webnovel

Pemuja Iblis

(Sebastian Xu)

Aku menghadiri sidang terakhir Anaya. Menanti bagaimana keputusan hakim atas kasus yang membingungkan ini, kasus pembunuhan dan gangguan makhluk mistis. Padahal, dalam dunia magis, semua itu bukan ulah makhluk mistis, melainkan hipnotis atau ada sihir hitam yang mengontrol manusia. Terutama, Anaya hanya manusia biasa, bukan Spirit Magis. Hakim memutuskan Anaya dinyatakan bersalah atas pembunuhan, dengan maksimal satu tahun penjara dan penangguhan, dengan catatan penyakit mental. Pak Inara dijatuhi hukuman sepuluh tahun penjara, atas kasus kekerasan.

Tentunya pria tua itu tidak terima dengan keputusan hakim. Seperti orang yang kerasukan setan, meronta-ronta hingga dua orang polisi harus menyeretnya. Sebelum itu, aku menemui Pak Inara.

"Saya ingin bicara sebentar dengan beliau."

"Mau apa kamu? Belum puas lihat saya di penjara seperti ini?" Pak Inara teriak dan menatapku marah.

"Dari mana Bapak mendapatkan benda-benda seperti itu?" Aku bertanya keintinya langsung.

Pak Inara tidak menjawab dan tertawa sekencang-kencangnya, mengundang perhatian semua orang di ruang sidang. Tawanya terhenti dan Pak Inara memandangku. Ada sebuah tanda tanya besar di kepalaku. Apa Pak Inara mau memberitahuku siapa pemilik benda-benda itu?

Kedua tangannya yang diborgol. Pak Inara mencondongkan kepalanya, berbisik di telingaku, seakan beliau tidak ingin ada orang yang mendengarkan pembicaraan aku dan Pak Inara. Terutama dua polisi yang masih menjaga Pak Inara.

"Aku tahu kamu ini siapa?! Seorang Spirit Magis, orang-orang yang memiliki kekuatan, sama seperti si hakim wanita itu," kata Pak Inara, menyeringai.

Satu persatu, para Spirit Magis menunjukkan identitasnya dari dunia luar. Sama seperti keinginan seorang Spirit Magis pertama, yang menginginkan orang-orang sepertiku bebas. Aku tidak perlu lagi terkejut, karena Pak Inara sudah tahu.

"Apa hanya itu yang ingin anda katakan?"

Pak Inara tertawa kecil, menampilkan seringaian licik.

"Kamu tahu, satu keluarga yang turun temurun memuja iblis? Semuanya berawal dari sana?"

Sebuah keluarga yang turun temurun pemuja iblis? Aku menatap Pak Inara dengan tanda tanya besar di kepala. Tidak ada senyuman remeh dan hinaan di wajah pria tua itu. Entah itu benar atau bohong.

"Aku tidak mungkin memberi lebih informasi ini. Aku saja hanya lewat perantara, tidak tahu mereka itu benar ada atau tidak. Tapi yang pasti, keluarga itu murni berdarah Spirit Magis."

Pak Inara kembali di bawa ke ruang tahanan. Tidak masalah. Aku bisa mencari tahu, mungkin Nyonya Karin tahu sesuatu.

***

Aku menemui Nyonya Karin, kebetulan sekali dia sedang berada di rumahnya. Rumah yang tersusun-susun dari kayu, ciri khas bangunan rumah yang berada di luar negeri, berbeda dengan rumah-rumah lain yang memakai bata. Aku menekan bel, menunggu sebentar. Pintu rumah terbuka. Nyonya Karin, wanita cantik itu berpakaian kasual layaknya anak muda. Beliau mempersilahkan aku masuk ke dalam rumahnya.

Aku mengikuti Karin hingga ke sebuah ruangan, yaitu ruang kerjanya. Ruang kerja yang luas, begitu banyak buku-buku yang terjejer rapih di rak.

"Jadi, apa yang sudah kamu ketahui?" tanya Nyonya Karin membuka topik pembicaraan.

"Saya mendapat informasi dari Pak Inara. Benda ritual yang dia miliki, ada kaitannya dengan keluarga Spirit Magis yang turun temurun memuja iblis. Dia sendiri yang mengatakannya dan dia hanyalah orang biasa."

Nyonya Karin terdiam sesaat, seperti tengah berpikir.

"Apa mungkin?"

"Apa anda tahu sesuatu?" Aku bertanya penasaran.

Aku memperhatikan, Nyonya Karin berjalan ke rak buku, mencari-cari sesuatu dan mengambil satu buah buku yang di klip. Duduk kembali dan memperlihatkannya padaku.

