan King ouroboros." Aku terkejut mendengarnya. "Ouroboros? Aragami tipe raksasa itu yang dilihat menyerupai gunung, sekali menghempaskan serangannya laut terbelah?" Kata Zakky antusias.

Heni mengangguk. Apalagi ini raja ouroboros. Dalam database raja aragami satu ini pernah membuat ulah dengan cara mengamuk di cabang utara seratus tahun lalu. Yang menyebabkan bencana alam maha dahsyat menyerang benua amererika selama dua tahun. Ternyata itu penyebabnya. "Markas pusat tahu akan penyerangan itu membawa dampak buruk bagi cabang utara hampir musnah. Sebagian God Eater tewas dalam mempertahankan. Jenderal Mahyan dikirim seorang diri untuk mengatasi semua itu. Dan singkat cerita pertarungan sengit pun terjadi, adu serangan makhluk setinggi gunung dengan seorang manusia super. Butuh waktu berhari-hari bertarung antara hidup dan mati. Jenderal Mahyan muncul sebagai pemenangnya. Kisah kepahlawanannya begitu terkenal semenjak bertarung dengan King Ouroboros. Lu bisa lihat inti aragami King Ouroboros oleh-oleh dari Jenderal Mahyan di Markas cabang timur Tapi nggak berhenti disitu-."

Kami belok ke arah kanan menuju lorong dikejutkan dengan, "Mal!!" sapa seseorang mengagetkanku. Itu Iqbal, mengenakan pakaian jubah putih ala professor. "Ngapain lu di sini Bal?" Iqbal bermuka masam. "Ya kerja lah, mau ngapaian lagi. Dari tadi gua cari lu sama Zakky ke mana-mana nggak ketemu-ketemu, baru kali ini ketemu. Dari mana aja lu?"

Aku menunjuk Zakky. "Lu tanya aja ama tuh orang." Iqbal melihat kebelakang. Zakky dengan Heni. "Lho ini siapa?" tanya Iqbal padaku. Yang ia maksud adalah Heni. Oiya aku belum ngasih tahu ke Iqbal kalau ada teman yang satu sekolah dengan kami. "Itu Heni, temen gua sama Zakky satu sekolah." Kataku memperkenalkan. "Hen, ini Iqbal temen gua pas SMP yang tiba-tiba jadi professor di sini." Heni mengulurkan tangan, ingin berjabat tangan. "Bal, ini Heni yah nggak perlu gua jelasin lagi lu udah tahu. Baru ketemu dua hari lalu."

"Iqbal."

"Heni."

"Di sini ngapaian sih Bal kok lama amat nunggunya. Nggak tepat waktu." Kataku. "Belum, belum dimulai, masih dua puluh tiga detik lagi. Pengumuman akan disiarkan." Kata Iqbal. "Pengumuman apaan?" Tanya Zakky. "Sambutan dari Kepala fenrir. Sekaligus perincian teknis pertandingan." Kata Iqbal. Zakky dan heni mengangguk. "Lu semua udah dapat info bakal lawan siapa?" aku teringat pesan Iqbal dulu kalau semua peserta bakalan dapat pengumuman daftar duel di masih-masing jam tangan. Aku, Zakky, dan Heni mengetahui siapa lawan masing-masing. "Gua tahu. Lawan gua dari cabang selatan pertandingan ke tiga." Kataku.

"Kalau lawanku dari cabang barat pertandingan nomor lima." Kata Zakky. "Lawanku dari cabang utara pertandingan nomor tujuh." Tambah Heni. "Tapi nggak tahu namanya. Gimana?" tanya Zakky. "Yah Emang gitu sistemnya. Jadi lu semua akan tahu lawan lu saat acara sambutan. Cuma satu kali pertandingan, tidak lebih." Kata Iqbal. Kenapa nggak dari awal coba, ngirimnya. Kan lebih efisien. Batinku.

"HEYY!!! BISA LIHAT NGGAK LU!!" bentak seseorang. Aku menoleh ke sumber suara. Ada seorang laki-laki marah-marah kepada seorang perempuan yang mengenakan celemek merah muda. Ia mengenakan jas merah. "Itu dari cabang barat." Kata Iqbal singkat.

"KALAU NGGAK BISA LIHAT GUA AJARIN CARA PAKAI MATA!! KOTOR TAHU. LU TAHU NGGAK MAHAL NIH BAJU." Bentak orang itu sekali lagi. Aku melihat noda di pakaian putih yang ia kenakan. Sepertinya masalah sepele. "Maaf saya nggak sengaja, mohon maaf sekali tuan." Kata perempuan itu. "DASAR ORANG GAK GUNA." Seketika laki-laki itu menampar perempuan hingga jatuh terjelembab ke lantai. Memegangi pipi merahnya tanpa berkata-kata. Hendak menghantam sekali lagi dengan kakinya ia ditabrak Zakky yang berlari. Rupanya Zakky kurang suka terhadap perlakukan laki-laki itu. Laki-laki itu jatuh tersungkur ke tanah. Orang-orang melihatnya ramai sekali.

Aku menghampiri perempuan yang terjatuh itu.

"Kamu nggak apa-apa?" tanyaku ramah. Menjulurkan tangan. Perempuan itu menangis. "Nggak-nggak apa-apa tenang. Ada kami." Aku membantunya berdiri mendudukkannya ke kursi. "Lu bisa tanganin Hen?" tanyaku. Heni mengangguk. Perempuan dengan perempuan mungkin lebih baik.

"WOI!! MAU LU APA! HAH!!" teriak laki-laki itu mencoba bangkit tidak terima kena hantaman yang membuatnya tersungkur. Zakky menatapnya serius. "Zak." Kataku dari belakang.

"Gua tahu apa yang harus gua lakuin Mal." katanya tegas. "Kalau ngelakuin itu semua nggak harus ke perempuang woi. Ke gua juga bisa." Teriak Zakky. aku menghembuskan napas dalam-dalam. Bakal rebut nih. Batinku. Setahu gua Zakky nggak pandia bertarung, entah apa yang terjadi berikutnya. "Sebaiknya gua siap-siap." Kataku. "MAJU LU!!" teriaknya. Kenapa satu orang ini selalu teriak-teriak, sakit telinga gua jadinya. Nggak bisa dikecilin kek volume-nya. "Lu yang maju!" jawab Zakky.

Tanpa pikir panjang laki-laki itu berlari menerjang. Mengayunkan tinjunya kea rah wajah Zakky. zakky dengan tenang menghindarinya, membalas dengan ayunan kaki menikuk ke atas telak menghantam wajah laki-laki itu. Brakkk!! Laki-laki itu terpental dalam satu kali serangan. "Lumayan juga." Kataku takjub. Zakky yang kukenal nggak jago-jago amat soal berkelahi berbanding terbalik dengan apa yang kulihat saat ini.

"Berdiri!" kata Zakky tegas. "HAAGGGHHHRR!!" geram laki-laki itu, mengarahkan tinjunya ke atas memutar badan meloloskan tendangan kaki kanannya ke perut Zakky. Zakky melompat ke belakang menghindari serangan. Berlari seketika melompat ke dinding dan mengarahkan serangan tinjunya ke wajah laki-laki itu. Tepat sasaran. Merobohkan tubuh laki-laki itu dan menguncinya dengan menduduki tubuh laki-laki itu, menghajarnya bertubi-tubi dengan kedua tangannya. Wajah laki-laki itu bersimbah darah. Akan tetapi ada serangan bantuan dari arah lain menghantam tubuh Zakky dengan kedua kaki.

Brakk!! Zakky terpental membentur dinding tembok. Orang-orang berteriak histeris, semakin ramai orang yang melihat. Tidak ada yang memisahkan mereka, seakan-akan ini sebuah tontonan. Rupanya dari pihak laki-laki itu dibantu dua temannya. Sama-sama ber Jas merah, mereka dari cabang barat juga. Wah-wah. Main nggak bersih rupanya. Aku sudah memprediksinya. Zakky bangkit dan laki-laki itu diseret ke belakang. Ia sudah tumbang tidak berdaya.

Dua orang itu mulai menyerang dengan dua serangan. Kaki dan tinju. Zakky sempat mengelak tapi serangan bertubi-tubi kaki dan tangan begitu cepat juga tidak semuanya dapat dielakkan. Dua serangan tinju tepat mengenai wajah Zakky.

Mundur, mengambil ancang-ancang. Satu kaki menyerangnya, dengan sigap Zakky menangkap dan menghantamkannya ke dinding menghajarnya dengan satu kali tinjuan. Dari arah belakang ada kaki yang siap menghantam kepala Zakky dari atas. Aku bersiap menunggu momen ini. Meniru gerakan Zakky yang sudah ku lihat, menukik tajam ke atas kaki kananku tepat mengenai kepala laki satu ini. "Kayaknya lu butuh bantuan." Kataku pada Zakky. Zakky masih sibuk menghajar lawannya. Tersengal-sengal. "Huh-huh-huh. Nggak butuh sih sebenernya bisa sendiri." Jawab Zakky. "Songong lu. Kena serang rame-rame aja udah keok." Aku mengambil ancang-ancang membelakangi Zakky. Mereka berdua akan bersiap menyerang lagi. memutari kami ditengah. Mataku selalu fokus apapun yang terjadi aku akan menghalau serangan.

Ini dia. Mereka berlari. Aku menghembuskan napas seperti biasa, kebiasaan untuk tetap tenang apapun yang terjadi. "Udah siap?" tanya Zakky. "Satu pukulan saja, gua nggak mau buang-buang energy." Dalam jarak berberapa meter dari posisi kami, kami langsung bertukar posisi. Zakky di posisiku dan sebaliknya. Mengayunkan tinju yang sedari tadi udah siap menghajar. Melesat menghantam wajah mereka berdua. Kejadian ini diperlambat sepersekian detik mungkin akan jadi adegan epic final battle. Serangan terakhir dan menyelesaikan semuanya.

Ayunan tinju kami mengarah ke bawah menyeret tubuh mereka berdua ambruk ke tanah. Mereka akhirnya tumbang seperti kawan awalnya tadi.

Orang-orang tepuk tangan. Woi ini bukan konser yang bisa dinikmati. Nggak dikasih uang lagian. "Nggak apa-apa kan lu?" tanyaku, Zakky mengusap bibirnya yang memerah. Wajahnya masih sigap. "Santai. Bukan masalah. Gua kira lu nggak bakal bantu. Kalau lu nggak bantu sih gua senang hati ngeladenin tuh orang bertiga. Gak jadi deh gara-gara lu sih." Kata Zakky. "Setidaknya lu terima kasih kek." Aku mengangkat bahu.

Petugas datang terlambat ntuk memisahkan kami berelahi. Mereka menanyakan perihal kejadian. Aku menjawabnya enteng. "Perilaku tidak senonoh mereka mulai. Kami nggak betah melihatnya nggak salah dong kalau ngebelain." Zakky setuju dengan pendapatku.

Petugas memaklumi hal itu. Pelayan tersebut dimintai keterangan dan setuju akan pendapatku.

Aku dan Zakky tersenyum berbalik dari kerumunan meninggalkannya. Beradu jotos kemenangan dari sekian lama tidak merasakan hal semacam ini.

"Udah berantemnya?" katak Heni. Aku tidak mengidahkan pertanyaan itu, lebih memilih duduk. "Udah." Zakky yang menjawab. Ikut duduk. "Apa lihat-lihat?" kataku melotot ketika tahu Iqbal memperhatikanku. Jijik asli lihat mukanya. "Punya mata ngapaian nggak dipake lihat." Kata Iqbal enteng. "Ya nggak usah lihat gua kale. Lihat gadiskek." Celometku asal. Heni sedikit tersinggung. Hanya ia satu-satunya gadisdikumpulan para lelaki ini. Hanya diam dan menundukkan wajah. "Asal aja omongan lu. Dasar." Ketus Iqbal.

