webnovel

The Eyes are Opened

Kisah seorang gadis remaja yang bernama Dyandra (15 th) memiliki sixth sense yang selama ini belum terbuka penuh, akhirnya terbuka setelah mengalami kejadian supranatural di sekolahnya. Kemampuan yang dimilikinya saat itu ternyata tidak dapat ditutup hingga ia kuliah. Banyak kejadian-kejadian supranatural yang ia alami dan kemampuan baru yang dimilikinya berkembang dari hari ke hari sehingga mempengaruhi kehidupannya dan kisah cintanya. Bagaimana kehidupan Dyandra di masa depan?

Rachel_Oktafiani · Horror
Not enough ratings
203 Chs

Pamit (Part 02)

"Titititititititttt.. Tititititititititittttt... Tiitititititititttttt..." Bunyi alarm yang telah menunjukkan pukul 06.00 pagi berbunyi. Aku mendengarnya namun mata ini tak sanggup untuk ku buka. Rasanya lelah sekali dan aku merasa mata ini bengkak.

"Ndraaaa... Ayo bangun! Sudah jam berapa ini? Lihat! Alarm mu aja bunyi berkali-kali tapi nggak kamu matikan sampai terdengar di bawah." Omel mama yang memasuki kamarku sembari membangunkanku karena aku akan terlambat ke sekolah.

"Ehmmm..." Jawabku dengan nada malas.

Tak lama aku membuka selimutku dan mulai bangkit dari tempat tidurku. Aku berjalan dengan gontai menuju lemari baju dan menyambar jepit rambut yang tergeletak di meja belajarku. Di saat aku hendak keluar, mama melihat mataku yang sembab seketika saja mama langsung memberhentikan langkahku.

"Apa ada yang terjadi semalam?" Tanya mama.

Aku berhenti melangkah dan membalikkan badanku ke arah mama, hanya saja aku tak dapat mengangkat kepalaku dan menunjukkan mata sembabku padanya. Aku menceritakan semua hal yang aku alami semalam kepada mama dan mama tak sedikitpun terkejut mendengarkan ceritakau, seakan-akan mama telah mengetahuinya terlebih dahulu.

"Kenapa mama biasa aja saat Andra cerita? Apa mama sudah tahu? Atau ada yang sudah memberi tahu kalau miss Jeny meninggal?" Tanya ku pada mama.

"Uhmmm.. Ya mama punya firasat aja sewaktu kita menjenguk miss Jeny kemarin, dan ternyata firasat mama benar dengan adanya kamu cerita ini pagi-pagi. Mungkin nanti pasti ada yang telepon dari orang-orang gereja memberitahu kabar dukacita tentang miss Jeny. Ya sudah, kamu mandi gih! Sudah siang, nanti telah lho!". Ucap mama sembari merapikan kamar tidurku yang berantakan.

Aku bergegas menuju ke kamar mandi sambil terus terbayang mimpi semalam, namun sudah tak lagi ku menangis seperti semalam. Seakan-akan ada damai yang aku rasakan sejak pagi ini, dan aku percaya jika miss Jeny telah bahagia dan telah tenang di alam sana. 15 menit kemudian aku selesai mandi dan juga bersiap-siap ke sekolah. Aku melihat ke arah jam dinding yang ada di kamar telah menunjukkan jam 06.25, aku segera bergegas menuruni tangga dan langsung menuju ke pintu pagar, tanpa sarapan terlebih dahulu karena hari mulai siang dan aku akan terlambat ke sekolah. Pak Daud yang telah menungguku sejak tadi, melihatku yang tergopoh-gopoh segera mematikan rokoknya dan dengan segera menyalakan mesin sepeda motornya.

"Ma, Andra berangkat yaaa.. byeee!." Ucapku sambil meninggalkan rumah.

"Yaaa... hati-hatiii.." Teriak mama dari kejauhan.