"Ayah selalu melarang aku mengambil kasus-kasus yang aneh. Kamu tahu sendiri kan, ayahku seorang kepala polisi dan, memiliki anak yang seorang Spirit Magis seperti aku. Aku mewarisi darah Spirit Magis dari ibu dan kakek, ayah hanya orang biasa. Racun di lawan dengan racun. Kasus pembantaian satu keluarga yang dilakukan oleh penjaga kebun sebuah keluarga kaya, ternyata ada kaitannya dengan pemanggilan iblis."

Aku mendengarkan dengan seksama.

"Kasus pembantaian keluarga Eliora. Satu keluarga yang tewas terdiri dari suami, istri dan anak sulung, hanya anak bungsu yang selamat. Dua putri kembar dari pasutri Eliora. Satu keluarga itu dibantai oleh pekerja kebunnya sendiri, hingga kasus pembantaian langsung masuk ke pihak kepolisian. Pak Braham, tukang kebun yang bekerja di keluarga Eliora bersumpah di hadapan hakim, bahwa dia tidak membunuh keluarga Eliora. Dia merasa dikendalikan sesuatu yang membuatnya harus membunuh keluarga Eliora. Aku dan ayah bersitegang dengan masalah ini. Pada akhirnya, ayah memperbolehkan aku turun tangan menangani kasus pembunuhan keluarga Eliora."

"Ayah mengirim bawahannya untuk mencari tahu. Hal yang tak terduga terjadi. Pak Braham kabur dari sel tahanan dan menyerang anggota polisi. Saat itu aku merasakannya, Pak Braham seperti dikendalikan sesuatu, sosok jahat yang mengambil alih tubuh Pak Braham. Intinya, Pak Abraham dikontrol oleh seorang Spirit Magis. Aku yang Spirit Magis, cukup kesulitan menanganinya. Ayah mendatangkan seorang Spirit Magis yang bisa mengeluarkan sosok jahat dari tubuh Pak Braham. Racun dilawan dengan racun. Ricard Lim, seorang Spirit Magis dan ahli ilmu hitam."

"Ricard Lim?"

Aku sepertinya mengenal nama itu, nama itu berasal dari keluarga Spirit Magis tertua dan berdarah murni.

"Keluarga Bangsawan Lim, keluarga Spirit Magis berdarah murni tertua. Sampai sekarang, darah murni itu mengalir hingga ke keturunannya, dan penganut aliran ilmu hitam. Keluarga Lim paling berkelas dan terkenal di dunia, sebagai keluarga magis tertua. Sayangnya, di garis keturunan ketujuh, anak-anak Ricard Lim memutuskan tidak lagi menganut lagi aliran ilmu hitam dari keluarganya, tapi, tetap menyandang keluarga Spirit Magis berdarah murni. Sudah ada puluhan tahun, pimpinan Akademik Trisakti, pernah di pimpin oleh keluarga Lim. Sekarang, saya yang mengambil alih sekolah tertua itu."

Sepertinya aku tahu. Sahabat Noah yang bernama Ryan, nama belakangnya bermarga Lim dan satu mahasiswa perempuan bernama, Clarissa Lim.

"Ricard Lim, apa dia punya anak?"

"Setelah Ricard wafat, anak-anaknya tidak ada yang melanjutkan lagi tradisi keluarganya. Itu yang aku tahu. Hao Chen Lim atau nama Indonesianya Hartono Lim, dan anak-anaknya, A Jay Lim, dan Victoria Lim, mereka bertiga adalah anak-anaknya Ricard Lim. Keturunan Spirit Magis berdarah murni."

Tapi, ada yang membuatku merasa janggal. Aku utarakan kejanggalan ku pada Karin.

"Ada apa?"

"Begini Nyonya Karin. Profesor Erza menyampaikan ini pada saya. Noah dan Clarissa datang ke rumah Profesor Erza, dan Clarissa itu adalah putri dari A Jay Lim. Yang membuat saya janggal, Clarissa mengalami kutukan balas dendam oleh seseorang. Benda ritual yang Profesor Erza perlihatkan, sama dengan benda yang saya temukan di kediamannya Pak Inara. Apa mungkin, ada kaitannya?"

"Keluarga Lim identik mengoleksi topeng-topeng wayang. Topeng wayang juga perantara dalam ritual memuja iblis. Saya tidak tahu, kenapa cucu perempuan keluarga Lim dikutuk balas dendam?!"