Perlu diketahui Iqbal sampai sekarang masih jomblo. Udah stadium akhir dan pernah hampir sekarat akibat penyakit satu itu. Imbasnya ke temen laki sekitarnya. You know lah, what I mean. "Masih sakit nggak mulutnya." Kata Heni pada Zakky. Luka memar dan berdarah di bibir Zakky. Heni mengambil obat dan mengoleskan ke bibir Zakky.

Zakky sedikit mengerang. Terkejut.

"Tahan." Kata Heni pelan. Berhati-hati mengoleskan dan tidak ingin membuat Zakky kesakitan. Aku tahu akna hal itu lebih memilih cuek tidak memperdulikan, menutup mata bersandar pada dinding. Padahal luka sepele tapi kok malah dapet lebih. Dasar tukang cari perhatian. Batinku. Tanpa kusadari aku sendiri yang ikut terbawa suasana. Entah mengapa hati ini terasa panas. Astaga apa yang sedang kupikirkan saat ini. Kenapa malah iri nggak jelas gini yah. Kurang ajar.

Iqbal memperhatikan jam tangannya. "Udah waktunya." Kata Iqbal. Aku menoleh, acaranya mau dimulai? Batinku. "Acaranya Bal?" tanyaku. "Yup." Kata Iqbal.

PENGUMUMAN! BAGI SELURUH PESERTA CABANG HARAP BERKUMPUL DI RUANGAN PUSAT, KARENA AKAN ADA ACARA SEBENTAR DENGAN KEPALA FENRIR. TENTANG TEKNIS PENILAIAN. SEKALI LAGI—

"Masuk yuk!" kata Iqbal. Heni sudah selesai mengobati Zakky. Aku membuka mata, menguap sebentar. Kaali ini mungkin akan membosankan.

Kami bertiga masuk ruangan. Mencari tempat duduk paling ujung kanan belakang. Malas kalau di depan, terlalu nggak nyaman. Akhirnya kami memutuskan duduk dibelakang.

Seluruh anggota dari seleksi awal cabang timur berkumpul tapat disebelah kanan. Tempat kami bertiga duduk. Samping kiri kita dari cabang utara, mengenakan jas warna biru. Wajah-wajah mereka keseluruhan nggak ada yang kenal. "Santai aja. Sallow." Kata Iqbal duduk disampingku. "Apaan sih. Orang lagian lagi lihat-lihat." Kataku ketus. "Udahlah dari wajah lu ketahuan gugup Mal." kali ini Zakky yang meledekku.

Hanya Heni yang duduk diam tanpa menghiraukan dibelakang. "Mulai-mulai." Kataku. "Acaranya nggak dimulai nih." "Heiitts. Jangan ngeles lu. Dasar kebiasaan." Kata Zakky menyikutku dari belakang. "Apanya coba. Huh!" "Ngaku aja kale. Nggak usah ditahan, emang kenapa sih? Ada gadisyang lu suka hah? Siapa? Siapa?" Zakky menaruh curiga. Mengawasi kanan kirinya. Bawah atas juga, mendelik melihatku. Aneh sekali. "Bisa diem nggak sih lu. Bawel mulu kayak anak perempuan." Aku ketus. "Heh siapa yang perempuan. Lu kali, gua cuman memantau siapa dalang dibalik kegelisahan seorang Akmal. Pasti bukan sembarang orang. Ya nggak? Ya nggak?" lagi-lagi Zakky balik menyikut. Aku hanya diam seribu bahasa. Malas menanggapi pertanyaan wawancara super eksklusif dari seorang Zakky. "Diem woi. Mau mulai nih. Sssttt!!" kata Iqbal

Kenapa harus ditempat kami yang terdengar paling risih.

Zakky langsung diam. Ketawa nyengir ke aku. "Mampus lu." Kataku meledek. "Lu juga kali." Jawab Zakky.

"Selamat datang semua!! Di tempat paling ditunggu-tunggu ini." Buka seseorang di depan sana. Suaranya terdengar tidak asing bagiku. "Kok kayak pernah denger ya." Kata Zakky. "Itu Lindow Einsten." Kata Iqbal singkat. Sontak mataku melotot ke arah orang itu. "Einsten?" eja Heni dibelakang. "Benar, itu-"

"Keturunan Gilbert Einsten. Sekarang menjabat jadi kepala fenrir. Biar kutebak, system pemerintahan fenrir menganut system kerajaan. Keturunan sebagai pewaris takhta selanjutnya." Kataku memotong ucapan Iqbal yang ingin menjelaskan. "Benar. Tapi ada satu syarat mewarisi takhta fenrir. Tepat sebelum Gil wafat ia berpesan agar anak turunnya yang akan menggantikan dia dengan syarat harus pantas. Jika tidak pantas maka orang lain yang akan menggantikan. Banyak perseteruan tentang pengganti Gill saat itu. Tapi garis keturunannya sudah membuktikan kalau mereka pantas. Sejauh ini perkembangan dari turun temurun mengalami peningkatan, kemajuan fenrir. Tentang pantas nggaknya itu ditentukan dari prestasi garis keturunan Gill." Jelas Iqbal,

"Lindow?" tanyaku.

"Yang mengusulkan markas dalam bumi dan segala keperluan persiapan umat manusia menuju tahap akhir zaman adalah jasa Lindow." Kata Iqbal. "Kalau lu bal?" tanya Zakky. "Kalau gua ngurusin bagian cabang timur doang. Nggak sampai ke pusat." Iqbal menyandarkan tubuhnya.

"Kalian orang-orang terpilih dari tahap seleksi awal. Selamat dari death simulation, hal yang sepele tapi begitu mempertaruhkan nyawa. Banyak yang lolos dan banyak pula yang gagal. Untuk itu secara pribadi saya menaruh harpan besar pada kalian semua yang hadir di sini, bukan saya saja sih, tapi seluruh umat manusia menaruh harapan besar di pundak kalian calon para God Eater. Bergembiralah, kita di sini dari berbagai belahan dunia. Eropa, Amerika, Afrika, Asia, Australia. Sekarang menjadi satu kesatuan di bawah nama fenrir. Yang ada hanya berbagai divisi cabang. Kalian sudah tahu itu.-" cerama Lindow didepan sana.

Ghhhghhhh. Lama banget. Batinku. aku mulai bosan, menekan jam tangan keluar hologram. Memilih mengirim pesan. 'Ma, kali ini aku akan pulang telat.' Aku kirim ke ponsel Mama. Dari awal aku tidak memberitahukan tujuan pasti kepergianku. Aku hanya bilang ada acara sama Zakky ke sebuah tempat destinasi. Zakky setuju-setuju saja jadi jaminan perkataanku dan bilang ke Mama.

Aku harus menyembunyikannya. Batinku. Menghembuskan napas. Memejamkan mataku, istirahat.

"Kamu nggak bilang ke Mama-mu?" tanya seseorang dari arah belakang. Aku sontak kaget membuyarkan pejaman mataku.

Menoleh kebelakang. Heni rupanya, dengan wajah manisnya bertanya polos dihadapanku, saat aku ketik sms mungkin ia melihatnya dan membacanya. Sebenarnya aku tidak suka dengan hal semacam ini sih. "Sorry nganggetin." "Nggak masalah. *aku membetulkan posisi dudukku* lu tadi lihat tulisan pesan gua?" tanyaku. "Ha'a, nggak sengaja kelihatan." Katanya.

"Nggak sengaja atau sengaja pengen lihat?" tanyaku. "Ehh nggak, beneran aku tadi nggak sengaja. Makanya aku penasaran terus tanya ke kamu."

Sekarang Heni panggil aku kamu. Huhuhu ada apakah ini. Hus-hus-hus. Pergi pikiran buruk. Batinku. "Terus kalau penasaran harus tanya ke aku gitu?" "Ya iya lah, kan penasaran." "Nggak gitu juga kali, kepo boleh, tergesa jangan. Semua gadisgitu ya rupanya." Kataku dengan nada menyinggung. Heni langsung diam seribu bahasa. Ia tahu apa yang ia lakukan adalah salah. Biar bagaimanapun sedeket apapun, privasi tetap privasi. "Yaudah deh maaf." Pinta Heni dengan nada menyesal. Menunduk lesu.

Aku tersenyum. "Bercanda doang kok Hen." Kataku. Heni tertegun dengan apa yang ku katakan barusan. Lindow masih berpidato.

"God Eater salah satu dari pasukan pembasmi aragami. Perlu diketahui, pengalaman sangat penting di sini, keberanian serta tekad tidak gentar dihadapan monster tersebut. Pelatihan memang perlu dalam teknologi kita saat ini. Maka dari itu, pengalaman bertempur kalian harus kita seleksi dalam sebuah tim lebih lanjut. Untuk teknis tersebut akan dibacakan setelah ini. Cukup sekian salam pembuka dari saya. Pesan saya, tetaplah jujur meski hal itu akan membawamu dalam ambang kematian. Jangan gentar dihadapan musuhmu, tunjukkan kamu siap bertempur. Lawan selagi bisa, dan manfaatkan kesempatan untuk bertahan. Demikian, sampai jumpa God Eater. Selamat pagi!"

"Pagi!!" serentak kami menjawab. Riuh tepuk tangan terdengar menggelegar di gedung ini.

Lindow pergi digantikan pembawa acara. "Baik. Kali ini kalian akan berkenalan dengan empat jenderal besar markas fenrir. mereka adalah orang-orang terpilih secara langsung diangkat oleh ketua fenrir sendiri. Tidak sembarang God Eater bisa menduduki posisi ini. Oleh karena itu, sambutlah!!"

Tepukan tangan riuh kembali

"Yang pertama. Jenderal Utara!! Yang terhormat Jenderal Xin!!"

Pria jangkung dengan rambut sebahu coklat gelap, topi berbulu ungu, mata biru, dan bekas luka di wajahnya. Dia memakai celana gelap dan jaket ungu keluar dari menyambut kami, tersenyum simpul dan melambaikan tangan.

"Kemampuannya tidak diragukan lagi, salah satu God Eater yang masuk sepuluh Top God Eater. Menyelesaikan misi dengan predikat A bersama tim yang ia pimpin. Dan mendapatkan predikat S+ untuk misi seorang diri. Total pertempuran keseluruhan yang pernah ia terjuni empat ribu dua ratus tiga pertempuran. Misi yang terkenal hingga mengharumkan namanya adalah misi menghabisi empat ratus aragami Zeus yang notabenya aragami tipe besar seorang diri. Bisa dibayangkan kan gimana mengerikannya kemampuan Jenderal satu ini." Kata pembawa acara semangat. Tepuk tangan riuh terjadi menggema di seluruh ruangan gedung ini.

"Gila banget, bukan kaleng-kaleng sih." Kataku takjub. "Hmmmm… lumayan-lumayan." Kata Zakky termanggut-manggut. "Lumayan-lumayan doang kata lu. Susah tahu lawan satu jenis Aragami Zeus. Tipe besar. Apalagi bukan aragami darat." Kataku sewot.

"Tipe terbng kata lu?" tanya Zakky.

Aku menekan jam tanganku, mencari data base aragami yang kumaksud. Muncul gambar Aragami Zeus, data statistic tipe penyerangan, kekuatan, dan kecepatan terbang berapa kelometer per jam. Hampir penuh untuk ukuran aragami tipe besar. Memang tidak bisa diremehkan kalau berhadapan dengan mereka, apalagi aku belum bertemu mereka. "Nih lihat." Kataku pada Zakky memberikan hologram yang bisa dipindah tangankan sesuka hati. Zakky melihatnya. Membaca sekilas dan ber-waw setelahnya.

"Bukan main. Bukan main. Gua tarik kata-kataku tadi. Emang bener kata lu sih. Apalagi jumlah aragami yang jenderal lawan bukan hal yang remeh. " kata Zakky.

Jenderal Xin melambaikan tangannya ke kami, senyum ramahnya begitu berkesan pada kami. Dari postur tubuhnya ia cocok sekali dipanggil om-om karena usianya yang terbilang yah udah mateng lah. Jenderal Xin duduk di tempat yang sudah disediakan. "God Arc yang ia pakai tipe jarak jauh. Supernova God Arrow V.2. Tingkatan terakhir dari First God Arrow. Menguasai Blood Arc dan ahli dalam strategi."

