webnovel

Genio

"Apa yang ingin kau katakan? Katakan dengan jelas!"

"Pria itu…buronan nasional yang dicari seluruh negara itu…." Arvy menatapnya. "Dia anak buah organisasi aneh yang mengincar Amy, putri Paman, kan?"

Degh

"Kau…"

"Aku tahu semuanya. Dan aku juga tahu kalau Paman tahu tentang itu." Holan menghela napas panjang.

"Apa membunuhnya membuatmu puas?"

Arvy membisu, ia tidak menyangka pamannya masih tenang bahkan setelah ia menanyakan topik lain.

"Pisau yang kau sembunyikan itu, bukankah ada darah Valen di sana? Aku tidak akan pernah menganggapnya ada. Jadi jangan halangi investigasiku, dan anggap saja ini hanya pengalaman kecil untukmu."

"Pengalaman kecil? Om Holan aku…"

"Kau mau kutangkap dan kumasukkan sel penjara?!" Holan tiba tiba berteriak. Arvy terkejut. Jujur, ia takut dengan pamannya.

"Kau akan ditangkap atas dasar menculik dan menganiaya buronan dengan tujuan kepuasan dan dendam pribadi. Kau mau berakhir seperti itu?!"

Arvy terdiam.

"Kau menculik satu orang lagi dan mengurungnya di basemen kecil yang tak layak bagi manusia. Kau akan dihukum sangat berat, kau tahu itu kan?"

"Aku memang tak ada hubungannya dengan masalahmu, Paman. Aku juga tidak punya hak membunuh buronan itu, aku juga tidak punya hak mengurungnya di sini. Tapi mereka berdua…" Arvy menunjuk Rey dan Valen. "Datang sendiri padaku. Yang satu minta disembunyikan dan satu lagi mengancam akan membunuhku. Jadi apa yang harus aku lakukan?"

"Kau harusnya lapor polisi, bodoh?!" teriak Holan. Ia berusaha mengendalikan emosinya. "Kau tidak seharusnya berpikir seperti layaknya pembunuh, kau harus berpikir seperti yang orang biasa pikirkan. Apa kau tidak pernah terpikir untuk menghubungiku? Pamanmu seorang polisi, jadi apa yang kau ragukan? Menahan dua orang di sini hanya akan memperburuk masalah. Apa kau psikopat, huh?!"

"Bukan karena aku psikopat, tapi apakah Paman tahu… mereka berdua bukan manusia biasa? Yang terbaring di ranjang itu adalah monster begitu juga buronan itu, dia tergabung dengan sebuah sekte sesat. Jadi bagaimana bisa aku melaporkannya pada polisi?!" Arvy balas meninggi suaranya

"Arvy…. apa ayahmu tahu kau seperti ini?" Holan benar benar tak habis pikir dengan pola pikir, keponakannya itu.

Beberapa saat kemudian, suara ambulans terdengar di seluruh area rumah sakit keluarga Satria. Petugas mengeluarkan pasien melalui pintu belakang mobil. Itu adalah Valen.

Asya ditemani Ando langsung menancap gas mobilnya dan menuju ke rumah sakit setelah Holan menelepon Asya bahwa ia telah menemukan pelaku. Mereka berdua menunggu di depan ruang operasi.

"Bagaimana cara Letnan menemukannya?" Ando heran.

"Letnan pasti punya caranya sendiri. Dia kan seorang letnan." sahut Asya, namun ia yakin atasannya itu pasti memiliki cara yang tak biasa untuk menemukannya.

Sementara itu, Arvy duduk di lantai basemen sembari memikirkan semua yang telah terjadi. Dilihatnya luka di ibu jarinya akibat bergesekan dengan pisau. Diambilnya pisau itu di lantai lalu ia bersihkan darahnya dengan celananya lalu dimasukkan kembali ke dalam selongsongnya (sarung pisau atau pedang).

Ia menghela napas panjang sembari memejamkan matanya, dan menyandarkan kepalanya ke dinding.

"Alfa sengaja menyebut Valen sebagai pengedar narkoba akan semuanya jadi mudah, toh ia tidak mungkin bilang bahwa dirinya mata mata organisasi sesat, apalagi itu ada kaitannya dengan Amy." ia merenungkan semua kronologi yang cukup rumit namun saling terhubung. Ia mengingat lagi semuanya. Arvy memejamkan matanya dan mengingat semuanya.

"Kau yakin mau ke kantor polisi?' tanya Arvy.

"Iya, Kak. Ayah Amy memintaku secara pribadi jadi aku merasa harus melakukannya. Mungkin ini bukan demi aku, tapi demi anaknya."

Arvy juga ingat percakapan Holan dan Dio di depan ruangan Alfa, saat itu ia ada di dalam dan tidak sengaja mendengarkannya, saat Holan memberikan bekal makanan untuk anaknya. "Jagalah adikmu dengan baik."