"Dari pada menimbulkan teka-teki yang tidak berkesudahan. Ada baiknya saya langsung menemui anak tertuanya Ricard Lim, Hartono Lim."

Sudah diputuskan, aku akan menemui putra tertua keluarga Lim, yaitu Hartono Lim. Seorang konglomerat dan keturunan murni keluarga Spirit Magis tertua.

***

Rumah salah satu putra sulung keluarga Lim, berada di daerah Menteng. Hao Chen Lim, atau nama Indonesianya, Hartono Lim. Putra dari Ricard Lim. Rumah mewah, bercat putih dan bergaya seni Eropa.

Seorang satpam menghampiri aku. "Mau bertemu siapa?"

"Saya ingin bertemu Hartono Lim, apa beliau ada?"

"Ada, silahkan masuk."

Satpam itu membuka pagar, mempersilahkan aku masuk. Kebetulan sekali, bertemu Pak Tono. Beliau sangat ramah, mempersilahkan ku masuk, setelah aku memberi tahu tujuanku datang ke rumahnya. Membawaku ke ruangan lain, tepatnya, ruang kerjanya.

"Silahkan duduk, Pak Bash."

"Terima kasih."

Aku duduk di sofa, berhadap-hadapan dengan Pak Tono. Mataku mengedar kesana-kemari, melihat ruangan ini yang tidak begitu besar. Di setiap dinding, terpajang topeng-topeng wayang, dengan bentuk yang berbeda-beda.

"Keluarga saya, Spirit Magis berdarah murni tertua Dan masih ada sampai sekarang. Penganut aliran ilmu hitam. Hingga di generasi saya, saya tidak melanjutkan lagi ritual seperti itu. Tapi, dengan yang anda sampaikan pada saya. Clarissa, keponakan saya di kutuk balas dendam oleh seseorang, yang kemungkinan masih ada sangkut pautnya dengan keluarga Lim. Saya akan mencoba mencari tahu, karena saya tidak mau berhubungan lagi dengan hal seperti itu. Membuat naman keluarga Lim jelek di mata semua orang dan para Spirit Magis."

"Kalau Pak Tono merasa kurang yakin, ada anggota keluarga anda yang masih mengikuti aliran itu. Coba Pak Tono tanyakan pada adik-adik anda."

"Jay, Ria. Aku tidak tahu, apa mereka menepati janji mereka untuk tidak lagi berhubungan dengan masa lalu buruk leluhur kami. Ayah pun masih memegang tradisi itu, hingga kematiannya yang tragis."

"Memangnya ada apa Pak? Jika anda berkenan menceritakannya pada saya, ini bisa membantu kasus saya."

"Mungkin anda tidak tahu, kematian Ricard Lim, ayah saya yang sebenarnya?"

Pak Tono mulai menceritakan bagaimana kepala Keluarga Bangsawan Lim meninggal. Di kalangan dunia magis, meski di era modern. Sampai sekarang, Keluarga Bangsawan Lim sangat terkenal sebagai keturunan darah murni dan di dunia modern, terkenal pula sebagai konglomerat. Tapi, keluarga terkenal itu yang dulu pernah menganut aliran ilmu hitam, akhirnya meredup. Dari kalangan Spirit Magis, hanya mengenal sebagai keluarga berdarah murni.

"Kematian ayah saya terjadi pada dua puluh tahun yang lalu. Semua berita dan media kabar mengabarkan meninggalnya konglomerat terkenal Keluarga Bangsawan Lim, terutama dikalangan Spirit Magis. Tapi tidak ada yang tahu penyebab pasti kematian ayah saya. Hanya saya dan adik-adik saya yang mengetahuinya, sehingga kami memutuskan menutupi semua ini. Berawal dari ayah saya yang sangat menyukai benda-benda bernilai seni tinggi dan memiliki kekuatan magis."

Pak Tono memperlihatkan padaku sebuah kotak hitam yang di tempel semacam mantra, memperlihatkan isi di dalam kotak itu. Sebuah bola hitam dan ada tulisan aksara yang mengelilingi bola itu yang sulit sekali aku menterjemahkan, karena tulisan yang mulai memudar, di tengahnya ada retakkan kecil.

"Ayah saya membawa benda ini dari sebuah desa di pedalaman sebagai koleksinya. Tapi, setelah ayah saya melakukan ritual. Saya tidak tahu pasti, karena saat ritual berlangsung, saya dan adik-adik saya tidak bersama ayah. Yang saya tahu, ayah saya tewas mengenaskan di tempat. Sejak saat itu, saya tidak lagi meneruskan ritual keluarga saya. Itu semua yang sudah saya ceritakan pada anda."