Aku tertegun mendengar penjelasan. Tipe jarak jauh sama sepertiku. Ditambah lagi ahli dalam strategi. Nggak salah ia jadi jenderal. Batinku.

"Tipe yang sama kayak lu Mal." kata Zakky.

"Benar. Mungkin gua bakal belajar sama tuh orang." Kataku.

"Yang kedua Jenderal dari wilayah yang berlawanan jenderal tadi. Dari markas pusat tepatnya, berangsur angsur berganti mulai dari God Eater pertama hingga sekarang. Punya hubungan guru dan murid dengan legenda God Eater pertama. Sambutlah!! Jenderal Selatan. Jenderal Alex!!!"

WOWW!!!

Axel? itu anak kecil yang diceritain Dr Sakaki dahulu kah. God Eater Ivan pernah bertemu anak kecil bernama Axel dalam ceritanya. Pikirku melihat Jenderal Axel masuk. Pria gagah berkulit putih, memiliki mata hijau tua berambut pirang tertata rapi. Ia mengenakan jas Putih khas fenrir. Masih terlihat muda dan cool. Persis apa yang diceritakan Dr. Sakaki sewaktu ia kecil dulu. Benar, itu dia. Batinku. "Kenapa Mal?" tanya Zakky membuyarkan lamunanku. Aku menoleh ke arah Zakky, menunjuk Jenderal Axel yang berjalan di depan sana tersenyum. "Kenapa?" tanya Zakky.

Aduh ni anak. Nggak paham juga. Risihku dalam hati. Ingin rasanya ku jitak dahi anak ini. "Itu Axel yang diceritain Dr. Sakaki. Ingat nggak lu?" kataku. Zakky mengkerutkan dahinya, berpikir keras. Mencoba mengingat. Diam sejenak. "Siapa ya?" tanya Zakky sekali lagi.

Aku tampar wajahnya.

Kuharap ia bangun tidur. "Sakit tahu. Lu kenapa sih." Kata Zakky. Aku baru ingat, Zakky kan tidur waktu Dr. Sakaki cerita. Ahh bodo amat pura-pura nggak tahu. Batinku mendadak bodoh. Memasang tampang nggak tahu. Menyalahkan Zakky.

"Tuh orang muridnya Ivan. God Eater pertama dalam sejarah. Lu pasti tahu kan tentang orang satu ini." Jelasku. Aku sedikit gugup. Soalnya aku yang salah kali ini. Sorry-sorry Zak. Maafin gua. Batinku.

Zakky manggut-manggut.

Bagus!! Tuh anak nggak nyadar sama sekali.

"Oooooo. Hebat juga ya, guru sama murid sama aja." Kata Zakky. aku menghela napas. Duduk tenang.

"Usianya masih muda saat ini menjabat sebagai Jenderal Selatan. Pasukan inti markas pusat. Termasuk dari Top God Eater hingga sekarang. Salah satu dari jenderal termuda yang dimiliki fenrir. Banyak pertempuran telah ia selesaikan. Tiga ribu Sembilan ratus pertempuran dengan tim dan selalu mendapatkan predikat 'A' mendapat predikat S+ untuk misi seorang diri. Gaya bertarunnya unik dan menjadi ciri khasnya sendiri. Menggunakan God Arc tipe menengah. God Spear. Mendapat julukan tombak tuhan dari selatan. Kalian pasti sudah mengetahuinya."

"Wew. Sampai dapat julukan lagi. Keren, keren." Kagum Zakky.

Jenderal Axel duduk disebelah Jenderal Xin. Tersenyum ramah dengan teman satunya. Meski berbeda umur keduanya tampak akur. Jenderal Axel begitu menghormati Jenderal Xin.

"Misi yang paling terkenal dari Jenderal Axel sebelum menjabat ialah membantai habis seribu aragami Dyaus pita seorang diri dalam pertempuran dua hari dua malam yang menyerang markas pusat Fenrir di kutub selatan. Atas pencapaiannya itu ia dianugrahi gelar pahlawan sekaligus diangkat menjadi Jenderal Selatan."

Pembawa acara itu ngos-ngosan.

"Tidak hanya itu saja, siapa sangka kalau Jenderal Axel juga memiliki adik yang juga menjabat menjadi Jenderal." Kata Pembawa Acara mulai semangat lagi.

Semua orang bertanya-tanya. Jenderal Axel punya saudara? Bukannya ia anak tunggal. "Lu tau nggak Mal?" tanya Zakky kepadaku. Aku berpikir. Kalau demikian jenderal yang tersisa hanya jenderal barat dan jenderal utara. Jenderal Alex dan Jenderal Mahyan. Setahuku, Jenderal Mahyan nggak punya hubungan apapun dengan Jenderal Axel, hanya sebatas kawan sesama Jenderal. "Kurasa-" aku hendak menjawab akan tetapi langsung dipotong oleh Heni.

"Jenderal Alex." Jawab Heni singkat. Ia berpikiran sama sepertiku. Nggak susah-susah amat sih nebak siapa saudaranya. Tapi kenapa Zakky nggak tahu akan hal itu ya. Entahlah

"Nah betul." Tambahku. Zakky ber-Ooo sebentar.

"Mari kita sambut adik dari Jenderal Axel. Jenderal Alex!!!" teriak pembawa acara lantang sekali hingga menusuk gendang telingaku.

Sesuai perkiraanku. Batinku.

Dibelakang muncul Jenderal Alex, berjalan dengan tersenyum. Astaga masih muda sekali. Kagetku. "Nggak salah tuh itu jenderal? Kok rasanya umurnya setara degan kita ya." Kata Zakky lagi-lagi.

Seorang pemuda dengan rambut pendek coklat gelap dan mata cokelat. Dia mengenakan jaket merah dengan t-shirt oranye, ikat pinggang hitam, celana putih dengan garis-garis, dan sepatu kets hitam-merah.

Yang pasti dari Jenderal Alex memiliki wajah hampir mirip dengan Jenderal Axel. Yang membedakan hanyalah Jenderal Alex tampak lebih muda dari Jenderal Axel. Lesung pipi Jenderal Alex ketika tersenyum juga beda dengan Jenderal Axel.

"Keren banget." Kali ini Heni yang kagum. Aku berdehem, tersendat. Dalam hati ku berkata, Wajar sih, punya tampang rupawan, cerdas, cerdik, dan memiliki pangkat tinggi. Gadismana yang nggak tertarik sama orang kayak gini. Aku disikut Zakky. "Lu cemburu ye." Kata Zakky berbisik. Aku salah tingkah. "Maksud lu apaan, gua nggak ngerti." Kataku ngeles. Mencoba mengalihkan perhatian dengan kembali menatap ke depan.

Tidak bisa, Zakky udah hafal banget gerak-gerikku kayak gimana waktu marah, sedih, baper, dan cemburu. "Ngaku aja, gua tahu dari reaksi tubuh lu saat Heni bilang Keren banget." Zakky memperagakan mimic wajah Heni ketika mengucapkan kata-kata tersebut, ditambah gaya yang berlebihan seperti menggoyang-goyangkan badannya manja. "Apaan sih, jijik woi lihat lu gituan." Bisikku sedikit menekan nada bicara. Maksud dari reaksi tubuh itu bagaimana? Ada gerakan tubuh gitu kalau mau kentut? Seperti gerakan tari lilin atau jaran kepang sambil meringik-ringik gitu? Aneh sekali memahami bahasa dari Zakky. Ehem.

"Hilih. Nggak mau ngaku. Jual mahal lu." Aku tersendat beneran kali ini. Batuk-batuk sebentar. Ni orang minta keselek bangku kali ya. Ngeselin amat. Aku mengatur napas agar tenang. Lu pikir gua barang dagangan gitu? Sewaktu-waktu bisa diskon besar-besaran. Kan kepet.

"Brisik lu." Kataku singkat.

"Dua bersaudara yang sangat berbakat. Tidak jauh dari prestasi Kakaknya Jenderal Alex juga memiliki kisah heroiknya sendiri. Prestasi yang juga tak kalah dari sang Kakak, kemampuan yang tidak bisa dianggap remeh. Dua kakak beradik ini juga mendapat julukan A Brother, atau Amamiya Brother. Julukan ini diberikan lantaran kedekatannya dengan God Eater pertama hingga mengambil nama belakangnya. Legenda Ivan Amamiya. Mendapat predikat A dalam misi tim, dan S+ untuk misi seorang diri. Total pertempuran yang ia alami tiga ribu tiga ratus dua puluh lima pertempuran. Menggunakan Dual Sword God Arc tahap akhir. Ahli dalam serangan kejutan dan cerdas memperhitungkan presentase kemenangan. Bakat yang tidak kalah dengan Kakaknya. Misi yang paling membekas dalam sejarah Fenrir adalah, Menghabisi ratusan aragami Corosife Hanibal bersama sang kakak dalam pertempuran tiga hari dua malam. Hal itu menimbulkan bencana karena puluhan God Eater terbantai karena ulah aragami satu ini."

"Ratusan Corosife Hanibal?" kataku takjub. "Kenapa?" tanya Zakky. "Itu bukan aragami yang mudah dikalahkan karena berberapa hal, setidaknya berberapa aragami tipe besar lainnya dikalahkan menggunakan kekuatan serta ketepatan. Atau bahasa mudahnya selain Hanibal aragami lain nggak punya kecerdasan." Jelasku.

"Jadi maksud lu."

"Benar, Hanibal memiliki kecerdasan diantara aragami lainnya, aragami tipe ini biasanya dihindari untuk berberapa alasan. Melawan satu saja serasa lawan manusia dengan kecerdasan memilih menghindar dan berbalik menyerang. Orang lawan orang lah gampangannya. Kecerdasannya saja bikin repot, belum ditambah kekuatan serta kelincahan, ketepatan dalam menyerang dari aragami satu ini. Keren banget ketika dua Jenderal ini bisa melawan ratusan ekor Corosife Hanibal." Jelasku.

Iqbal sedari tadi diam mendengar penjelasanku mulai ikut menambahkan. "Nggak cuman itu doang. Aragami Hanibal dibedakan menjadi dua Hanibal tipe biasa dan Corosife Hanibal. Kelebihan yang dimiliki Hanibal penjelasan lu itu termasuk Hanibal tipe biasa aja." Jelas Iqbal.

"Jadi kalau Corosife Hanibal?" tanya Zakky

"Corosife Hanibal itu evolusi dari Hanibal biasa, V 2.0 sebutannya. Kalau Hanibal tipe biasa bisa membuat porak poranda sedemikian parah, apalagi Corosife Hanibal yang notabenya bentuk lebih sempurna dari Hanibal." Iqbal menyandarkan badannya. Menekuk lutut.

"Gila. Nggak bisa bayangin gua betapa hebatnya Dua A Brother itu." Kataku.

Aku menghembusakan napas, mataku terpejam.

Jenderal Alex duduk disamping kakaknya. Tersenyum ramah pada Jenderal Xin dan senyum meledek ke Kakaknya. Jenderal Axel kurang suka dan menjitak kepala Jenderal Alex. Sumua peserta masih semangat-semangatnya, bersorak-sorak meriah. "Ngomong-ngomong God Arc lu dan Heni adalah tipe tombak dan dua bilah pedang." Kataku. Pada Heni dan Zakky. Zakky memilih tipe dua bilah pedang dan Heni entah mengapa selera kewanitaanya nggak ada sama sekali, ia memilih tombak sebagai God Arc-nya.

Zakky dan Heni menoleh

"Bener, gua dari tadi juga kepikiran gitu. Jenderal Alex udah masuk tahap akhir dari God Arcnya, sedangkan gua masih tahap awal. Jadi besar kemungkinan ada istilah upgrade pada God Arc masing-masing." kata Zakky.

Iqbal menyela pembicaraan.

"Nggak, bukan gitu. Maksud dari tahap akhir itu Skill dari God Arc dan Blood Arc. Semakin tinggi tingkat penguasaan God Arc dan Blood Arc lu maka semakin banyak kekuatan yang bakal lu dapet. Untuk masalah design God Arc. Masing-masing orang udah punya design-nya masing-masing." jelas Iqbal.

