webnovel

The Eyes are Opened

Kisah seorang gadis remaja yang bernama Dyandra (15 th) memiliki sixth sense yang selama ini belum terbuka penuh, akhirnya terbuka setelah mengalami kejadian supranatural di sekolahnya. Kemampuan yang dimilikinya saat itu ternyata tidak dapat ditutup hingga ia kuliah. Banyak kejadian-kejadian supranatural yang ia alami dan kemampuan baru yang dimilikinya berkembang dari hari ke hari sehingga mempengaruhi kehidupannya dan kisah cintanya. Bagaimana kehidupan Dyandra di masa depan?

Rachel_Oktafiani · Horror
Not enough ratings
203 Chs

Malam Pentas Seni (Part 02)

Tiba di sekolah pukul 17.20 WIB.

"Ndraaa.. kamu mau kemana sekarang?" Tanya Karin saat kami baru tiba di depan gerbang sekolahan.

"Uhm.. Aku ke ruang OSIS dulu deh, abis gitu aku langsung ke ruang bascamp buat persiapan drama nanti malam." Jelasku.

"Ow ya Di, sori ya aku gak bisa bantu anak-anak jualan di bazar dari awal, tapi nanti aku usahain bantu deh buat promosi'in makan sama minuman kelas kita ke anak-anak Theater dan anak OSIS. Oke?" Ucapku sambil mengedipkan sebelah mata pada Claudi yang tengah memperhatikan ponselnya beberapa menit yang lalu.

"Hah? Iya iya Ndra. It's ok.. Gue ngerti kok.. Tapi lu nanti tampil di urutan ke berapa?" Tanya Claudi.

"Uhm.. mungkin di penampilan tengah-tengah deh. Soalnya aku dengar hari ini ada dua tampilan drama dan penutupnya ada penampilan band gitu dari kakak kelas." Terangku sambil berjalan memasuki halaman sekolah yang mulai dekat.

"Okeee nanti pas lu mau tampil kirim pesan ke grup kelas ya! Biar kami nanti nonton bareng-bareng. Hehehehe.."

"Ihhh... pasti malu banget deh aku. Aaaahhhh~" Ucapku sambil menutupi wajah dengan kedua tanganku yang membayangkan saat aku tampil nanti dan di tonton oleh banyak orang.

"Ya udah kalau gitu Ndra, byeee see you next time.." Ucap Karin dan Claudi bersamaan.

Kami berpisah di persimpangan jalan di halaman dalam gedung sekolah dan aku melangkahkan kakiku menuju sebuah lorong yang membawaku ke ruang OSIS yang berada di ujung lorong tersebut.

Disaat aku sedang berjalan menuju ke ruang OSIS dan hanya tinggal beberapa langkah kakiku membuka pintu ruangan itu, aku mendengar keributan dari dalam ruangan. Suara bentakan dan suara meja yang dipukul dengan keras terdengar hingga di luar ruangan OSIS.

"Wahhh.. ada apa ya di dalam? kok rame banget? Apa ada masalah ya sampai nggebrak-nggebrak meja gitu? Hmmm.. masuk gak nih?? Nanti kalau masuk suasananya jadi canggung lagi?? Hmm???" Gumamku.

Aku berdiri di depan pintu ruang OSIS beberapa saat sampai tiba-tiba pintu tersebut terbuka dan kak Tania keluar dengan tatapan terkejut melihatku yang telah di depan pintu saat itu. Ia terlihat tampak kesal dan marah, berjalan dengan cepat hingga menabrakkan pundaknya padaku. Aku terpaku melihat kak Tania saat itu hingga ingin ku kejar, namun kak Bayu yang masih tetap berdiri di depan ruang OSIS melarangku untuk mengejarnya. Suasana ruangan OSIS seketika menjadi sunyi dan canggung, aku memberanikan diri untuk melangkahkan kakiku masuk dan duduk di sebelah kak Mega yang saat itu tengah menulis beberapa hal penting saat malam nanti. Kak Bayu yang masih di depan melanjutkan briefing yang sempat tertunda dan mengulangi hal-hal penting dan ketua koordinator yang bertanggung jawab dalam acara nanti malam. Aku mendengarkan dengan seksama dan teliti di setiap detik kak Bayu menjelaskan agar tak ada yang terluput saat aku membantu mereka mengatur seluruh acara nanti malam. Tak membutuhkan waktu lama briefing acara itu selesai dan kami dengan sigap langsung berlarian ke pos-pos jaga kami dan memantau kegiatan-kegiatan yang akan berlangsung semalaman nanti. Akupun bergegas ke ruang theater yang terdapat di lantai dua agar dapat mempersiapkan peran yang aku mainkan dengan baik nantinya. Disaat aku sedang berjalan menuju ke ruang theater, tiba-tiba kak Bayu memanggilku dari belakang.