06.40 WIB

"Ooomm bisa cepetan dikit nggakk??" Teriakku pada pak Daud yang sebenarnya sudah membawa motornya dengan kecepatan maksimalnya.

"Sudah cepat ini Ndraaa!! Kamu kesiangan siihhh!!! Lagi pula hari ini jalanannya padat." Ucapnya.

Aku hanya dapat terdiam memandangi jalanan yang memang sedang padat, entah kenapa hari ini jalanan sangat padat dan trafic light juga serasa sangat cepat untuk lampu hijaunya. Perasaanku mulai kacau karena aku tak ingin terlambat hari ini. Apalagi jam pertama pagi ini adalah kelas matematika.

"Waduhh.. bisa terlambat nih aku kalau kaya gini. Hmmmm... perasaanku juga semakin nggak enak, yahhh semoga nggak ada hal buruk sepanjang hari ini." Gumamku dalam hati.

06.42 WIB

"Perjalanan yang ku tempuh masih tinggal sedikit lagi, masih 2km lagi aku sudah sampai, semoga saja aku tak terlambat." Pikirku, meskipun aku tahu satpam sekolah di ajm sekarang sudah siap sedian di depan gerbang dan bersiap-siap untuk menutup pintu gerbang sekolah.

"Tiiiiiiinnn!!! Tiiiiinnnnn!!!! Tiiinnnn!!!" Suara klakson sepeda motor Pak Daud terdengar dengan kencang.

"Wooooo Ja**c*k!!! Nggak liat ta matamu ada motor mbelok c*k!" Teriak pak Daud yang emosi sambil melontarkan makian pada orang yang melewatinya begitu saja dengan kesal, orag tersebut melontarkan makian kembali pada pak Daud.

"Kenapa om?" Tanyaku terheran-heran.

"Itu lho Ndra, orang nggak pake ot*ak motong jalan orang. Udah jelas-jelas jalan ini gak boleh belok kanan, tapi orang itu belok kanan ke arah kita. Ya jelas saya marah lah! Untung aja tadi nggak sampai nabrak. Maaf ya Ndra!" Jelas Pak Daud.

"Iya om, nggak apa.." Ucapku sambil melihat ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiriku telah menunjukkan pukul 06.44 WIB.

"Waahhhh.. telat nih om aku." Ucapku dengan nada pasrah jika terlambat.

06.46 WIB

Aku tiba di depan gerbang sekolah yang telah tertutup. Sedikit sedih dan khawatir perasaanku saat itu, apalagi saat itu nggak ada satu anak lain yang terlambat juga. AKu berlari mendekati pos satpam gerbang dan memohon untuk di bukakan pintu gerbangnya.

"Nanti ya! Tunggu 10 menit lagi sampai guru kalian datang!." Ucap pak satpam dengan tegas.

Beberapa lama kemudian beberapa anak datang terlambat sambil berlarian ke arah pintu gerbang sambil memohon-mohon untuk di bukakan. Aku yang melihatnya dari sebelahnya hanya dapat berkata dalam hati ["Aku aja yang dari tadi terlambat bisa tunggu dengan santai kenapa ini anak-anak heboh banget sih! Apalagi mereka terlambat 5menit lebih parah dari pada aku lho! ckckckc!.]"

Tak lama kemudian seorang guru BK berjalan kearah gerbang bersama guru olahraga. Menghampiri petugas satpam yang berjaga di depan gerbang dan melihat catatan kertas yang di berikan oleh satpam tersebut. Entah apa isi catatan kertas tersebut, namun perasaanku tak begitu baik dengan tatapan kedua guru tersebut kepada kami yang terlambat. Tanpa babibu lagi, kedua guru itu meminta satpam untuk membuka pintu gerbang yang masih tertutup dan menyuruh kami yang terlambat memasuki halaman sekolah namun tak di perbolehkan kami langsung menuju ke kelas kami. Yaahhh.. aku tahu akhirnya bagaimana rasanya terkena hukuman karena terlambat ke sekolah. Aku mendapat hukuman untuk berlari keliling lapangan 5 kali karena jam terlambatku yang hanya 1 menit setelah pintu tertutup, sedangkan anak-anak yang lain mendapat hukuman lari lapangan 10 kali. Tak hanya sampai situ saja, setiap anak yang terlambat di suruh menulis surat pernyataan bahwa kami terlambat dan tak mengulanginya lagi. Aku kira surat ini hanya tulisanku saja lalu dikumpulkan ke guru Bk, namun sialnya surat ini harus di bubuhi tanda tangan orang tua. Seketika aku shock dan sedikit takut jika papa dan mama mengetahui hal ini.