"Jadi nggak bisa ganti design dong Bal." kata Zakky.

"Bisa. Kalau lu mau bisa dirubah, tapi menurut kebanyakan orang apalagi dimata pada Jenderal, design itu nggak penting. Yang terpenting itu kemampuan membunuh lu. Semakin ganas semakin baik. Percuma dong punya senjata bagus tapi nggak bisa maksimalin potensi senjata lu. Lu pasti udah tahu lah apa yang gua omongin." Jelas Iqbal.

"Gua setuju sih." Kataku singkat.

"Baiklah!! Untuk jenderal terakhir yang akan kalian kenal adalah Jenderal paling berbakat dan luar biasa kisah heroiknya. Pemimpin para Jenderal kalau boleh dibilang. Pemegang puncak Top God Eater. Kharismanya begitu tenar dimata semua orang. Banyak orang begitu mempercayai Jenderal satu ini. Kepemimpinannya nggak diragukan lagi. mendapat julukan Dewa Kematian Hitam. Jika ada dia, semua pasti akan aman.

Sambutlah!! Jenderal timur, Jenderal Mahyan!!!"

"Nah, ni orang nongol juga akhirnya." Kataku, Tepuk tangan sangat meriah melebihi tepukan-tepukan sebelumnya. Jenderal Mahyan keluar menyapa kami semua. Melambaikan tangan dan tersenyum. "Yo semuanya!!"

WOWW!!!

Pria berkulit putih dengan rambut hitam yang menggantung di mata kirinya ini memang bukan main. Meski usianya di atas dua Jenderal bersaudara, penampilannya tidak kalah dari mereka. "Jenderal Mahyan bukan sembarang jenderal, Ia satu-satunya orang yang membawa fenrir di kemenangan ketika semua Jenderal nggak mampu melawan.�� Kata Iqbal. Zakky mendengar itu tampak antusias. "Semua Jenderal pernah kalah?" tanya Zakky. Sepertinya ada suatu rahasia yang nggak dipublikasikan ke khalayak umum.

Iqbal enteng menjawab. "Pernah. Dahulu ketika semua nggak ada harapan."

"Jenderal satu ini mendapat predikat A+ untuk semua misi dengan tim dan S++ untuk misi seorang diri. Total pertempuran yang pernah ia geluti kurang lebih lima ribu empat ratus sebelas. Ciri khas kepemimpinan yang tidak formal, lebih mengarah pada keselamatan rekan satu timnya membuatnya begitu dikenal banyak orang. Pengguna God Buster Arc tahap awakening. Serta Blood Arc tahap akhir nggak bisa dipungkiri kalau ia berbakat diantara Jenderal lainnya." Jelas Pembawa acara penuh semangat sedemikian kalinya.

"Kok kesannya terlalu berlebihan ya." Kata Heni.

Benar juga sih.

"Nggak tahu, mungkin ia terlalu nge-fans sama Jenderal Mahyan." Kataku. "Gila, begitu terkenalkah ia. Wihh bukan main-bukan main." Kata Zakky geleng-geleng. "Gimana nggak terkenal setiap misinya aja selalu dapat terbaik. Lu tahu sendiri kan tadi." Kata Iqbal.

"Pernah membantai ratusan ouroboros seorang diri. Mengatasi bencara penyerangan cabang timur bersama tim gabungan. Menjadi pemimpin pasukan aliansi saat perang melawan aragami enam puluh tahun, mengalahkan ribuan Hanibal hanya berbekal God Arcnya saja selama dua hari. Pemegang no satu Top God Eater berturut-turut. Satu-satunya God Eater dengan tahap God Arc awakening." Kata pembawa acara.

"Awakening itu apaan Bal?" tanya Zakky. Iqbal berpikir sekilas.

"Peningkatan tahap level. Hanya bisa dilakukan berkat gen kecocokan God Arc, ditambah penguasaan God Arc harus tahap akhir, pengalaman juga diperhitungkan dalam hal ini. Jadi bukan sembarang orang bisa memasuki tahap awakening."

"Berapa umurnya?" tanyaku pada Iqbal. Iqbal melihat ke arah Jenderal. Berpikir sebentar. "Kurang lebih Sembilan puluh menurut perhitungan, tapi karena efek Sel oracle tubuh fisiknya mengalami perlambatan hingga tampak seperti usia dua puluh Sembilan hingga tiga puluh dua." Kata Iqbal. nggak kaget sih, kalau pengalamannya dalam bertempur bukan main. Batinku. "Peretempuran melawan Golden Vajra, Marduk, Vallen Gboro-Gboro, Arda Nova, Dyaus Pita, dan masih banyak lagi. Semuanya pernah ia lawan seorang diri. Benar-benar kekuatan yang tak terduga. Untuk menutup sesi perkenalan para Jenderal kita persilakan Jenderal Mahyan untuk memberikan sepatah atau dua kata lebih menyambut God Eater baru dimasa depan. Silakan."

Jenderal Mahyan berdiri dari tempat duduknya. Tersenyum, melambaikan tangan. Melihat kami semua dengan tatapan optimis. "Salam untuk kita semua, semoga kalian dalam keadaan sehat. Sebenarnya nggak banyak yang akan aku sampaikan. Yang kalian dengar tentang prestasi-prestasi membanggakan atau apalah itu, menurutku itu hanya omongan belaka. Percaya atau tidak, aku nggak se keren yang kalian pikirkan. Ketika Lindow memintaku menjadi Jenderal sebetulnya aku enggan menerima. Bagiku ini sebuah musibah. Tapi entahlah ia begitu mengemis dihadapanku, jadinya kasihan dan yah aku terima sajalah-"

Lindow mendengar itu langsung menoleh. Mengepalkan tangannya ke atas seakan berbicara, kurang ajar lu yan, awas aja nanti lu. Pikirku.

"Aku bukanlah siapa-siapa, tapi yang terpenting bukan tahu hendak seperti apa kita, tapi tahu siapa sebenarnya diri kita. Menjadi petarung bukan sebuah alasan untuk menganggap kita sibuk, dan tinggi derajat. Justru sebaliknya, kita berjuang untuk rakyat. Melindungi yang lemah dengan segenap kekuatan dan tekad. Percayalah suatu saat keadaan akan berbalik pada siapa yang bertekad. Dulu sejak kecil aku sangat mengaggumi seorang pahlawan. Bukan karena keren dan menakjubkan. Tapi kegigihan dalam mencapai usaha itu yang selalu kukagumi ketika mendengar kata 'pahlawan'. Untuk kalian generasi selanjutnya, aragami sekarang berada didepan mata, peperangan tidak akan terelakkan. Itu pasti. Berusahalah dengan sekuat tenaga, bukan karena ingin menjadi keren tapi karena ada yang perlu dilindungi. Jangan egois, jangan merasa telah mengangkat puluhan ton beban berat. Ingatlah hal ini jika kau berpikiran demikian. Bersiaplah menghadapi kehancuran. Kalian tidak sendirian, teman-teman kalian masih ada. Jangan pernah berpikir untuk menanggung semuanya. Jika tidak bisa, berikan padaku. Jika aku tidak bisa, aku akan berikan kepada Xin, jika Xin tidak bisa akan diberikan ke Axel. begitu seterusnya. Kita kuat karena bersama, karena kita tahu kita bukanlah siapa-siapa tanpa ada kata 'kita'. Sekian."

Semua termenung, hening berberapa saat.

Jenderal Xin berdiri mulai tepuk tangan. Diikuti riuh tepuk tangan lainnya. Saling sambung menyambung. Jenderal Axel dan Alex juga ikut berdiri memberikan tepuk tangan. penonton paling depan ikut berdiri, beriringan lama-kelamaan semua hadirin berdiri. Aku, Zakky, Iqbal, dan Heni juga ikut memberikan tepuk tangan paling meriah.

Jenderal Mahyan berbalik turun.

"Kalau urusan motivasi lu nggak ada duanya sih." Kata Jendarl Xin. Beranjak menyalami Jenderal Mahyan. Jenderal Axel dan Alex juga demikian. "Biarpun singkat satu menit. Tapi efeknya satu kehidupan. Lumayan." Kata Jenderal Alex. "Lex, bersikaplah hormat pada senior." Kata Jenderal Axel melihat tingkah adiknya ini. "Hahaha. Boleh juga omongan lu bocah." Ejek Jenderal Mahyan mengusili. Jenderal Alex hendak marah. "Heits-heits ingat. Siapa di sini yang paling muda. Bukan ejekan tapi kenyataan. Jadi lu harus patuh sama senior lu." Kata Jenderal Mahyan.

Jenderal Xin dan Axel hanya geleng-geleng melihat tingkah kedua Jenderal ini. Meski terlihat dewasa keduanya masih seperti kanak-kanak. "Yan. Udahlah. Cari ulah lagi lu." Kata Jenderal Xin. Jenderal Axel menenangkan adiknya. "Kita buktikan lewat adu pedang woi!!" teriak Jenderal Alex.

Jenderal yang hendak pergi kembali menoleh. "Heits udah lupa rupanya. Udah pertandingan keberapa kali ini lu masih mau nantangain duel. Kira-kira berapa kali Xel?"

Jenderal Axel hanya menunduk melihat tingkah adiknya. "Seratus lima puluh tiga, kalau ini terjadi ketambahan satu jadi seratus lima puluh empat." Katanya.

"Yup, dan itu lu nggak ada yang menang. Paling mentok bikin gua harus ngeluarin teknik andalan. Selain itu nggak ada. Yakin masih mau duel? Tapi malas ahh. Mending tidur. Lihat potensi calon God Eater lebih menarik ketimbang ngeladenin lu." Kata Jenderal Mahyan meledek. "Yan, udah." Kata Jenderal Xin disampingnya. Diantara semua jenderal hanya Jenderal Xin yang lebih bijaksana.

Jenderal Alex sedari tadi ingin meluapkan amarahnya akhirnya tertunduk pasrah. Memang benar apa yang dikatakan Jenderal Mahyan. Ia sama sekali belum pernah menang dalam duel.

Pembawa acara tersebut mengambil alih lagi. "OK!! Berlanjut ke sesi berikutnya. Dalam sesi ini akan dibacakan teknisi pertandingan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi setiap orang, larangan-larangan yang apabila dilanggar akan langsung didiskualifikasi. Tidak ribet dan susah. Kalian MENGERTI?!!!" teriak pembawa acara.

NGERTI!! Teriak kami.

"Aduh sakit telingaku." Kataki merintih memegangi daun telinga. Bagaimana tidak teriakan Zakky dari arah samping harus tepat mengenai daun telingaku. Astaga. "Jangan deket-deket lah Zak. Haduh." "Maaf gua terlalu bersemangat. Wajar." Kata Zakky. Aku cemberut, telingaku masih sakit.

"Untuk persyaratannya, setiap perlombaan akan ditentukan lawan masing-masing dari kalian. Utuk lebih jelasnya kalian bisa lihat lawan kalian secara spesifik di jam tangan-"

Aku mengecek jam tanganku. Kim Ho. Nama dari lawanku. Tidak jelas siapa dia, seperti apa pola kekuatan serta pengalaman bertarungnya. Yang jelas kami buta untuk tahu lawan kami secara individu.

"Hanya boleh menggunakan God Arc masing-masing, pertempuran jarak jauh, jarak dekat boleh menggunakan tangan, kaki, atau anggota badan sejenisnya. Lawan dianggap gugur apabila keluar dari arena pertempuran yang telah disediakan, pingsan, atau menyerah. Tidak ada armor yang melindungi tubuh peserta. Jika pertandingan melewati batas waktu pertandingan maka akan diputuskan ingin meneruskan pertandingan atau menyerah kalah dari masing-masing peserta. Tidak ada yang namanya kecurangan, jikalau ditemukan sebuah kecurangan maka seketika itu scan pemindia proteksi akan menyatakan gugur, jadi jangan macam-macam karena perandingan ini berbasis teknologi. Untuk masalah cedera dan luka jangan khawatir, di sini ada Xpork Medic System. Secara otomatis jikalau tubuh kalian terluka parah atau sekarat secara otomatis pertandingan akan berhenti dan dinyatakan kalah. Tim medis markas pusat berada di sini. Jadi tidak perlu khawatir kalian bisa bertarung sesuka hati." Jelas pembawa acara.