"ANDRAAA!!!" Teriak kak Bayu dari kejauhan mengejarkku.

Langkah kakiku terhenti mendengar namaku di panggil dan menoleh ke belakang. Aku melihat kak Bayu yang sedang berlarian menghampiriku bersama kak Andrew. Aku terheran ada keperluan apa kak Bayu denganku padahal ketua koordinatorku adalah kak Siska. Aku terdiam tepat di depan ruangan kelas IIIB dan menunggu mereka mendekat.

"Huft-huft-huft-huft. Uhm-Ndra. Uhm-masalah Tania aku minta maaf ya." Ucap kak Bayu yangmasih terlihat mengatur nafasnya setelah berlari mengejarku.

"Hah? Kenapa kakak yang minta maaf? Emang kenapa kak Tania kak?" Tanyaku.

"Ya maaf aja soal tadi dia langsung nabrak kamu waktu kamu mau masuk. AKu begini karena aku merasa harus bertanggung jawab dengan anggotaku. Apalagi kamu anak baru di sini." Jelasnya.

"Ohh.. nggak usah minta maaf kak. Aku nggak apa kok, lagipula kan kak Tania jug anggak tahu kalau aku ada di depan pintu kaya gitu. Hehehehe.. Santai aja kak aku beneran nggak apa-apa." Ucapku tanpa ingin tahu masalah apa yang terjadi saat itu.

"Aku duluan ya kak. Mau siap-siap untuk drama nanti malam soalnya." Ucapku sambil melambaikan tangan perpisahan ke kedua kakak kelas yang tampan dan berprestasi saat itu.

Mereka tampak bengong saat mendengar jawabanku saat itu hingga tak ada kata-kata yang keluar hingga aku berbalik melanjutkan jalanku menuju ruang theater.

Di depan ruang theater terlihat beberapa anak sedang berlatih memerankan bagiannya dan mereka telah menggunakan kostum yang akan mereka gunakan saat tampil nanti malam. Suasana di sekitar ruang theater sangat gaduh dan ramai. Beberapa anak bagian management kostum berlarian kesana kemari memastikan kostum yang di gunakan pemain drama sudah sesuai dengan ukuran badannya dan sesuai dengan karakter tokoh yang akan di mainkan.

"Hmmm.. tak terlihat hantu yang kemarin itu? Apa karena hari ini lebih banyak orang ya di sini jadi 'mereka' nggak menampakkan wujudnya?" Gumamku dalam hati dari kejauhan saat melihat tim theater yang mondar mandir.

"Hei Dyandra! Ayo sini!!" Teriak salah satu temanku Albert dari dalam ruang theater.

Ia telah menggunakan kostumnya untuk pentas nanti. Kostum yang sangat megah dan terlihat gagah ia kenakan. Bajunya berwarna merah darah di padu dengan aksesoris berwarna emas yang mengkilap, sangat serasi ia kenakan bak seorang pangeran betulan. Yap. Albert hari ini memerankan tokoh seorang pangeran yang gagah berani dan pandai memainkan pedangnya bak kesatria. Aku yang melihatnya di depan pintu ruang bascamp segera berlari di tengah-tengah kerumunan anak-anak yang lain dan menghampirinya. Aku menghampirinya dan langsung saja di sambut dengan Cella, dia seorang penata kostum di tim kami. Seorang anak kelas II jurusan IPA yang memiliki proporsi tinggi badan yang sangat ideal dan menjadi body goals buat beberapa anak perempuan seusia kami. Yap. Cella memang memiliki tinggi badan yang semampai, kulit putih bersih bak boneka porcelain, dan bentuk badan yang langsing seperti model di catwalk. Ia juga sangat pandai memadu padankan pakaian agar terlihat fancy. Tak salah memang kak Willi memintanya unuk menjadi seorang penata kostum di tim ini.

Tak terasa hanya 10 menit waktu yang dihabiskan untuk menggunakan kostumku. Aku menggunakan ball gown merah muda yang sangat besar dan berat, dengan hiasan permata dan mutiara yang bertabur di seluruh bagian gaun yang aku kenakan. Kak Cella memperlihatkanku pada cermin dinding yang terpajang di sebelah kiri ku, tak lupa ia memberikanku sepatu heels putih setinggi 17cm agar aku tak terlihat tenggelam dengan bentuk tubuhku saat itu.

