"Kau kecewa?"
Okta menoleh, mereka berdua bertatapan tajam.
"Kenapa aku harus kecewa? Ini tidak ada urusannya denganmu." Okta melepaskan tangannya.
"Aku tidak akan minta maaf." Genio melipatkan lengannya di depan dada.
"Apa aku menuntut permintaan maaf darimu? Sepertinya kau sadar dari rasa bersalah," Okta tersenyum sinis.
"Tuan Ramon cepat atau lambat akan tahu. Kau pasti tahu itu kan? Aku menyelematkanmu."
"Aku? Kenapa? Sepertinya kita tidak seakrab itu untuk menyelamatkan satu sama lain."
"Kau….sampai kapan akan menghindariku?"
"Aku tidak menganggapmu musuh. Aku hanya tidak nyaman denganmu. Kau puas?"
Okta lalu melenggang pergi dari sana. Genio hanya menatap punggungnya yang semakin jauh.
Okta berjalan di koridor dan mengeluarkan ponselnya. Ia hendak menghubungi Valen di motel namun ia tersadar bahwa ponsel Valen dimatikan. Ia lalu segera kembali ke sana.
Sementara Valen di kamar panik apa yang harus ia lakukan, hingga sebuah telepon kamar berdering.
"Halo Pak. Kami akan membawakan steak dan wine untuk anda sebentar lagi,"
"Ah itu," Valen sadar suaranya yang masih besar, ia memperbaikinya lagi dan mengecilkan suaranya seperti perempuan.
"Ah itu, sebaiknya nanti malam saja ya."
Petugas yang meneleponnya pun kaget saat wanita yang menerimanya, ia tersenyum karena akhirnya tahu bahwa pria kaya berkacamata itu memang bersama wanita.
"Anda ini wanita yang bersama dengan…"
"Iya, saya bersama pacar saya." Valen masih menggunakan suara perempuan.
"baiklah, saya akan mengantarkannya nanti malam."
Klik.
Panggilan ditutup.
Valen menghela napas sembari memegang dadanya.
"Astaga, apa yang baru saja aku lakukan?" Valen memasang wajah hampir menangis sembari menepuk bibirnya sendiri, menyesal telah mengeluarkan suara mirip perempuan, namun ia tidak punya pilihan lain lagi.
Okta sampai di motel dan mengatakan para pegawai untuk membawakan wine ke kamarnya. Namun petugas itu mengatakan hal yang dikatakan Valen tadi.
"Maaf pak, tadi pacar anda bilang dibawakan nanti malam saja,"
"Ha? Pacar?"
"Anda jangan malu begitu, kan saya sudah tahu kalau anda bersama wanita," petugas itu senyum senyum.
"Ah itu…" Okta barus adar kalau ia menyuruh Valen berpura pura menjadi perempuan. "Baiklah bawakan saja nanti malam, sesuai dengan permintaan pacar saya."
Pegawai itu mengangguk sopan dan ramah.
Okta melangkah menuju kamarnya di lantai atas.
***
Arvy mengecek jam tangannya berkali kali. Ia melihat jadwal di aplikasi perusahaan keamanan itu kemarin dan melihat pesanannya. Yaitu tertulis deskripsi; bodyguard Rataka, 25 tahun, jam 9 pagi sampai jam 9 malam, lokasi bertemu di taman, price XX. Ia mengecek jam tangannya dan menunjukkan beberapa menit lagi bodyguardnya akan datang. Arvy duduk di dalam mobil sembari mengenakan kacamata hitam dan membuka jendelanya sembari melihat pemandangan keluar.
Tiba tiba seorang pria memakai jas hitam dan berkacamata hitam dengan perawakan tinggi mendekati mobilnya. Arvy tersentak.
"Apa anda Arvy Satria?"
"Iya."
"Perkenalkan, saya Mark Louise."
"Ha?"
"Saya dari perusahaan keamanan Save and Secure."
"Mark…Mark siapa tadi?" Arvy menyipitkan matanya.
"Mark Louise. Saya akan menjadi bodyguard anda selama seharian ini. Mohon bantuannya."
Pria bernama Mark itu lalu masuk ke dalam mobil dan membuka kacamatanya.
Arvy menganga dan linglung.
"Tunggu tunggu…sepertinya anda salah client, saya tidak memesan anda."
"Untuk itu…" tiba tiba Mark menunduk sopan. "Maafkan saya, Tuan Satria. Hari ini saya datang menggantikan Rataka, bodyguard yang anda pesan. Dikarenakan suatu hal ia tidak bisa datang mendampingi anda, karena itu saya menggantikannya. Jangan khawatir karakteristik saya sudah sesuai yang anda cari. Anda menjalankan bisnis bar kan? Anda pasti memiliki banyak saingan, jadi saya…."