"Sadis. Tapi itulah sistemnya." Kataku. "Sampai sekarat katanya. Serem, tapi menarik. Baiklah aku akan menjalaninya." Kata Zakky. Kali ini aku khawatir pada Heni, bagaimana tidak ia seorang perempuan, "Jangan ngeremahin aku Mal." katanya barusan. Kok dia bisa tahu pikiranku. Batinku. "Aku tahu dari tatapan kamu." Katanya lagi. Sekarang aku diam.

"Beneran nggak masalah. Lawannya rata-rata laki semua." Kataku menatap Heni. "Sukurlah lawanku juga perempuan. Jangan khawatir, kamu tahu sendiri permainan tombakku bagaimana saat latihan." Aku sedikit lega mendengar penjelasan Heni. Gaya bertarun Heni dengan spear nya nggak dianggap remah. Aku pertama kali latihan dengannya juga terkaget-kaget. Lincah banget mainnya, licin. Untuk aragami sekelas vajra ia bisa menumbangkannya dalam enam sampai delapan serangan. Lumayan untuk tingkat perempuan.

"Ok lah, gua percaya. Jaga diri lu." Kataku. "Wah nggak adil nih, nggak adil. Masak Cuman heni aja yang lu perhatiin sedangkan sahabat terlupakan lu ini malah lu lupain. Benar-benar jahat lu Mal." Zakky mulai ber-akting lagi. Aku menatapnya dengan wajah datar, "Apaan sih lu Zak. Nggak lucu." "Emang siapa yang ngelawak coba." "Nah tuh tingkah lu bikin jijik orang aje."

"Lah oleh karena itu alangkah baiknya lu juga peduli sama gua. Ya kan." Kata Zakky. Buru-buru aku menjawab.

"Ogah."

"Mal!!!" rengek Zakky.

"OKAY!! SETELAH KALIAN PAHAM, NGGAK BANYAK OMONG MARI KITA MASUK KE DALAM AREA!! YEEEHHHUUAAWWW!!!" teriak pembawa acara lagi.

Getaran seperti gempa terjadi. Terasa hingga semua orang di ruangan ini merasakannya. Posisi duduk kami berpindah. Atap terbuka lebar menyajikan pemandangan langit. Seluruh tempat begeser memekar, dari tengah muncul lapangan dengan rumput hijau. Persis mengatur posisi hingga terbentuk seperti stadion dengan kami sebagai penonton. Entah mengapa ruangan yang seperti gedung itu sekarang berubah menjadi stadion megah. Di atas sana terdapat ruangan khusus para jenderal. Mereka duduk dibalik kaca melihat ke arah bawah. Ramai dan penuh sorak.

Benda melayang diudara yang bentuknya mirip helikopter tampak meliput kami. "Selamat datang di battle area." Kata Iqbal. "Tempat yang awalnya lu kira gedung membosankan pastinya, sekarang lihat. Mendadak menjadi stadion."

"Apa cuma bangunan gedung ini ya? Nggak punya tempat gitu kek buat bangun stadion, ngapain harus di bawah tanah juga." Kataku. "Gua kira Cuma bo'ongan ehh ternyata bener apa kata lu Bal. Jadi stadion cuyy." Kata Zakky. "Bukannya nggak punya tempat, tapi di sini serba mudah. Kalau ada yang mudah ngapain bikin yang repot. Udah Zaman classic Mal. Seperti yang dilakukan manusia permukaan."

Aku merasa terganggu dengan omongan Iqbal

"Lu juga dari permukaan kali." Kataku. "Dulunya, sekarang nggak." Balas Iqbal.

"SELAMAT DATANG SEMUANYA. GIMANA? KEREN BUKAN. SUDAH PASTI, NGGAK PERLU LAGI MEMAKAN TANAH YANG LUAS UNTUK SEKEDAR MEMBANGUN ARENA PERTANDINGAN. HANYA SATU LOKASI SAJA BISA DIUBAH BANGUNANNYA SESUAI KONDISI DENGAN ADANYA TEKNOLOGI.

KALIAN SUDAH PAHAM BUKAN, APA YANG SUDAH KUBICARAKAN AWAL TADI. UNTUK PEMENANG PERTANDINGAN AKAN DINILAI OLEH PARA JENDERAL. SETIAP JENDERAL YANG MENGINGINKANNYA UNTUK MASUK UNIT PASUKAN KHUSUS MILIKNYA AKAN MENGACUNGKAN TANGAN. JIKA SEMUA JENDERAL MENGANGKAT TANGAN MAKA KEPUTUSAN INGIN IKUT JENDERAL SIAPA TERSERAH PESERTA."

"KALIAN PAHAM?"

Suara riuh semangat kembali terdengar.

Yeaayy!!!

Aku mendengar penjelasan tadi sedikit gugup. Mencoba sesantai mungkin, mengerahkan segenap kekuatan hasil dari latihan. Semoga nggak nglakuin banyak kesalahan. Batinku. Aku melihat tangan Zakky mulai menggenggam erat. Tampaknya ia juga gugup. Heni juga demikian. Wajahnya menatap fokus.

"NGGAK USAH BANYAK OMONG MARI KITA SAMBUT!! PERTANDINGAN AWAL. KIM ARA MELAWAN NI CHOU!! PERTANDINGAN AKAN SEGERA DIMULAI!!"

Dari lorong utara keluar pria berambut panjang menutupi bahu, berkulit putih langsat mengenakan jas warna merah, dari cabang barat. Bermuka masam berjalan ke tengah lapangan.

Dari lorong selatan juga keluar pria berkepala botak, berkulit cokelat. Mengenakan jas biru, dari cabang utara. Mukanya serius.

"Nggak bisa santai gitu? Mukanya ngeselin amat." Kata Zakky disebelahku. Aku tidak menjawabnya dan memilih lebih fokus melihat pertandingan yang segera berlangsung. Perdana nggak boleh terlewatkan. "BAIK!! SIAP!! SATU."

Mereka membuat ancang-ancang. Kuda-kuda keduanya mulai terbentuk, mengeratkan tangan masing-masing henda bertarung. Atau lebih mirip hendak tawuran ya? Entahlah yang jelas hal yang tidak diinginkan akan terjadi.

"DUA!!" God Arc mereka keluar. Pengguna pedang besar untuk cabang barat dan pengguna dua bilah pedang dari cabang timur. Tidak lekas menyerang mereka masih menunggu aba-aba pertandingan resmi dimulai.

"SATU!!"

Melesat secepat kilat keduanya beradu bedang untuk pertama kali. TINGG!! Suara dentuman ketiga bilah pedang berhadapan. Ku kira pedang besar akan memenangkan duel pedang tetapi kemampuan pengguna dua bilah pedang juga nggak kalah hebat. Menahan serangan besar dan sekejap menghindari serangan beruntun dari lawannya. Dengan lincah pria botak tersebut menghindarinya. Mungkin karena pedang yang ia gunakan relative ringan ketimbang apa yang digunakan lawannya.

Satu serangan membabi buta lagi ia tangkis dengan pedang kirinya. Karena tidak kuat menahan hanya satu pedang ia terpelanting, tapi tidak terkena hempasan damage ia justru memutar badannya di udara mencba mengimbangi kekuatan dengan kecerdikan. SLASS!!

CRASSHH!! Darah bercucuran.

Semua penonton terpukau. Ber-hah melongo melihat serangan barusan. Rupanya tangan kanan pengguna pedang besar terkena serangan, darah bercucuran. Memegangi tangan kanannya. Rupanya orang berkulit putih itu kesakitan. Ingin menambah serangan penghabisan orang berkepala botak itu melompat tinggi ingin menghujankan pedangnya sekali lagi memastikan kemenangannya. "Dia tersenyum." Kataku menyelidik. Tatapan detik terakhir yang kulihat tampaknya pria perkuit putih itu sudah merencanakan semua ini. "Apanya?" tanya Zakky. "Orang dari cabang barat itu." Kataku. Orang tersebut tersenyum bukan menerima kekalahannya, tapi.

Orang berkulit putih mengayunkan pedang besarnya ke tubuh pria botak tersebut. Tubuhnya langsung terpental jauh menabrak dinding beton. Kepulan asap menghiasi kejadian setelah itu. Pedang itu mendadak menghisap darah penggunanya. Aku tertegun melihatnya. "Itu apa?" tanya Heni. Rahasia apa lagi ini. Batinku. Orang berkulit putih itu merenggangkan otot lehernya. Bersiap menyerang lagi. kini tangan kanannya kembali pulih.

"Itu keunikan God Arc miliknya." Kata Iqbal.

"Miliknya?" tanya Zakky.

"Setiap God Arc memiliki keunikan masing-masing tergantung penggunanya. Nggak semuanya sama, pasti God Arc didisign seperti itu. Nggak Cuma penampilan, tapi kemampuannya juga bisa berubah. Benar kan. Bal?" sahutku memotong pembicaraan. Iqbal menyandarkan tubuhnya kembali, menghembuskan napas memejamkan mata. Mengangkat bahu. Itu tandanya ia setuju dengan pendapatku. Seberti biasa.

Pria kulit putih itu bergerak lari membalas serangan yang diberikannya tadi. BLURR!!! Hantaman mengenai tembok. Kepulan asap bertambah lagi. Tidak ada orang di sana. Pria itu kebingungan sebentar. Seharusnya serangan yang ia berikan akan berdampak serius bagi lawannya. Tepat mengenai perut bukan perkara yang bisa diremehkan. Lumpuh berberapa saat manjadi kemungkinan setelah itu juga. Tapi pria botak tersebut menghilang entah dimana.

"Game Over." Kataku singkat melihat pertandingan tersebut.

Tepat dibalakang pria kulit putih itu sudah siap pria berkepala botak mengeluarkan teknik andalannya. Dari sekujur tubuhnya sudah bersimbah luka, darah dimulutnya salah satu bukti kalau sekali lagi ia terkena serangan mematikan tersebut nggak kebayang kalau ia akan kalah saat itu juga. "Bararaq Saiha." Kata pria botak itu.

Matanya berubah menjadi biru pekat. Dua bilah pedangnya mendadak mengaliri listrik biru. Tatapannya berubah tajam. Slasshh!!! Sekejap ia melesat menyerang pria berkulit putih tersebut. Serangan bertubi tubi melesat cepat menghantam, menyayat tubuh pria kulit putih. Tubuhnya terombang-ambing di udara karena gerakan cepatnya terus menerus menyerang. Kulit putihnya mulai berubah cokelat. Akibat serangan menyengat aliran listrik bukan main ia seperti terpanggang karena hal itu.

Gosong istilahnya.

Ke kanan, ke kiri, atas, dan bawah terus berulang kali ia lakukan seperti membentuk sebuah pola. Gerakan super kilat. Saat terpontang-panting hingga jarak cukup tinggi dari tanah, pria botak itu melesat hingga di atas. Serangan terakhirnya akan meluncur.

SRINGG!!

Pria botak itu turun dengan gaya khas serangan terakhir layaknya di film super hero selesai mengalahkan musuhnya. You know lah.

BUM!! suara ledakan terdengar. Kepulan asap mulai lagi menutupi langit stadion tersebut. Keluar tubuh pria kulit putih tersebut terjun bebas ke bawah. Ia sekarang bercorak cokelat. Gosong beneran ternyata. "Sakit pastinya itu. Huhuhu. Ngeri-ngeri." Kata Zakkt memegangi lengan kanannya. Ia berharap nggak bertemu lawan seperti itu. "Kalau ketemu kan enak. Lu bisa ngerasain sensasi tegang dalam tubuh lu. Seru." Kataku asal.

Heni, Iqbal tertawa.