"Waahhhhh.. kau benar-benar pantas menggunakna gaun ini Andra! Aaaahhhh!!! Aku suka sekali melihatnya. Nggak salah mataku untuk memberikan aksen permata dan mutiara di baju ini." Ucapnya dengan riang melihatku dari cermin.

"Makasih kak. Aku pun sangat suka memakai gaun ini. Tapi apa kakak yang membuatnya?" Tanyaku penasaran.

"Ahhh.. nggak.. ini sebenarnya baju mamaku waktu ia masih muda dulu dan sudah lama tak di gunakan, makanya aku memodifikasinya dan membawanya kemari untuk pentas malam ini. Hehehehe.. Tapi jangan beri tahu kak Willi tentang ini, karena aku merahasiakannya dan bilang bahwa baju ini aku sewa di tempat penyewa'an baju."

"Ohh..it's ok kak.. Kak Cella bisa mempercayakan rahasia ini padaku." Ucapku dengan menunjukkan tanganku kode oke padanya.

"Oke makasih ya Ndra.. Oke yuk kita keluar, yanglainnya pasti sudah menunggu di depan. kamu adalah toko yang penting di drama ini. Hmm.. masih ada waktu 20 menit sebelum kita tampil dan kammu bisa berlatih beberapa saat sebelumnya." Ucapnya sambil menggandenga tanganku uantuk membantuku berjalan.

"Waahhhh.. lihat itu siapa yang keluar dari balik tirai!" Teriak Selena yang kagum melihatku keluar bersama kak Cella dari tempat ganti kostum.

"Ihhh.. kamu cantik banget Ndra!" Ucap Tika.

"Iya. Nggak salah kan kita merekrutmu untuk ini?" Ujar Hans yang terus memandangiku dari atas hingga bawah.

"Eh, tapi kamu ini pake heels berapa centi? kok tambah tinggi?" Celetuk Hans yang penasaran akan tinggi heels yang ku gunakan. Yah.. bukan rahasia lagi jika tinggi bandanku tak setinggi kak Cella. Hanya 155 cm tinggi badanku, sangat pendek diantara teman-temanku dan juga keluargaku.

"Waahhh.. Ndra kalau tinggimu yang sebenarnya segini, pasti aku sudah deketin kamu." Celetuk kak Willi dari belakang dan seketika teman-teman yang lain tertawa mendengar celetukan itu.

"Waahhh.. berarti aku ini jadi promadona ya kalau Tuhan memberiku kaki yang panjang. Hahahaha... Sayangnya Tuhan memberiku kaki yang pendek supaya nggak jadi primadona. Hahahaha.." Tukasku membuat suasana ruang theater menjadi lebih hidup dengan canda'an yang kami bawa.

Kami berlatih sejenak sebelum pentas malam ini di mulai. Menghafalkan dialog dan mimik ekspresi tokoh yang di mainkan serta step-step yang akan dii lakukan selama di atas panggung merupakan kunci utama saat bermain drama. Hingga akhirnya waktu tim kami tampil pun datang. Seluruh crew tim theater saling bantu membantu untuk membawa kami menuju ke belakang panggung, tak lupa kak Johan dan kak Mega juga membantu kami dan memastikan tim kami lengkap setibanya di belakang panggung.

"[Dag-dig-dug-dag-dig-dug..]" Terdengar suara detak jantungku yang berdetak dengan kencang. Yap aku sangat gugup untuk saat ini. Aku tak ingin apa yang telah aku hafalkan dan pelajari beberapa minggu rusak hanya karena aku lupa dialog yang aku mainkan. Aku mencari permen karet pada teman-teman crew ku agar menghilangkan rasa gugup ini namun tak ada yang memilikinya. Aku sedikit panik di balik panggung, masih menunggu dua pementasan lagi sebelum tim ku tampil. Hingga akhirnya disaat aku mulai panik dan bertambah gugup, teman-temanku datang di balik panggung dan menyemangatiku untuk beberapa saat. Tak hanya itu, kak Bayu dan kak Andrew pun datang menyemangatiku agar aku tak gugup saat di atas panggung karena hal ini pengalaman pertamaku. Seketika saja rasa gugupku mulai berkurang dan dari dalam tubuhku terasa ada aliran semangat yang membuatku percaya diri kembali. Hingga akhirnya kak Siska memberikan kode untuk kami bersiap di pintu masuk panggung sebelum hitungan 10 detik selesai ia ucapkan.