"Tunggu dulu!" Arvy mengangkat kedua telapak tangannya menghadap ke Mark. "Bisa anda jelaskan mengapa bodyguard saya harus diganti? Maksudku…. saya hanya memesan untuk sehari, itu pun tidak sampai 24 jam, saya juga sudah membayar untuk Rataka, bagaimana bisa perusahaan menggantinya tanpa persetujuan customer?!"
"Saya paham kalau ada marah dan tidak nyaman tapi kami biasanya tidak memperlakukan customer dengan seperti ini Tuan, tolong jangan anggap buruk perusahaan kami. Rataka memiliki banyak client dan ia memiliki keamanan tingkat A dan akurasi pengawalan tingkat A, ia memiliki banyak jadwal terutama dengan orang orang berpengaruh, seperti orang orang pemerintahan, orang orang keraton bahkan orang orang…"
"Sudah sudah." Arvy akhirnya menyerah. Ia menyandarkan punggungnya di jok sembari menghela napas.
"Maaf tuan jika anda tidak nyaman dengan pergantian bodyguard ini. Saya akan berusaha mengawal dengan sebaik mung…."
Arvy tiba tiba mengambil dompetnya dan mengambil beberapa lembar uang dan memberikannya pada Mark.
Mark terdiam melihatnya.
Arvy melihat Mark yang hanya mematung, ia menyodorkan uang itu kepadanya.
"Apa yang anda lakukan? Anda menyuruh saya menerima uang ini?"
"Ini ongkos untuk ke bar ku."
Mark masih tidak bisa mencerna maksudnya.
"Sudahlah terima saja dulu nanti aku jelaskan! Tanganku capek."
Mark akhirnya menerima uangnya.
"Aku akan ke suatu tempat. Jadi kau turunlah dan jaga bar ku. Lokasinya nanti kukirim via chat di aplikasi."
"Ah begitu."
"Hari ini kau harus di sana seharian menjaga bar."
"Apa ada kemungkinan pebisnis lain yang mendatangi bar anda dan melakukan vandalisme? Apa saya harus bersiap siap bertarung atau melindungi benda berharga di bar anda?"
Mark benar benar pembicara yang aktif, Arvy sampai capek mendengarnya berbicara terus menerus dari tadi.
"Iya itu mungkin saja."
"Baiklah. Saya siap melaksanakan tugas."
"Aku tidak tahu kapan kembali, jadi aku tidak bisa memastikannya."
Setelah itu Mark keluar dari mobil.
"Oh iya Mark, ada soda dan bir di kulkas, ambillah kalau kau haus."
Mark tersenyum mendengar client nya yang murah hati.
Arvy melihatnya yang senyum senyum pun ngeri sendiri.
"Kenapa melihatku seperti itu sambil senyum senyum?" Arvy heran. "Membuatku merinding saja."
"Haha, tenang saja saya normal, Tuan Satria. saya mungkin akan minum soda tapi saya tidak minum alkohol saat bertugas."
"Baiklah, jangan memanggilku Tuan Satria, panggil aku Arvy saja."
"Baik. Selamat jalan."
Arvy mengangguk lalu menutup jendela mobilnya. Ia lalu meninggalkan mark di taman.
Sementara itu tanpa Mark dan Arvy ketahui, Rataka tengah memperhatikan mereka dari jauh. Ia tersenyum puas.
"Arvy…anak itu benar benar. Dia datang ke perusahaan dimana aku bekerja, memesan pengawalanku bahkan mencari identitasku. Dia tidak bisa kuanggap remeh. Aku harus segera menjadikannya di pihakku atau dia akan menjadi musuh secara alami. Pria yang menarik."
"Sial!" umpat Arvy di tengah perjalanannya menuju apartemen. "Bagaimana bisa Rataka mengganti shift nya? Apa dia tahu kalau aku yang memesan? Bukankah itu terlalu pengecut hanya karena tahu kalau itu aku? Aku makin yakin ada yang disembunyikan. Setelah melihatnya di ruang sidang kemarin… aku tik bisa berhenti memikirkannya. aku harus segera mencari tahu tentang dirinya."
Mobilnya berhenti saat lampu merah. Ia mengecek lagi akunnya di aplikasi itu dan melihat identitas Rataka. Ia juga ingat dengan identitas Rataka yang sudah bekerja selama 20 tahun.
"Pengalaman kerja 20 tahun? Aneh sekali. Bagaimana bisa ada kesalahan input? Jika memang dia sudah bekerja 20 tahun di sana berarti dia memalsukan usianya. Oh ya, jika dia benar benar mengenal Paman (Holan) berarti usianya tidak jauh sama dengannya," Arvy berpikir. "40 tahun? 45 tahun?