"Kurang ajar. Gini-gini gua masih pengen kulit putih." kata Zakky sewot.

Pemenangnya dari cabang utara. Dengan presentase kemenangan lumayan tipis. Keduanya kuat. Tapi disaat terakhir pria botak tersebut bisa mengatasinya. Lumayan. "PEMENANGNYA DARI CABANG!!!! UTARA!!! NI CHOU!!!" kata pembawa acara itu penuh semangat. Suara tepuk tangan meriah terdengar. Sorak-sorakan di penjuru stadion. Kim Ara yang tergeletak tidak sadarkan sendiri secara otomatis berpindah ruangan ke tempat perawatan. Ada selubung hologram melingkar disekitar tubuhnya, plup!! Ia sudah pindah tempat.

Sekarang untuk sesi penilaian. Siapa diantara para jenderal tersebut yang akan angkat tangan. Tidak memakan waktu yang lama hanya satu jenderal yang angkat tangan. Jenderal Alex. Sang pengguna dua bilah pedang juga. Nggak kaget kalau ia tertarik pada orang itu. Gaya bertarung menarik serta kombinasi ketenangan dalam mengambil tindakan menjadi nilai plus untuk dirinya. Batinku.

Sorak tepuk tangan kembali terdengar.

Ni chou akan bergabung dalam pasukan Jenderal Barat.

"BAIKLAH KALAU BEGITU. KITA BERALIH KE PERTANDINGAN SELANJUTNYA. DARI CABANG SELATAN MELAWAN CABANG UTARA LAGI-" Zakky menoleh ke arahku dalam ruapan lautan suara. Berkata. "Bentar lagi giliran lu Mal. gua harap lu nggak ngelakuin hal-hal bodoh. Gua tahu kalau lu bakal kalah nanti, jadi sallow aja gua balasin dendam lu. Hehe." Ejek Zakky. aku kehabisan akal untuk menjawab pertanyaan sindiran itu. Nggak peduli dan bodoh amat, mending fokus dulu. Aku menjitak kepala Zakky. "Enak aja. Gua bakal menang nanti. Lihat aja." Bisik ku.

"Apa?! Nggak kedengeran bungul, kalau ngomong kerasin dikit kek."

Aku berbisik di dekat telinga Zakky. "Kalau lu lihat pertandingan gua jangan lu ketawain. Dasar tukang perusak. Gua kasih tunjuk lima menit selesai pertandingan gua. Tapi pasti nanti nggak bakal lama dari itu, atau bahkan tiga menit kelar. Sorry gua nggak se-cupu itu."

Zakky tersenyum kepadaku. Kami berdua beradu tinju.

"Dasar sombong." Kata Zakky.

"Lu tahu sendiri kan, gua selalu gitu." Jawabku.

Iqbal dan Heni juga memberi semangat, aku hanya bisa mengatakan semua akan baik-baik saja.

Aku pergi ke ruangan yang sudah disediakan. Seorang teknisi memberi arahan kepadaku dan aku mengangguk mengerti. Melihat Kearah cermin depanku. Aku kini mengenakan jas hijau cabang timur. Menghembuskan napas. Ini akan mudah. Lu sudah pernah ngalamin hal kayak gini. Malah lebih parah. Kataku dalam batin berusaha meyakinkan diriku sendiri.

Aku duduk di kursi panjang. Melihat layar monitor. Pertandingan sedang berlanjut, dua pri beradu pedang satu sama lain. "Pengguna yang sama." Kataku, tampak God Arc yang mereka gunakan adalah tombak. Spear God Arc. Percikan api menjalar memenuhi layar hologram, keduanya sungguh hebat satu sama lain tidak mau mengalah. Orang ber jas putih mengayunkan tombakknya, satunya melangkah mencoba mendekati dan hendak memukul. Serangan yang tidak bisa terelakkan. Bruk!! Hempasan udara mencuat tembus. Pria ber jas biru itu terpental hingga berberapa senti. Pukulan telak mengenai perut.

Ia meringik kesakitan. Memegangi perutnya dan bersimpuh dilantai.

Serangan tambahan akan diluncurkan segera. Pria berjas putih itu langsung melesat secepat kilat dan menghantam kepala pria jas biru ke atas, pria itu terpental ke atas, secepat kilat lagi pria berjas putih itu menghajar perut dan kepala pria jas biru di udara. Brak!! Brak!! Brak!!

Gerakan bergilir dan rapi. Serangan terakhir, ia mengayunkan tombakknya melingkari tubuhnya. Siap menghabisi. "Terlalu berbahaya, tidak akan sempat." Kataku melihat suasana semakin tegang. Bagaimana tidak serangan beruntun sebanding dengan tinju berkekuatan tinggi telak menghantam perutnya. Ia tidak bisa apa-apa lagi.

BUM!!

Pria jas biru terpental membentuk kerusakan di area lantai.

Tidak berkutil lagi, membalas serangan hal yang mustahil ia lakukan, bergerak saja kesusahan. "Bukan main. Dalam kondisi tak kalah hebat salah satu dari mereka mampu melebihi kemampuan seni tombak. Pria jas putih itu mengacungkan genggaman tangannya ke atas. Tanda ia memenangkan pertandingan.

Melihat itu semua orang bersorak, bertepuk tangan.

Agilitty yang ia punya di atas rata-rata. Kemampuan untuk mengubah tubuh posisi efisien, dan membutuhkan integrasi keterampilan gerakan diisolasi menggunakan kombinasi keseimbangan , koordinasi , kecepatan , refleks , kekuatan dan daya tahan . Kelincahan adalah kemampuan untuk mengubah arah tubuh secara efisien dan efektif dan untuk mencapainya diperlukan kombinasi. Tidak memunculkan teknik rahasia, hanya sekedar kemampuan dasar. Perlu diperhitungkan ketika menghadapi ia. Semoga aku nggak bertemu lawan tipe itu. Batinku.

Aku mengeratkan genggaman.

"Giliranmu." Kata petugas menghampirikku. Memegang bahuku, aku kaget dan segera memfokuskan diriku. Ku pegang jam tanganku, menatap ke depan, menghembuskan napas.

Aku beranjak keluar pintu.

"PERTANDINGAN SELANJUTNYA, DARI CABANG TIMUR, PEMEGANG REKOR BABAK PENYISIHAN DENGAN WAKTU TERCEPAT, MELAWAN CABANG SELATAN!!" suara teriakan pembawa acara itu terdengar ketika aku memasuki arena pertandingan.

Banyak sekali kemerlip cahaya, aku baru sadar ribuan penonton yang hadir ternyata bukan dari peserta saja, dari sini tampak masyarakat umum juga tengah hadir menyaksikan. "Wih, kukira hanya peserta aja yang hadir. Semua orang di sini rupanya. Sialan," kataku. Dari ujung keluar pria mengenakan jas warna putih, postur tubuhnya sangat besar, otot-ototnya menghiasi tubuh berototnya. Mukanya garang. Melangkah menuju tengah lapangan, "Oi, oi. Perbedaannya terasa banget di sini." Kataku. Aku yang memiliki postur tubuh atletis merasa tersindir, meski otot-otot tubuhku tidak terlalu besar setidaknya aku tidak kurus-kurus banget.

Kami bertemu ditengah lapangan. Tidak berjabat tangan, tidak banyak omong. Lagian jarak kami sekitar tujuh meter.

Ia melotot meihat ke arahku. Memperhatikan dari bawah hingga atas. Pandangannya berubah. Sialan, aku bertemu orang sotoy. Batinku. Tatapannya seakan mengisyaratkan kalau aku akan ia bantai hari ini. Aku tidak selemah itu.

"Orang yang berantem di pintu masuk tadi ya." Katany membuka pembicaraan. Aku tahu maksudnya, pagi tadi memang aku ada urusan dengan cabang barat. Semua orang melihatnya dan mungkin ia juga saat itu tengah melihatnya. "Ada masalah apa?" jawabku santai. "Tidak, bukan apa-apa. Aku hanya terkejut melihat aksimu. Tidak buruk untuk seorang pemegan rekor yang dikatakan barusan. Hanya saja-"

Kalimatnya terputus.

Ia tersenyum, melihatku dengan tatapan menghina. Gigi taringnya nampak dan lidahnya berputar-putar. "Terlalu lemah untuk melawanku."

DEG!! Hatiku mulai panas. Aku lebih memilih tidak mengidahkan perkataannya, melihat sekujur tubuhnya mungkin yang ia maksud terlalu lemah untuk pukulan mengenai otot-ototnya. Tidak berasa karena gumpalan lemak yang menelpel disekujur tubuhnya menjadi perisai takkala aku menghajarnya. Kuranglebih begitu. Emang ngandelin otot bisa memang gitu? Nggak sebodoh itu yang lu pikirkan tentangku. Batinku.

"Terus?" tanyaku memancing.

"Yah pertandingan kali ini gua yang bakal menangin. Mending lu sekarang lambaikan tangan dan mengatakan kalau takut bertemu gua. Lari pulang ke rumah bilang ke ibumu kalau nggak berani daftar lagi jadi God Eater." Katanya cepat menjawab pertanyaanku. Gocha!! Batinku. Ia mudah terpancing. Satu kelemahan yang ia tunjukkan sukarela sudah terbongkar. Tipe orang terpancing emosi dan lebih mengandalkan kuantitas bukan kualitas. Sekarang yang menjadi permasalah seberapa kuat dan tipe God Arc apa yang ia gunakan. Aku masih harus waspada, ini belum menang, belum akhir.

Tapi ini masih awal.

"Kalau begitu, kita lihat nanti ya. Kataku penuh keyakinan. Aku benci menunggu, aku juga benci membuat orang lain menunggu. Aku lebih benci kalau orang banyak omong tapi nggak ada hasilnya. Batinku.

"PERTANDINGAN!! DIMULAI DALAM HITUNGAN TIGA!!"

Aku mengambil posisi kuda-kuda. Kakiku sedikit kulebarkan, tangan merongoh jam tangan bersiap mengeluarkan God Arc. Ia juga demikian, posisi kuda-kuda yang kuperhatikan miliknya punya celah untuk melakukan kesalahan. Lebih mengutamakan power kekuatan, terlihat dari kaki depan yang lebar terbuka, kedua tangan mengerat pandangannya lurus dan ada geseran posisi kepala. Aku yakin God Arc miliknya tipe penghancur. Tapi seperti apa? Palu, pedang besar, atau kapak? Batinku masih berpikir.

"DUA!!"

Kami mengeluarkan God Arc masing-masing.

God Arrow keluar menjalar dari jam tangan membentuk ditanganku. Nano teknologi. Ia mengeluarkan God Arc ditangan kanannya. Menggumpal membentuk sebuah kapak. Benar dugaanku. Tipe pemberat kekuatan. Tipe power.

"Jangan menyesal ketika ku kalahkan dengan satu gerakan." Katanya. Lalu tersenyum seperti tadi. Kurang ajar, belum tanding udah sombong. Aku memasang kuda-kuda menghindar karena serangan pertama yang kuprediksi ia menyerang sekuat tenaga dengan kapak itu. Ku renggang kan kaki kiriku, kulemaskan bahu kananku. Sekali lagi aku menghembuskan napas. Wajahku berubah serius.

"SATU!!" seketika pria itu melesat mengayunkan kapaknya dari atas. Tepat didepan mataku semua susuai prediksi. Aku dengan mudah menghindar ke samping kiri. Ketika badannya tepat didepanku God Arrow milikku sudah siap dengan sesatan anak panahnya. Sampai jumpa. Batinku.

SSTTT!!! SPLASSHHH!!

BUM!!

Tubuh besarnya terpental menabrak dinding beton arena. Retak disekujur permukaan.

Serangan awal yang ia kira akan mengakhiri pertandingan sesuai perkataanya ternyata hanya omong kosong balaka. Pemegang rekor tercepat tahap pertama bukan isapan jempol saja. Aku sedikit sombong.