"Pasti ceritanya jadi panjang dan lebar nih di rumah jika mama dan papa tahu surat ini." Gumamku dalam hati sambil tetap menulis surat pernyataan tersebut hingga selesai.

Di saat aku hendak mengumpulkan surat pernyataan ke guru BK, aku melihat Chen Li memasuki ruangan guru dan hendak menemui guru sejarah kelas IX, saat itu aku pura-pura mengabaikannya dan ia terus saja menatapku sejak awal ia memasuki ruang guru. Mata kami saling bertemu saat aku tak sengaja melihat kerahnya di depan meja guru BK saat aku mengumpulkan suratku untuk meminta persetujuan guru BK, aku melihat ada rasa suka namun tak dapat di ungkapkan terpancar di matanya. Aku berusaha untuk mengabaikan hal tersebut dan tetap fokus pada tujuanku, yakni sekolah dulu dan tak ingin berurusan dengan pacaran. Selesai dengan guru BK, aku segera keluar ruang guru dan bergegas menuju ke kelas.

Di depan ruang kelasku yang terletak di ujung lorong sekolah bersebalahan dengan ruang audiotorium, Aku duduk di bangku yang tersedia di depan kelas, sambil melihat ke arah jam tangan yang telah menunjukkan pukul 08.30, yang artinya jam pelajaran pertama di kelasku hendak selesai.

["Teng-teng-teng!!!"]

Bunyi lonceng pergantian jam pelajaranpun telah usai, aku bersiap-siap untuk memasuki kelas sembari menunggu guru matematika keluar dari kelasku. Tak lama beberapa anak kelasku keluar kelas, di ikuti guruku. Aku pun langsung memasuki kelas yang sedang riuh karena mata pelajaran berakhir dan di sambut oleh Claudi yang berteriak dari bangkunya.

"Waaahhhhh bagus yaaaa!! Baguuusss!! Sudah terlambat, nggak ikutan sidak dadakan juga!! Enak banget lu Ndra?" Ucap Claudi.

"Hah sidak apa'an?" Tanyaku dengan heran.

"Ya tadi bu There ngadai'n sidak matematika, tiap anak secara random di suruh maju buat kerjain soal dari dia." Jelas Claudi.

"Terus? Dapat point kan kalau jawabnya benar?" Tanyaku lagi.

"Iya sihhh.. tapi susah banget soal-soalnyaaa ya ampuuunnn..!! Yah sudah lah! Jangan bahas lagi! Pusing gue kalau ingat-ingat lagi." Ucapnya.

"Ya berarrti lu bisa to.. ya dari pada aku gak masuk ya gak dapat point.." Ucapku.

"Lha terus lu telat kenapa? Tumben banget kalau telat?".

"Ahhh.. ituuu.. karena tadi di jalan ada kecelakaan, jadi macet deh jalannya.. hehehehe.."

[Drrrttt..drrrrttt..] Suara ponsel berbunyi. Segera ku keluarakan ponselku dari laci meja dan melihat pesannya dari siapa.

"Mama? Tumben mama kirim pesan di ajm sekolah gini?" Gumamku.

["Ndraa.. tadi telat ya? Tadi pak Daud kasih tahu mama. Ow ya ini miss jeny sudah nggak ada Ndra semalam, kata adiknya Roy jam 4 pagi sudah nggak nafas. Besok ada doa penghiburan di rumahnya jam 7 malam. Kasih tahu teman-temanmu mungkin sapa tahu ada yang ikut."]