"Baiklah."

Arvy juga mengingat saat my berubah menjadi orang lain dan menggodanya di bar. Ia membuka matanya dan mengaitkannya satu sama lain.

"Aku masih tidak mengerti alasan mengapa Amy harus ditumbalkan oleh Ramon. Tapi aku cukup paham kenapa Holan selalu meminta Dio dan Alfa menjaga Amy padahal mereka berdua tentu akan melakukannya, namun Holan selalu mengingatkannya di setiap ada kesempatan. Mungkinkah paman sudah lama tahu tentang anaknya yang diincar menjadi tumbal? Atau aku yang terlalu ikut campur urusan mereka?"

Arvy merasa bersalah telah berteriak pada pamannya, ia tidak tahu mengapa tangannya begitu mudah mengarahkan pisau pada Valen, ia juga tidak tahu kenapa begitu menikmati percakapan dengan Valen seolah menganggapnya ini permainan. Arvy menghela naps mengingat semua perbuatan buruknya. Ia tahu Valen dan Rey adalah orang jahat, tapi ia tidak tahu kalau dirinya malah hampir menjadi orang yang sama seperti mereka. Arvy mulai meragukan dirinya sendiri.

"Apa aku…psikopat?"

***

"Tuan, berita sudah ada di seluruh penjuru kota, apa yang harus kita lakukan?" "Tangkap gadis tumbal itu."

"Tapi, Valen…"

"Justru itu. Itulah yang mereka inginkan, mereka ingin kita mengejar Valen agar muncul ke permukaan." Ramon yang duduk membelakangi bawahannya itu, kini memutar kursinya dan menatapnya. "Kita tidak boleh sampai menuruti instruksi mereka. Kau tahu, Genio?"

Pria yang dipanggil Genio itu adalah pilar nomor 1. Ia hanya menunduk sopan pada Ramon. (baca: Jenio)

"Gigi harus di balas dengan gigi, nyawa harus dibalas dengan nyawa. Aku yakin di suatu tempat, Valen pasti tertangkap oleh anak buah Rataka atau salah satu keluarga Satria sialan itu."

"Apa anda berniat barter dengan mereka? Itu terlalu berbahaya."

"Kau tahu cara mainnya. Seharusnya kau paham maksudku. Iya, kan, Genio?"

"Baik, Tuan. Saya akan meminta Pilar ke 4 dan bawahannya untuk menangkap gadis itu segera."

"Jika kalian menemukan Rowlett, tangkap bocah itu sekalian, hidup hidup. Sampah sampah yang menghalangi itu tidak mungkin membunuh Rowlett, Rataka pasti sudah tahu dari mana asal usulnya, kekuatannya Rowlett pasti ia manfaatkan untuk menyerang balik kita. Pokoknya tangkap semuanya hidup hidup, akan kuadili mereka sendiri dengan tanganku."

Ramon mengepalkan tangannya. Genio menunduk hormat sembari meliriknya.

"Segera tangkap gadis itu. Polisi polisi itu akan terus menghalangi, kita tidak boleh lengah. Aku ingin kau bergerak secepatnya.

Genio mengangguk. Ia melangkah menuju pintu keluar, namun Ramon memanggilnya. "Genio."

Pria itu menoleh.

"Kau… jangan sampai bertemu dengan Rataka. Jangan sampai dia menyadari Linka (pedang kembar Liska)."

"Baik Tuan."

Pedang Linka selalu Genio bawa di punggungnya, sama seperti Rataka. Pedang pedang kembar itu hanya bisa dilihat oleh pemilik asli, pemegangnya, dan juga keturunan pemilik asli, namun kemungkinan ada kasus langka dimana pedang kembar memilih pemiliknya sendiri, jika sang pemilik asli dan keturunannya meninggal dan terjadi kekosongan dalam pemegangnya.

Genio adalah pria tinggi tampan, dengan wajah tirus dan rambut panjang lurus berwarna putih. Perawakannya memang bak model, sejalur dengan itu, dia adalah tangan kanan Ramon. Matanya tajam, bibirnya tipis dan alisnya tebal, Genio mampu memantrai lawannya tanpa bibirnya bergerak sedikitpun. Ia ahli hampir dalam semua seni bela diri, termasuk pengembangan energi dalam. Sekaligus matanya dan telinganya sangat bagus, apalagi dalam misi menyamar. Auranya tidak meninggalkan jejak, ia adalah orang biasa yang sering berada di sekitarmu tanpa kau tahu bahwa dia memiliki panca indra yang kuat bak di luar nalar manusia biasa.

Genio adalah tangan kanan yang sangat dipercaya Ramon apapun yang terjadi. Ia adalah kartu ace Ramon yang masih ia simpan.