Penonton bersorak meriah, asap bekas reruntuhan timbul. Aku masih dalam posisi bertahan, serangan mendadak nggak musatahil dilancarakan, barangkali otot-otot sekujur tubuhnya bukan perkataan biasa saja. Kan penggabunga sel oracle dengan gen manusia membuat kemampuan baru tumbuh. Istilahnya mutan. Seperti di film X-man. Kalian bisa melihatnya sendiri.

Dari kepulan asap ia bergerak cepat melayang hendak menyerangku. "Sudah kuduga tembakan biasa nggak semudah itu membuatnya K.O" kataku. Ayunan kapaknya sekali lagi hendak menghantamku. Aku melompat ke atas menghindari. Menarik busur berkali-kali menyerangnya dengan tembakan beruntun. "Berani kau!!" teriaknya menyerang sekali lagi, sekilas bilahan kapak melintas tepat di pelipis mataku, nyaris saja kalau berberapa senti lagi kedepan udah habis wajahku. Mati beneran.

"Hampir saja." Gumamku sedikit. Aku salto kebelakang. Ayunan kaki sebagai serangan. Brak!! Ia terhempas melayang ke udara. Kutarik busurku berkali-kali serangan beruntun akan menghajarnya sekali lagi. BUM!! BUM!!

Tepat sasaran.

Dari kepulan asap ada lemparan kapak hendak menyerang balik. Aku panah sekali lagi, ku tahan hingga energy busur panah terpusat dan kian membesar membentuk panah super berwarna merah. Ada aura mengitari taari busur yang hendak ku lepaskan.

Splasshhh!! Secepat kilat dua kali lipat dari kecepatan busur biasa menimbulkan suara yang lumayan menggelegar.

DUARRR!!!! GGGHHRR!!

Kapaknya terpental jauh, tunggu dulu dimana orang itu, seharusnya ia sudah mendarat lebih dahulu hingga sekarang aku tidak mendeteksi keberadaannya. Tanpa kusadar dari arah belakang ia muncul tiba-tiba. Hendak menghajarku dengan kepalan tangannya, sial aku belum sempat berpikir. Kehabisan akal disaat-saat ini. "Mampus Lu!!"

DAK!!! Hantaman tangan besar tepat mengenai pipiku saat hendak menoleh. Cepat, sakit. Tapi nggak segampang itu. Batinku sesaat. Aku langsung melilit pergelangan tangan tanganku melilit erat kakiku berayun disekitar pergelangan tangan dan Brakkk!!

Aku menghajar balik wajahnya menggunakan tendangan kedua tanganku. Ia meringik kesakitar, tepat seluruh wajahnya ku sapu dengan kedua kaki memang rasanya bukan main, darah bercucuran keluar dari hidungnya. Ia memegangi hidungnya yang deras akan darah. Memarku terasa hingga sekarang aku meludah ke samping. Bukan main hajaran yang ia berikan membuatku memaksakan mengeluarkan taknik. Aku mundur berberapa langkah, melihatnya duduk kesakitan. Ingin rasanya kuserang lagi, melampiaskan rinju dan sapuan hingga ia babak belur.

"Bangun." Kataku tegas. Memandangnya serius. "Gua masih pengen main-main lagi sama lu." Kataku. Ia mendelik mendengar perkataanku. Mungkin kata-kataku sedikit berlebihan untuk membuatnya marah. Ia bangkit tidak lagi memegangi hidung yang bersimbah darah, tidak memperdulikan. Mulai terpancing dengan perkataanku. Ini yang kutunggu, beri aku kesenangan menghadapi kebosanan ini kawan. Batinku. Tangannya menggenggam erat. "Lu belum menang, jadi jangan senang dulu brengsek." Katanya marah. Okay aku terima perkataannya menyebutku sebutan brengsek. Seumur hidupku ketika mengusik kehidupanku dan sok tahu ia pasti bernasib buruk, entah apa itu jasadnya atau moralnya.

Aku bisa melakukan hal itu bila ingin.

Aku menatapnya balik. "Semoga benar dengan perkataan lu. Kasih gua hasrat bertarung yang sedari awal lu janjikan." Kataku. Ia menggenggam kapak kosong di udara. Ia akan memanggil kapaknya lagi. Seperti yang lakukan Thor ketika hendak memanggil mjolnir palu istemewa miliknya. Aku memasang kuda-kuda. Kulesatkan anak panah sebelum kapak itu datang secara utuh ketangannya. Slasshh!! Slasshh!!

Bum!! Bum!!

Tidak berefek kepadanya, diluar dugaanku kapak itu melesat lebih cepat ketimbang anak panah yang hendak menghantam tubuhnya. Ia membentuk prisai dengan memutar kapaknya membentuk ayunan beruntun didepannya memantulkan serangan hingga tiada berefek ke tubuhnya. Ia melompat dan akan menghajarku. Aku tersenyum tidak menghindar malah ikut melompat.

Tindakan yang sungguh bodoh dilakukan.

Ia mengayunkan kapaknya sekali lagi membentuk serangan horizontal. Tidak mengenaiku dan hanya helaian rambut terpotong karena kapaknya. Menarik busur diudara serangan jarak dekat menggunakan busur. Splassshh!!

Bum!!!

Kali ini pasti kena. Nggak mungkin jarak sedekat itu tidak berefek.

Benar saja ia terpental berberapa meter berguling-guling. Malah jadi kasihan. Jika bukan karena otot bercampur sel oracle yang membuat tubuhnya kuat layaknya baja untuk serangan normal seperti itu dilakukan pada manusia normal udah pasti tembus membuat lubang besar menganga di tubuhnya. Mati? Udah jelas. Kekuatan busur biasa bisa membuat baja bisa berlubang rapi. Belum tembakan pusat berkali-kali lebih hebat ketimbang tembakan biasa.

"Game Over." Kataku singkat. Menarik busur, membidik tempatnya bertekuk lutut. Serangan terakhir untuk memastikanku menggapai kemenangan. Anak panah menjadi kian membesar mempusatkan energy. Berubah menjadi merah bersiap melesatkan.

Deg! Deg!!

Gerakanku terhenti seketika, aku tidak bisa bergerak. Entah karena apa tubuhku mendadak tidak bisa dikontrol. Kringat dingin mulai bercucuran di wajahku. Apa, apaan ini. Sial. Batinku. Anak panah yang hendak kulepaskan hilang seketika. Ini bukan serangan biasa. bisa jadi ini ciri khas dari God Arc miliknya. Sial justru aku yang terlalu meremehkannya. Tidak memperdulikan suatu rahasia yang seharusnya terlebih dahulu ku pastikan. Terlalu sombong jadi inilah akhirnya. Aku terjebak.

"Ini yang ku tunggu sedari tadi." Kata seseorang muncul dia arah belakang. Kepulan asap menyelubunginya. Berjalan sedikit tertatih-tatih. Rupanya ia bersembunyi sedari tadi tanpa terlihat olehku. Tunggu, jika itu dia maka yang terlempar tadi siapa?

Aku menoleh menatap kedepan.

Tubuh yang tergeletak itu mendadak berhembus layaknya bayangan. Benar itu hanya ilusi yang dibuatnya. Ia berjalan disampingku dengan memegang kapak di tangan kanannya. Ini yang asli. Hanya ada satu cara untuk keluar. Batinku. "Kau tahu, gua kaget ketika lu bisa menghindari setiap seranganku dengan begitu mudahnya. Berkali-kali lu bisa melukaiku dan hanya satu pukulan yang bisa ku lakukan untuk membalasnya. Sungguh miris hingga memaksaku mengeluarkan taknik khusus. Dengar, aku tidak sebodoh yang lu pikirin. Sekarang lihat mulut besar lu, tadi lu bilang ingin ngerasain rangsangan bertarung tapi lihat kondisi lu saat ini. Terperangkap dalam taknik milikku. Dasar payah!! Hahaha!!" katanya tertawa puas setelah mengejekku.

"Kalian lihat ini!! Ini kemenangan mutlak bagiku!!" teriaknya ke arah penonton.

Penonton bersorak gembira. Tepuk tangan meriah. Ia tertawa sepuas-puasnya. Aku hanya bisa menghembuskan napas. Sialan, ini belum berakhir. Perkataanku nggak se-omong kosong yang lu omongin. Gerutuku dalam hati. Jari jempolku mulai bisa ku gerakkan. Taknik ini punya batas waktu. Aku berpikir lebih dalam.

"Sekarang saksikan serangan terakhirku." Katanya singkat.

Ia mulai mengumpulkan energy berpusat pada seluruh badannya. Kapak bermodif emas kemerahan itu diselimuti aura hitam. Berubah menjadi hitam manakala cahaya hitam mulai pekat. Kedua tanganku sudah mulai bergerak, kaki kananku juga. Sebentar lagi. God Arcku mulai bereaksi menunjukkan suatu hal baru. Apa ini? Tiba-tiba ia bergetar dan menunjukkan logo baru di hologram. Aku membacanya. Gocha!! God arc mengeti apa yang tengah kupikirkan saat ini.

"Hahaha! Selamat tinggal brengsek!!" teriaknya hendak mengarahkan God Arcnya menghantamku. Serangan terakhir darinya. Mendengar itu aku tertawa "Hahahaha…"

Suara ketawaku semakin keras. Ia terhenti mendengar aku tiba-tiba tertawa sendiri. "Apa yang lucu? Hah? Mau cari mati lu?" teriaknya. Serangan hitam miliknya terhenti tidak menyerang. "Hahaha. Segitu doang kemampuan lu? Cupu." Aku mulai mengulur waktu dengan memprovokasinya. "Hahahaha." "Maksud lu apaan, lu lihat tubuh lu udah nggak bisa gerak, dan kekalahan lu udah di depan mata dan lu masih bisa tertawa." "Benar tubuh gua nggak bisa gerak, awalnya gua sedikit khawatir akan serangan pamungkas lu, tapi setelah melihat kumpulan aura hitam itu gua menilai serangan pamngkas lu nggak berdampak buruk bagi gua. Mentok bikin gua masuk angin." Kataku.

Ia sangat geram dan menjambak rambutku. Sedikit lagi. Batinku. Tangan besarnya itu hampir menutupi seluruh rambutku. Menjambak rambut adlah yang mudah sekali baginya. Sakit tentunya apa yang aku rasain. "Baik. Kalau itu mau lu untuk ngerasaain Shadow Killer milikku. Gua turutin. Tapi ini bukan babak belur lagi, gua bunuh lu sekarang." Gumamnya penuh amarah di sampingku. Aku terangkat ke atas.

"Ha? Nggak salah denger nih kalau lu mau bunuh gua? Dengan senjata mainan itu? Hahaha. Ngelawak lu." Kataku sekali lagi.

Sudah selesai. Aku gembira seketika, seluruh tubuhku bisa bergerak sekarang. Hanya menunggu momen yang pas sambil berpura-pura masih membeku. Mataku fokus mendengar, memperhatikan tuh orang. Berharap serangan kejutanku lancar aku menunggu momen sekiranya bisa membuatnya kaget. Sial, tabitku mulai kambuh lagi. sedikit sombong dan yah kena karma lagi.

Sekarang tidak.

"Sekarang lu rasakan ini." Ia mengumpulkan energy skala besar pada kapaknya, semakin membesar dan semakin hitam. Seluruh tubuhnya diselimuti aura hitam. Meluap-luap hingga udara berhamburan menerpa seluruh area stadion. Pakaian-pakaian kami berhamburan, hampir saja aku ketahuan gerak karena angin membuat tubuhku tergoncang. "Kenceng banget." Bisikku pelan. Membuat tubuhku seberat mungkin dengan mengeratkan otot-ototku. "Kalau ini gua nggak yakin dia akan main-main. Ini serius njir."

Hempasan udara mesih meluap-luap.

Ia masih mengumpulkan energy lebih lama lagi. Aku sudah siap dengan God Arc, menyiapkan rencana sekaligus menunjukkan teknik rahasia pertamaku. Sebenarnya aku menyimpan taknik ini ketika latihan bersama Zakky dan Heni. Mereka tidak mengetahuinya, hanya aku dan God Arrow yang menguasai. Awal tujuannya ingin mencapai tahap Blood Arc tapi semakin hari-semakin hari hanya menimbulkan putus asa. Seni itu tidak keluar sama sekali.