["Oh, iya ta? ya nanti Andra kasih tahu teman-teman Andra."]

"Sapa Ndra?" Tanya Claudi.

"Mamaku, ow ya uhmm.. bentar. Lex! Ben! Yo! kalian sini deh!" Teriakku

"Apa'an Ndra?" Tanya Alex.

"Uhmm.. teman-teman, ada berita duka. Miss Jeny sudah nggak ada semalem dari jam 4 subuh di ketahuinya, lalu ada doa penghiburan besok malam di rumah miss Jeny jam 7 malam. Kalian bisa datang nggak?" Tanyaku.

"Hah?! yang benar Ndra? Jangan bo'ong luuu!!". Ucap Alex.

"Heh! Mana mungkin Dyandra bohong. Iya kalau lu lex." Timpal Theo

"Jadi beneran Ndra?" Tanya Claudi.

"Hu'um." Jawabku sambil menunduk. Di saat yang sama tiba-tiba Karin berlarian dari kelasnya ke kelasku dan menghampiriku.

"Ndraaaaa!!!" Teriak karin yang terdengar dari depan kelas.

"Apa benar itu infonya? Tadi mamaku menghubungiku dan bilang kalau miss Jeny sudah nggak ada". Tanya Karin.

"Mama lu tahu dari mana Rin?". Tanya Claudi.

"Mamaku tahu dari mamamu Ndra." Ucapnya.

Disaat itu aku memikirkan tentang mimpiku semalam, apakah aku harus menyampaikan ke teman-temanku saat ini juga atau nggak. Bagaimana jika mereka tidak percaya dangan ucapakanku kali ini? Aku terdiam cukup lama dan tak menghiraukan teman-temanku yang sedang membahas tentang miss Jeny. Namun hatiku sangat berat jika tak menceritakannya. Rasanya bersalah banget jika mereka tak tahu apa yang dikatakan miss Jeny melalui mimpiku. Arrgghhh aku harus gimana ini sekarang?? Jadi galau sendirikan?? Haruskah aku menceritakannya sekarang atau nggak?? Hingga Karin menepuk pundakku dan membangunkanku dari lamunanku.

"Ndraa!!". Teriak Karin.

"Ah, iya sorry-sorry aku tadi ngelamunin miss Jeny. Nggak sangka aja, rasanya di tinggal miss Jeny, padahal kaya baru aja kemarin kita les di rumahnya, tahu-tahu sekarang kita gak bisa les di sana lagi." Ucapku. Semua teman-temanku terdiam merenungi kenangan yang kami buat selama kami les di miss Jeny.

"Ow ya, jadi besok kalian mau ikut ke doa penghiburan nggak?" Tanyaku.

"Iya kami ikut!" Serempak mereka menjawab dengan pandangan positif untuk mengantar kepergian terakhir miss Jeny. Saat itu aku memutuskan untuk menceritakan mimpiku semalam pada teman-temanku dan mereka sangat terkejut dan awalnya tak percaya, namun ketika mendengarkan ceritaku hingga selesai, mereka akhirnya mempercayainya. Tiba-tiba Karin, Claudi dan Ruben meneteskan air mata mereka. Melihat kesedihan dan rasa kehilangan pada seseorang yang meskipun baru mereka kenal beberapa bulan membuat rasa kehilangan yang begitu besar pada hati mereka. Tak kuasa ku melihat teman-temanku berduka, aku mencoba menghibur mereka dan memeluk Karin dan Claudi agar mereka lebih tenang. Tak lama teman-temanku menangis, karena teman-temanku di kelas mulai memperhatikan kami yang heboh sendiri hingga ada anak yang menangis. Akhirnya kami berenam memutuskan dan bersepakat untuk mengantar kepergian miss Jeny besok untuk yang terakhir kalinya.