Alhasil empat taknik dalam kurun waktu dua hari berhasil ku kuasai. Nggak sombong cuman pengen pamer aja.

Aku menghembuskan napas. Manunggu serangan itu diluncurkan. "Hey, masih lama nggak? Ngantuk nih." Ejekku. Ia mengeryitkan matanya, menggigit bibir. Semakin marah. Ayolah, aku mulai nggak sabar. Batinku.

"Mampus lu!!! Hah!!" Ok, setelah ejekan itu dia langsung melancarkan serangannya. Astaga benar-benar orang yang mudah terprovokasi. Untung ni orang bodoh. Dalam kondisi seperti ini aku masih sempat ngobrolin dia. Dasar aku. Kapak itu mengayun berberapa senti akan tepat mengenaiku.

BLARRR!!!

Kapak itu tepat menghantam lantai kosong. Puing-puing berhamburan tercecar ke mana-mana. Kepulan asap yang tak wajar mulai menyelubungi arena. "Game over." Bisikku membuat suara gema. Layaknya hantu yang mengurung mangsanya dalam kegelapan. Kabut mendadak menyelubungi arena pertandingan. Semua tidak nampak apa-apa, dari layar hologram hanya kepulan kabut menutupi layar.

Penonton dibuat bingung. Suasana mulai menegang.

Dan yang pasti di sana hanya ada aku dan dia

"Woi!! Mainan macam apa ini, keluar lu!!" teriaknya marah-marah. Suara mengaung melengking ke segala sumber. Dipantulkan. Aku hanya bisa melihat. Tersenyum simpul penuh arti. "Ini bukan mainan." Kataku.

Ia mencari sumber suara itu. Berlari dan menghajar membabi buta. Mengayunkan bilah kapaknya ke kanan dan ke kiri, tapi naas tidak ada siapa-siapa yang ada hanya kumpulan kabut berhamburan akibat angin bilah kapak tersebut. Ia menggigit bibirnya, mengerangkan kedua tangannya. Sorot matanya mendelik ke segala penjuru, melihat apakah ada pergerakan dariku. Berdiam diri. "Gua ngelihat lu." Kataku lagi. tanpa banyak omong ia menghajar lagi dengan membabi buta. Tidak ke kanan dan ke kiri lagi ke atas dan bawah juga ia sikat. Menari-nari dengan kapak besar ditangannya lebih cocok menjadi pemain ballet ketimbang bertempur. Gerakan macam apa itu, nggak ke kanan nggak ke kiri selalu muter-muter mulu. Batinku.

Hampir saja aku cekikikan melihatnya.

"Kalau nggak mau keluar gua bersihin kabut brengsek ini." Ia bersiap memegang kapaknya dan mulai mengumpulkan energy. Memutar kapaknya dengan kecepatan tinggi ingin membuat tornado buatan. Kabut mulai tersingkirkan akibat putaran tersebut. Hilang dan kembali menyerbu lagi. semakin ia berusaha menyingkirkan kabut ini semakin cepat kabut ini datang lagi dan menyelimuti arena pertandingan ini.

"Percuma, lu ngelakuin itu." Kataku.

Lagi-lagi aku bertingkah seperti hantu,

Datang tak diundang, selalu disekitar dan menakutkan.

Akhirnya ia kelelahan akibat terus menerus mengayunkan kapak besar itu. Berhenti dan napasnya tersenggal-senggal. Keringatnya bercucuran. Menoleh kanan kiri seperti mencari sesuatu. Sebenernya gua kurang suka ngelakuin hall ini. Batinku. menarik tari bususr dan Slpashh!!

Bum!! tepat sasaran.

Ia terpental jauh berberapa kilometer. Ambruk dan terluka,

Serangan sukses dilancarkan. Aku mengatur kabut buatan untuk menghilang dari arena. Kombinasi dari uap air dan api dapat ku control melalui busurku ini. Taknik tersembunyi dari God Arrow, shadow killer. Aku membuka penyamaranku, taknik kedua milikku, spark. Hasil dari pembiasan warna spectrum, mengkondisikan dan dapat kutingkatkan menggunakan busurku, menutupi biasan tersebut menyelubungi seluruh badanku, jadilah penyamaran kamuflase bunglon. Tidak tampak dan tenang. Salah satu kelebihan taknik ini tidak terdengar suara langkah kakiku, bergerak dan berjalan secara leluasa. Bisa dicoba senam lantai saat pertandingan duel. Tuh musuh sibuk nyariin tubuhku, aku sibuk melakukan pemanasan.

Rencana bagus.

Aku melangkah mendekati orang itu. Tidak berkata dan meringik hendak berdiri tapi tidak bisa, tubuhnya sudah diambang batas. Serangan tadi sedikit terlalu memaksa. Energy yang ku kumpulkan di anak panah, menembus badan super kekarnya dan yup! Ia pasti terluka karena seranganku.

"Menyerahlah sekarang juga." Kataku padanya.

Di bawah kakiku ia sedikit bergerak. Ingin meraih kapaknya. Aku injak tangan yang akan meraih kapaknya. Ia mengerang kesakitan. Masih tidak mau jawab pertanyaanku. "Baik jika tidak mau menjawab. Maka busurku akan membuat lu membuka mulut." Kataku singkat. Menarik busur sekali lagi. energy anak busur terbentuk dan menjadi busur siap dilancarkan. Menahannya, alhasil energy semakin besar dan ukurannya ikut membesar.

Cahaya anak busurku menerangi sekitar.

Berwarna ungu. Kali ini ak bersungguh-sungguh ingin menghabisinya.

"Jawab gua, atau hidup lu yang jadi taruhannya." Sekali lagi aku memperingatinya.

Tubuhnya bergetar. Mengacungkan tangan terbata-bata, menepuk lantai pasrah. Tandanya ia menyerah.

WOWWW!!!! Suara teriakan penonton mulai ricuh lagi, astaga. Syukurlah semua bisa selesai dengan cepat, yah walaupun nggak secepat yang kukira. Harus memaksaku mengeluarkan dua taknik God Arrow milikku. Aku menghela napas, menatap ke arah penonton, melambaikan tangan. Sorakan penonton semakin meriah. Tubuhnya diselimuti aura hijau, mengambang dan dalam waktu sekejab ia menghilang ber­-teleportasi. "WOW!! PERTANDINGAN YANG CUKUP MENEGANGKAN, KEDUANYA SAMA-SAMA KUAT, BERADU TAKTIK DAN TAKNIK, TIDAK DIRAGUKAN LAGI PEMEGANG REKOR MEMANG HEBAT. DUA TAKNIK YANG SAMA IA PERGUNAKAN SEBAGAI SENJATA MAKAN TUAN. ALHASIL IA BERHASIL MEMENANGKAN PERTANDINGAN KALI INI!!! WOWWW!!!

Sorakan dan dukungan kembali bersemangat. Aku lihat ke bangku Iqbal, Zakky ,dan Heni. Mereka juga menyorakiku. Iqbal tersenyum melihatku, tidak buruk untuk seorang pemula. Zakky menyoraki tapi aku tidak bisa dengar apa yang ia omongkan, tertutup ribuan suara saling bersahutan. Untuk Heni. Ia masih tetap cantik walaupun dari jauh.

"Astaga. Aku mikirin apaan woi, sadar Mal, sadar. Belum waktunya."

Aku salah tingkah jadinya.

Suara riuhan mulai redam secara perlahan. "BAIK!! SEKARANG AKAN ADA SESI PENILAIAN. UNTUK PARA JENDERAL DIPERSILAKAN MENGANGKAT TANGAN." kata pembawa acara.

Sejenak lenggang tidak ada suara. Semua jenderal memperhatikanku, aku tahu mereka akan menilai dari sudut pandang berbeda. Semoga ada yang mau nerima. Batinku. Ku genggam tanganku dengan erat.

Semua jenderal mengangkat tangannya.

Suara teriakan dan sorakan kembali menyerbu. WOW!!!!! AMAZING!! Aku hampir saja tersendat ketika melihat semua jenderal mengangkat tangannya. Tepuk tangan meriah terdengar dari segala penjuru. Aku tersenyum melihatnya. Dari arah Zakky dan Iqbal berdiri dan memberikan tepuk tangan sekeras mungkin. "LUAR BIASA!!! SEMUA JENDERAL MENGANGKAT TANGANNYA!!! BAHKAN JENDERAL MAHYAN JUGA TERTARIK UNTUK MENGANGKAT TANGANNYA. INI SEBUAH KEJUTAN BAGI KITA SEMUA. AKMAL DARI CABANG TIMUR BERHASIL MEMIKAT HATI SEMUA JENDERAL!!!" teriak pembawa acara lagi.

Aku menatap Jenderal Mahyan. Ia tersenyum ke arahku.

Riuh tepuk tangan.

"BAIK!! KARENA SEMUA JENDERAL MENGANGKAT TANGANNYA, MENANDAKAN SEMUA JENDERAL MENGINGINKAN KAMU SEBAGAI ANGGOTA PASUKANNYA. SESUAI ATURAN, KAMU HARUS MEMILIH SATU DIANTARA JENDERAL INI. SESUAI KEINGINANMU." Katanya.

Aku diam sebentar, memikirkan sejenak.

Suasana hening. Sial aku nggak suka dengan hawa seperti ini. Batinku. ku angkat kepalaku dan berbicara tegas.

"Izinkan saya bergabung dengan Jenderal Mahyan!" Sudah kuduga aku akan terobsesi dengan Jenderal Mahyan. Bukan untuk menjadi terkenal, tapi ingin menjadi semakin kuat. Mungkin dengan bergabung dengannya aku akan belajar banyak darinya. Ini dunia petualangan, harapan umat manusia tergantung kami para God Eater. Tidak bermain-main lagi meski diukur kalau aku ini masih anak SMA itu sudah lebih dari cukup. Nyatanya sebagian besar God Eater juga masih remaja dewasa.

"OKAYY!! PILIHAN YANG SUDAH KUDUGA SETIAP ORANG AKAN BERPIKIRAN BEGITU. JADI SELAMAT, KAMU TERPILIH MENJADI PASUKAN JENDERAL MAHYAN!! BERI TEPUK TANGAN YANG MERIAH!!"

Aku melangkah keluar arena pertandingan.

Meninggalkan suara-suara bising dibelakang.

"Sekarang tinggal nungguin Zakky dan Heni tanding. Moga Jenderal Mahyan menyukai mereka. Jadinya kan satu tim nanti. Semoga saja." Kataku.

"PERTANDINGAN SELANJUTNYA!!! DARI CABANG TIMUR POSISI NOMOR 2, JUGA SAMA-SAMA KUAT SEPERTI AKMAL, GERAKANNYA YANG LUAR BIASA AKAN TETAPI, IA DIGADANG-GADANG MENJADI MOMOK MENGERIKAN BAGI SIAPAPUN YANG MELAWANNYA. SATU HAL YANG MENJADI CIRI KHASNYA. IA SUDAH MENGUASAI 'BLOOD ARC' "

DEG!

Aku kaget mendengar penjelasan barusan. Menguasai Blood Arc? "Hei- hei hei. Jika udah nguasain blood arc kenapa aku yang menjadi peringkat teratas. Ia dengan Blood Arc nya udah bisa hancurin arena saat pertama kali menginjak."

Saat melewati pintu keluar utara, ada seorang pria muda dengan rambut pirang dan mata abu-abu yang serasi, mengenakan jas hijau dalaman hem putih dengan lengan setengah panjang, busur merah tipis yang melekat pada ritsleting depan, serta kemeja kancing putih dan kardigan ungu di bawahnya, kerah hitam dengan gesper emas di lehernya, dan celana panjang dan sepatu bot yang kokoh. Pakaian keseluruhan hijau hitam, dengan aksen emas. Ia menatapku sekilas dan tidak kembali menatap.

Melewatinya seakan merasakan hawa yang tidak biasa. Ini mengerikan. Dari punggungnya aku melihat. Kalau orang itu berbahaya.